Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
HTS itu adalah Penjajahan Modern dalam Hubungan, Kok Bisa ?
9 Januari 2025 10:41 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Dani Egison tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Fenomena Hubungan Tanpa Status (HTS) menjadi salah satu tren populer di kalangan Gen Z, di mana batas-batas hubungan semakin kabur. Istilah ini mencerminkan pola hubungan baru yang cenderung menghindari komitmen jangka panjang. Menurut Mindbodygreen, HTS dapat berarti dua orang yang saling dekat layaknya pasangan kekasih, tetapi memilih untuk tidak mendefinisikan hubungan mereka dengan label "pacar" atau "kekasih."
ADVERTISEMENT
Fenomena ini menunjukkan pergeseran cara generasi muda memandang hubungan asmara. Namun, jika direnungkan lebih dalam, HTS bisa menjadi sesuatu yang merugikan, terutama bagi perempuan. Karena itulah, tulisan ini mencoba melihat HTS dari perspektif ekonomi politik, dengan analogi bahwa HTS adalah bentuk neokolonialisme dalam hubungan ( terlihat akademis sekali, tapi santai bahasanya mudah dipahami kok)
HTS dan Konsep Penjajahan “Kolonialisme”
Sebagai mahasiswa FISIPOL, saya memandang hubungan ini mirip dengan konsep kolonialisme. Kolonialisme adalah kebijakan penguasaan sumber daya suatu wilayah untuk keuntungan pihak penjajah. Jika dianalogikan, HTS memiliki kemiripan dengan cara salah satu pihak (sering kali laki-laki) memanfaatkan pihak lain (biasanya perempuan) untuk kepentingan pribadi, baik secara materi maupun non-materi.
Namun, HTS bukan hanya soal hubungan eksploitasi langsung. Fenomena ini lebih mirip dengan neokolonialisme, yaitu penjajahan modern yang sifatnya lebih halus. Neokolonialisme mengacu pada bentuk pengendalian yang terselubung, di mana pihak yang dirugikan sering kali tidak menyadari bahwa mereka sedang dieksploitasi. Dalam hubungan HTS, pihak yang dirugikan cenderung tidak sadar karena segala sesuatu terasa "santai" tanpa komitmen serius.
ADVERTISEMENT
HTS sebagai Penjajahan Modern
Dalam pengalaman pribadi saya, meskipun saya belum pernah pacaran hingga semester 9 (iya, agak telat lulus, yang penting belum dua digit semesternya) saya sadar pernah menerapkan konsep HTS bahkan sejak SD. Alasannya sederhana: saya tidak ingin ribet dengan komitmen, tetapi tetap ingin memiliki hubungan dengan beberapa teman tanpa menyakiti mereka. Prinsip rasionalnya adalah, “Kalau bisa memiliki tanpa membeli, kenapa harus beli?”
Pola pikir ini, meski sederhana, mencerminkan logika yang digunakan dalam kolonialisme. Sebuah negara penjajah mencari keuntungan maksimal tanpa perlu "membayar harga penuh." Dalam konteks HTS, hubungan tersebut memungkinkan seseorang menikmati manfaat hubungan tanpa bertanggung jawab atau memberikan kepastian kepada pasangan. "HTS itu kayak pakai barang rental nikmat, tapi nggak bisa punya."
ADVERTISEMENT
Yang sering kali menjadi korban adalah perempuan. Banyak perempuan yang dengan bangga mengatakan mereka hanya "HTS" saja, tanpa menyadari bahwa status tersebut menempatkan mereka pada posisi rentan. Jika seorang laki-laki benar-benar mencintai pasangannya, bukankah ia akan memperjelas status hubungan mereka? Ia akan merasa terganggu jika ada pihak lain yang mendekati pasangannya, dan sebaliknya.
Dimensi Moral dan Etika dalam HTS
HTS, dalam banyak kasus, berakhir menjadi hubungan transaksional, baik secara materi maupun emosional. Misalnya, seorang laki-laki mungkin mengeluarkan banyak uang untuk memberikan hadiah atau membayar biaya kencan, sementara perempuan memberikan perhatian atau dukungan emosional.
Jika kedua pihak saling menguntungkan, hubungan ini bisa dianggap sebagai "kolaborasi epik." Namun, secara moral dan etika, hubungan yang hanya berorientasi pada transaksi seperti ini cenderung merendahkan makna hubungan manusia itu sendiri. Hubungan asmara seharusnya tidak hanya tentang apa yang bisa didapatkan, tetapi juga tentang bagaimana kita memperlakukan satu sama lain dengan rasa hormat dan tanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Perempuan sebagai Target Utama
Dalam banyak kasus HTS, perempuan sering kali menjadi pihak yang paling dirugikan. Mereka bisa menjadi mangsa empuk bagi laki-laki yang tidak bertanggung jawab dan hanya memanfaatkan mereka untuk kebutuhan emosional atau fisik. Hal ini membuat perempuan perlu lebih pintar dalam mengenali hubungan yang tidak jelas dan segera keluar dari situasi tersebut.
Namun, bukan berarti laki-laki selalu diuntungkan dalam HTS. Ada pula laki-laki yang merasa dirugikan karena harus mengeluarkan banyak uang atau waktu untuk pasangan HTS-nya. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan semacam ini jarang memberikan kebahagiaan sejati bagi kedua pihak.
Refleksi untuk Generasi Muda
Fenomena HTS menjadi cerminan budaya yang semakin permisif terhadap hubungan tanpa komitmen. Generasi muda perlu menyadari bahwa hubungan asmara bukan sekadar permainan atau transaksi, tetapi melibatkan tanggung jawab moral terhadap pasangan.
ADVERTISEMENT
Seperti halnya kucing liar yang berkeliaran di kompleks, hubungan tanpa komitmen hanya memberikan kepuasan sesaat tanpa arah yang jelas. Sebagai generasi muda, kita harus lebih bijaksana dalam memaknai hubungan dan memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil tidak hanya berorientasi pada kepentingan pribadi, tetapi juga memperhatikan dampaknya terhadap orang lain.
Kesimpulan
HTS memang terlihat "santai" dan "bebas," tetapi di balik itu, ada pola yang menyerupai penjajahan modern, di mana salah satu pihak mencari keuntungan secara halus. Jika tidak berhati-hati, hubungan seperti ini bisa merugikan, baik secara emosional maupun materi.
Generasi muda perlu belajar untuk lebih menghargai hubungan dengan komitmen yang jelas. Sebuah hubungan seharusnya menjadi tempat saling mendukung dan tumbuh bersama, bukan arena eksploitasi. Jangan sampai kita terjebak dalam hubungan yang hanya memberi keuntungan sepihak, baik sebagai pelaku maupun korban.
ADVERTISEMENT
Dengan kesadaran ini, semoga kita semua bisa membangun hubungan yang lebih sehat, adil, dan bermakna. 🌟