Budaya Mengeteh di Kalangan Milenial

Edwien Satya
minum kopi, nonton film, jalan-jalan, kadang-kadang kerja juga
Konten dari Pengguna
7 April 2019 22:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Edwien Satya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber gambar: Needpix
zoom-in-whitePerbesar
Sumber gambar: Needpix
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam beberapa tahun terakhir, gerai-gerai kopi bermunculan bak jamur di berbagai kota di Indonesia. Dengan semakin dewasanya kaum milenial, budaya ngopi turut meluas menjadi bagian dari gaya hidup modern. Industri mikro dan rumahan menyikapi tren ini sebagai peluang bisnis dan berlomba menjembatani permintaan yang cukup besar ini.
ADVERTISEMENT
Nah, bagaimana dengan teh? Indonesia juga terkenal dengan tehnya. Lalu, mengapa budaya mengeteh atau ngeteh di kalangan milenial tidak sepopuler ngopi?
Padahal, setelah air mineral, teh adalah minuman yang paling banyak dikonsumsi di dunia, baru setelah itu kopi. Yuk kita mengenal lebih dekat dengan teh, mulai dari sejarahnya.
Penemu Teh
Teh memiliki bentang sejarah panjang selama hampir 5000 tahun. Sejarah mencatat bahwa teh ditemukan pada tahun 2737 SM oleh Kaisar Shen Nung di China Selatan.
Suatu hari, saat sang kaisar sedang duduk di bawah pohon, beberapa helai daun yang terbang tertiup angin, jatuh ke dalam cangkirnya dan bercampur dengan air. Daun-daun itu mengubah warna air dalam cangkir menjadi merah kecoklatan. Setelah diminum, ternyata menimbulkan efek tenang dan dapat menyembuhkan sakit perutnya akibat racun dari ramuan herbal.
ADVERTISEMENT
Penemuan tersebut kemudian menyebar dan berkembang dari China ke Jepang, Inggris, India, hingga meluas ke seluruh belahan dunia. Saat ini, Asia merupakan wilayah dengan produsen yang memasok 80-90% kebutuhan teh dunia, khususnya dari India, China, Sri Lanka, dan Indonesia.
Masuk ke Indonesia
Sejak ditemukan di China, butuh waktu sekitar 4000 tahun bagi bibit teh untuk mencapai Indonesia, tepatnya di tahun 1684. Bibit tersebut berasal dari Jepang yang dibawa oleh seorang warga Jerman, Andreas Cleyer.
Awalnya, bibit teh hanya ditanam sebagai tanaman hias di Jakarta. Lalu, hampir dua abad kemudian, pada tahun 1827, tanaman teh mulai dibudidayakan sebagai komoditas perkebunan di wilayah Jawa Barat.
Selanjutnya pada tahun 1628, saat itu, Indonesia yang masih dalam pemerintahan Belanda memberlakukan politik tanam paksa bagi rakyat Indonesia untuk menanam teh. Sejak itu, tanaman teh mulai akrab dengan rakyat.
ADVERTISEMENT
Selama puluhan tahun kemudian, tanaman teh di Indonesia mengalami perkembangan pesat. Akhirnya pada tahun 1910, perkebunan teh mulai dibangun di luar pulau Jawa.
Jenis Teh
Secara umum, teh terbagi atas 4 kategori, yaitu:
Teh Hitam
Teh hitam memiliki kandungan kafein tinggi, karena mengalami proses fermentasi atau oksidasi. Daun teh yang berwarna hijau akan dibiarkan sampai berubah warna menjadi kecokelatan, hingga menghasilkan warna seduhan dan rasa yang khas.
Teh Putih
Teh putih berasal dari daun teh yang paling rendah kadar kafeinnya, yang diolah tidak sampai mengalami proses oksidasi. Beberapa produsen mengolah teh putih dengan bunga yang masih muda, sehingga menimbulkan wangi yang menyegarkan.
Teh Hijau
Teh hijau merupakan jenis yang paling populer, dengan rendahnya kafein yang dikandungnya. Teh ini memiliki aromanya segar dan warna yang kehijauan.
ADVERTISEMENT
Teh Oolong
Jenis teh ini berasal dari daratan China yang memiliki aroma segar buah atau bunga. Teh akan terasa sedikit pahit ketika awal diminum tapi terasa manis setelah selesai diminum.
Teh Zaman Milenial: Tea Is The New Coffee?
Orang Indonesia, pada dasarnya, sudah memiliki tradisi ngeteh yang kuat. Sejak zaman sebelum kemerdekaan, tradisi ini dilakukan mulanya oleh kalangan bangsawan, yang akhirnya menyebar dan dinikmati oleh kalangan masyarakat secara luas hingga saat ini.
Sumber gambar: Pixabay
Bagi masyarakat Indonesia modern, ngeteh masih menjadi bagian dari tradisi, bukan gaya hidup seperti ngopi di kafe. Namun kalau kita perhatikan, beberapa gerai teh mulai bermunculan seiring menjamurnya gerai-gerai kopi di sudut-sudut kota.
Hal ini tampaknya adalah dampak dari mulai sadarnya generasi milenial untuk mengonsumsi makanan dan minuman yang lebih sehat. Gaya hidup para milenial atau Generasi Y yang cenderung mengusung gaya hidup lebih sehat dibanding Generasi X, juga berdampak pada sektor hiburan malam, seperti bar dan night club, yang gulung tikar.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan hasil riset Goldman Sachs Investment Research, secara global, mayoritas Gen Y adalah penggemar hidup sehat. Riset yang dilakukan menunjukkan bahwa Gen Y memiliki tren olahraga dan mengonsumsi makanan sehat yang lebih tinggi daripada generasi sebelumnya.
Sementara itu, riset yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa generasi ini ternyata juga memiliki kecenderungan untuk tidak meminum alkohol dan merokok. Jadi, mereka lebih memilih untuk hangout sambil ngopi atau ngeteh saja.
Ternyata, kegemaran ngeteh tersebut tak terlepas dari globalisasi yang melanda dunia. Harga teh yang semakin murah dan inovasi rasa yang semakin kaya, membuat teh semakin banyak dilirik oleh para milenial. Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya pilihan teh dalam kemasan yang dijual di berbagai gerai, mulai dari warung, minimarket, sampai tempat-tempat kuliner yang ramai dikunjungi anak muda.
ADVERTISEMENT
Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) mencatat, setidaknya, terdapat 27 produsen teh dalam kemasan ini. Bila satu produsen saja mengeluarkan 3 jenis varian, maka kita sudah memiliki banyak pilihan bukan?
Dari mulai adanya teh dalam kemasan hingga dibukanya gerai-gerai khusus teh, perlahan tapi pasti, gaya hidup ngeteh mulai mengejar tren ngopi. Kunci sukses industri “gaya hidup ngeteh” ini cuma satu, inovasi! Karena generasi milenial di Indonesia cenderung suka mencoba hal-hal baru.
Jadi kamu lebih pilih ngeteh atau ngopi?