Saling Serang Iran-Israel, Apakah Kita Menuju Perang Dunia III?

Eduardus A Kurniawan
Mahasiswa Magister Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada
Konten dari Pengguna
24 April 2024 15:24 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eduardus A Kurniawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
13 April 2024, langit malam masjid Al Aqsa berpendar. Seperti pesta kembang api, letusan-letusan nampak di atasnya. Tapi, itu bukanlah perayaan pesta, dan bukan juga kembang api yang menghiasi langit malam. Itu adalah adu kuat, Iran dan Israel di malam hari.
ADVERTISEMENT
Iran melepaskan ratusan drone dan rudal balistik malam itu. Mereka membalas serangan Israel yang menghancurkan Kedutaan Besar Iran di Damaskus, Suriah, pada 1 April 2024. Serangan ini dilancarkan oleh Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) dari berbagi tempat, seperti Lebanon, Yaman, Iraq dan Iran.
Serangan rudal di atas Al Aqsa. foto : The National
Operasi yang diberi nama "True Promise" oleh Iran sendiri gagal mencapai tujuannya, memberi kerusakan maksimal terhadap Israel. Serangan hanya memberi kerusakan minor di Lapangan Udara Nevatim, Negev, Israel. Seorang anak berusia 7 tahun terluka terkena serpihan rudal Iran. Juru bicara Angkatan Bersenjata Israel, Laksamana Madya Daniel Hagari menyebut 99 persen serangan Iran berhasil di tangkis Israel.
"Kita berhasil mencapai kemenangan strategis, Iran meluncurkan 170 drone, 30 rudal jelajah, dan 12o rudal balistik. Beberapa rudal balistik mencapai teritori Israel, dan menimbulkan kerusakan kecil," kata Hagari seperti dikutip dari Associated Press.
Serangan udara Israel terhadap kedutaan Iran di Damaskus. Foto : Firas Makdesi/Reuters
Tapi, serangan ini menunjukkan hal yang lebih besar. Iran tidak diam saja dengan serangan Israel di Kedutaan Besar mereka. Mereka juga menunjukkan, memiliki arsenal yang cukup mencapai Israel. Pada 14 Oktober, masyarakat Teheran turun ke jalan, menunjukkan dukungan terhadap serangan tersebut. Menampilkan sikap anti Israel di depan Kedutaan Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Dunia ketar-ketir. Israel yang disokong Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris diserang oleh Iran yang erat dengan Rusia dan China. Apakah para "raksasa" dengan kekuatan nuklir akan turun gelanggang dan terjadilah Perang Dunia III?
Sejauh Ini, Tidak Cukup Mungkin!
Iran boleh saja menyerang Israel, dan warga negaranya mendukung serangan tersebut. Israel pun membalas serangan Iran dengan menyasar kota Ghajhaworstan, Ishafan. Lokasi merupakan situs nuklir Iran, pada 19 April 2024.
Tapi, kedua negara tak pernah mendeklarasikan perang. Ditarik sejak 1 Oktober hingga hari ini, deklarasi perang tak bergaung. Meskipun, reklame dan spanduk perang Iran vs Israel bertebaran di Teheran.
Tak adanya deklarasi perang membuat konflik ini masih dalam skala minor. Ada batasan, sehingga eskalasi tak mengarah pada perang skala penuh.
Rudal Balistik Khaibar milik Iran. foto: WANA/via Reuters
Iran sendiri tidak berniat melakukan eskalasi di Timur Tengah. Mereka, dengan kawat diplomatik yang dikirimkan ke Seksi Amerika Serikat di Kedutaan Swiss, Iran memberi waktu evakuasi 72 jam bagi militer Amerika Serikat untuk mengevakuasi dari markas-markas mereka di kawasan terdekat.
ADVERTISEMENT
Media Israel, Times of Israel sehari sebelum serangan juga mengabarkan bahwa Intelijen Amerika Serikat memberi tahu otoritas Israel akan adanya serangan Iran. Intelijen Amerika Serikat ini mengingatkan, bahwa serangan bisa terjadi dalam 24 sampai 48 jam ke depan.
Dengan adanya aksi diplomatik ini, Israel bisa siap-siap, tak banyak warga sipil yang tewas, dan konflik tidak meletup.
Pada 16 April, Presiden Rusia Vladimir Putin bahkan mengingatkan sekutunya agar menahan diri agar konflik tak merebak di Timur Tengah.
Vladimir Putin dan Hassan Rouhani. (Foto: Iranian Presidency Office via AP)
"Konfrontasi baru, akan melahirkan bencana besar di Timur Tengah jika kedua pihak tak menahan diri," kata Putin dikutip dari Al Jazeera.
Sementara Amerika Serikat juga mendinginkan otoritas Israel. Menyadur Reuters, dua anggota Kabinet Perang Israel, Gantz dan Gadi Eisenkot sebetulnya ingin langsung membalas serangan Iran.
ADVERTISEMENT
"Tapi mereka serangan ditunda, menyusul telepon dari Joe Biden ke Perdana Menteri Benjamin Netanyahu," tulis Reuters.
Alasannya, Biden, Netanyahu dan kabinet perang mereka yakin mereka harus mempertahankan opini baik Israel di di dunia Internasional.
Joe Biden saat bertemu Benjamin Netanyahu di kantor perdana menteri di Yerusalem pada 9 Maret 2016. Foto: Debbie Hill/ POOL/ AFP
Menariknya, dua negara yang yang menyokong masing-masing Iran dan Israel justru tak terpancing konflik. Mereka meredam situasi. Eskalasi besar hanya akan merugikan dunia internasional.
Pada pekan-pekan Iran dan Israel saling serang saja, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Asia anjlok 1,45 % usai serangan Israel ke Iran. Sementara Bhima Yudistira dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) memprediksi rupiah akan melemah sampai Rp 17.000 per dollar Amerika Serikat, jika ketegangan terus berlangsung.
ADVERTISEMENT

Perang Itu Mahal, Merugikan, dan Merusak

Melihat tak ada reaksi yang panas dari Biden atau Putin terhadap serangan tersebut, nampaknya, dunia masih yakin bahwa perang adalah jalan terburuk yang bisa ditempuh dua negara. Putin sendiri jadi saksinya.
Bagaimana invasi Rusia ke Ukraina yang sejak 2022 tidak mendapat hasil apa pun hingga hari ini. Rusia bahkan sampai di ambang kudeta, ketika pemimpin pasukan bayaran Rusia yang banyak digunakan di Ukraina, Yevgeny Prigozhin berbaris menuju Moskow. Perang telah jadi jalan panjang yang melelahkan bagi Rusia.
Spanduk anti Israel di Teheran : "Israeli Weaker than a spider web" foto : AFP
Jika kita menilik sejarah soal perspektif Perang Dunia, saling serang Iran dan Israel ini belum cukup gila dibanding peristiwa yang memicu perang-perang sebelumnya. Perang Dunia I diakibatkan oleh terbunuhnya Archduke Franz Ferdinand, Putra Mahkota Kekaisaran Austria-Hungaria, oleh Gavrilo Princip, seorang revolusioner dari Serbia. Memicu invasi Austria-Hungaria ke Serbia, yang menyeret Kekaisaran Rusia, Jerman, Prancis, Turki Utsmani dan Inggris untuk berperang satu sama lain.
ADVERTISEMENT
Sementara Perang Dunia II lebih ekstrem lagi. Nazi Jerman menginvasi Polandia dengan kekuatan penuh, dan Jepang yang menyerang pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbor ,Hawai tanpa deklarasi perang. Keduanya mengakhiri petualangan militer mereka dengan kekalahan dan kehancuran negara.
Serangan rudal Iran di Israel. foto : AFP
Dua musabab di atas adalah hal yang gila. Bahkan menurut ukuran jaman sekarang. Saling tembak rudal, yang berhasil ditangkis dan hanya menyebabkan kerusakan minor tidak sampai membuat dua negara turun gelanggang dan bertempur secara penuh.

Relasi Iran-Israel

Iran dan Israel adalah dua negara yang sudah berhubungan bahkan ratusan tahun sebelum masehi. Kerajaan Persia, dulu, memulangkan umat-umat Yahudi yang dibuang ke Babilonia.
Pada perang Iran-Iraq, Israel secara rahasia menjalankan operasi Seashell. Pada operasi ini, Israel menjual logistik militer kepada Iran. Kala itu, Iran butuh suku cadang bagi pesawat tempur F-4 Phantom buatan Amerika Serikat. Israel menyanggupi hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Selain suku cadang, pada 1981, Israel menjual beberapa senjata ke Iran dengan nilai yang ditaksir mencapai 75 juta U$D. Trita Parsi, dalam bukunya Treacherous Alliance, terbitan universitas Yale, memperkirakan, total penjualan kebutuhan militer ini mencapai 500 juta U$D.
Jenderal Hossein Salami menginspeksi Garda Revolusi Iran. foto : WANA/via Reuters
Hubungan mereka jadi memburuk setelah konflik Arab-Israel yang tak berkesudahan. Iran mengambil posisi membantu perjuangan kelompok-kelompok perjuangan anti Israel. Garda Revolusi mereka masuk ke Hezbollah di Lebanon, Houthi di Yaman, dan bahkan pejuang Hamas yang menyerang Israel pada 7 Oktober lalu dilatih sendiri oleh mereka.
Well, nampaknya, kedua negara ini masih aman ada dalam bayang-bayang perang yang tak diletupkan. Perang sesungguhnya ada pada meja diplomasi, hegemoni dan proksi-proksi di tanah terjanji.
ADVERTISEMENT