Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Diplomasi Vaksin Indonesia di Masa Pandemi COVID-19
18 Mei 2022 11:39 WIB
Tulisan dari Eka Mauboy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia selalu mendorong solidaritas dan kerja sama internasional untuk mempercepat vaksinasi global, salah satunya melalui peningkatan kapasitas produksi vaksin. Hal ini merupakan salah satu bentuk diplomasi vaksin Indonesia di masa pandemi COVID-19. Tulisan ini akan menjelaskan secara singkat dan kronologis tentang apa yang telah dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu) untuk mengatasi pandemi COVID-19, melalui jalur diplomasi pada berbagai forum internasional.
ADVERTISEMENT
Sejak zaman perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia, diplomasi memainkan peranan penting. Selain perjuangan bersenjata, bentuk perjuangan yang dilakukan oleh para pahlawan Indonesia adalah berjuang di meja perundingan. Perundingan ini adalah bentuk perjuangan dengan cara diplomasi. Diplomasi juga harus dilakukan, demi mendapatkan pengakuan dunia atas kedaulatan bangsa Indonesia dan juga memperjuangkan kepentingan rakyat Indonesia.
Tapi diplomasi Indonesia tidak berhenti di sana, diplomasi juga terus bergerak memperjuangkan kepentingan nasional hingga saat ini. Di masa pandemi COVID-19 saat ini, mesin diplomasi Indonesia kita terus bergerak secara aktif dan strategis, yaitu dengan diplomasi vaksin.
Dinamika di Awal Pandemi
Seperti kita ketahui atau bahkan mungkin kita alami, COVID-19 mulai merebak pada akhir 2019 - awal 2020 dan menghantam semua sektor kehidupan kita. Dunia tidak siap menghadapi pandemi dengan skala global seperti COVD-19. Pemerintah seluruh negara mulai menerapkan langkah-langkah untuk merespon penyebaran (outbreak) COVID-19, mulai dari lockdown sampai menyiapkan strategi industri kesehatan untuk produksi vaksin dan alat kesehatan.
ADVERTISEMENT
Namun disadari betul bahwa dengan semua keterbatasan kapasitas dan kepentingan nasional masing-masing negara, ditambah dengan faktor mutasi COVID-19 yang menyebabkan peningkatan risiko pada tingkat pengambilan kebijakan publik, maka mayoritas negara di dunia mengambil prioritas kesehatan rakyatnya terlebih dahulu, salah satunya adalah dengan cara mengamankan atau bahkan menahan ketersediaan stok vaksin COVID-19 bagi negaranya sendiri.
“No one is safe until everyone is safe”, hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal World Health Organization (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, pada pernyataan pers WHO pada 18 Agustus 2020, sebagai tanggapan bahwa diperlukan kerja sama multilateral, ketimbang pengambilan sikap unilateralisme dan tertutup.
Direktur Jenderal WHO menambahkan bahwa penanganan pandemi membutuhkan usaha kolektif dari semua pihak (negara). Karena jika negara-negara maju, dengan industri vaksin dan kesehatan mengamankan vaksin bagi negaranya sendiri, maka ketersediaan vaksin bagi negara miskin dan berkembang akan terkendala. Sedangkan pandemi COVID-19 tidak mengenal batas negara atau kebangsaan seseorang. Oleh karena itu WHO mendorong inisiatif kerja sama penanganan pandemi COVID-19 oleh negara-negara di dunia.
ADVERTISEMENT
Respon Cepat dan Modalitas Indonesia
Pada awal masa pandemi mulai merebak, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo memerintahkan jajarannya, termasuk Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi untuk mencari cara mengatasi Pandemi COVID-19. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu) lalu dengan menggunakan seluruh aset diplomasi Indonesia bertindak cepat untuk mengamankan pasokan vaksin dan alat kesehatan bagi penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia. Tidak hanya mengamankan untuk rakyat Indonesia saja, namun Kemlu juga memperjuangkan kesetaraan akses serta bantuan vaksin COVID-19 dan alat kesehatan bagi negara miskin dan berkembang melalui proses diplomasi vaksin yang dilakukan.
Menurut Menlu Retno, diplomasi vaksin yang dilakukan Indonesia adalah memfasilitasi ketersediaan vaksin dan alat kesehatan untuk Indonesia, juga bagi negara-negara miskin dan berkembang. Hal ini merupakan wujud dari peran aktif Indonesia di bawah koordinasi Kemlu dalam berdiplomasi di forum internasional, untuk memenuhi kepentingan nasional Indonesia dan juga kepentingan bersama negara-negara di dunia.
ADVERTISEMENT
Sebagai tambahan, pada periode 2019-2020 Indonesia terpilih menjadi Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan (DK) PBB. Berbagai peran aktif diplomasi Indonesia di kancah global semakin memperkuat citra bahwa Indonesia adalah negara yang memperjuangkan kepentingan kolektif dan menjembatani semua pihak, terutama menjembatani kepentingan negara-negara miskin dan berkembang dengan negara-negara maju. Hal inilah yang membuat citra Indonesia sebagai “bridge builder” semakin terkristalisasi.
Menlu Retno menyatakan dengan adanya modalitas citra Indonesia sebagai bridge builder, maka diplomasi vaksin yang dilaksanakan oleh Indonesia semakin terbantu oleh karena citra Indonesia yang baik tersebut.
Skema Multilateral dan Bilateral (COVAX)
Menlu RI bersama dengan sejumlah menteri terkait lainnya mempunyai mandat dari Presiden RI untuk mengamankan pasokan vaksin COVID-19. Pasokan vaksin tersebut berasal dari skema komersial, bilateral dan multilateral. Tulisan ini akan berfokus pada diplomasi vaksin bilateral dan multilateral.
Tantangan yang dihadapi adalah oleh karena pandemi global COVID-19 dan tingkat ketidakpastian yang tinggi, menciptakan situasi di mana negara-negara memperebutkan pasokan vaksin untuk kebutuhan dalam negerinya masing-masing. Dengan adanya kompetisi untuk mendapatkan dan memproduksi vaksin oleh negara-negara maju, maka negara-negara miskin dan berkembang dapat tertinggal, serta dapat menemui kesulitan bagi pemenuhan kebutuhan vaksin COVID-19 untuk rakyatnya.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi tantangan pandemi COVID-19, maka WHO bersama mitranya meluncurkan skema kerja sama internasional yang dinamakan Access to COVID-19 Tools (ACT) Accelerator. Tujuan dari ACT adalah sebagai bentuk kolaborasi antar negara untuk mengembangkan, memproduksi, dan menyediakan akses berkeadilan terhadap alat pengujian, penanganan, dan juga vaksin COVID-19.
COVAX sendiri adalah bagian dari ACT Accelerator, yang berfokus pada pilar kerja sama di bidang pengembangan vaksin COVID-19 di dunia. COVAX diketuai bersama oleh Gavi (organisasi internasional aliansi untuk vaksin), Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI), dan juga United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF). Tujuan COVAX adalah untuk mempercepat pengembangan dan produksi vaksin COVID-19, serta memastikan kesetaraan akses yang berkeadilan terhadap vaksin COVID-19, terhadap seluruh negara di dunia, termasuk negara miskin dan berkembang.
ADVERTISEMENT
Melalui kerja sama COVAX ini, Indonesia berhasil memenuhi hampir 20% stok vaksin untuk kebutuhan nasional. Tidak berhenti disitu, Indonesia juga menjadi bridge builder, dengan melakukan diplomasi vaksin agar negara miskin turut mendapatkan akses yang sama terhadap vaksin COVID-19. Menurut Menlu Retno, pada kuartal ketiga 2021 terdapat ketimpangan akses terhadap vaksin COVID-19, dimana sekitar 6,7 miliar dosis vaksin (75%) sudah disuntikkan di negara maju, sedangkan kurang dari 1% negara berpenghasilan rendah baru mendapatkan vaksinasi.
Menlu RI, sebagai ketua bersama dalam COVAX Advance Market Commitment Engagement Group (AMC EG), bersama ketua lainnya, yaitu Menteri Pembangunan Internasional Kanada dan Menteri Kesehatan Ethiopia, memperjuangkan kesetaraan akses vaksin bagi semua negara. Indonesia melakukan diplomasi agar setidaknya 20% populasi penduduk dari negara menengah ke bawah (miskin) dapat menerima vaksin secara gratis, dengan donasi dari negara-negara maju dan skema filantropi.
ADVERTISEMENT
Selain skema multilateral, terdapat juga skema bilateral pada COVAX, yaitu melalui vaccine swap, dose sharing, bantuan teknis di bidang kesehatan dan produksi vaksin.
Vaccine swaps adalah skema dimana negara maju mendonasikan vaksin, yang diterima lebih awal sebelum jadwal penerimaan vaksin, dialihkan ke negara miskin terlebih dahulu, untuk memastikan negara miskin mendapatkan paling tidak dosis pertama, dengan jaminan bahwa pihak produsen vaksin dapat memastikan ketersediaan pengirimannya untuk negara maju tersebut.
Dose-sharing adalah skema COVAX untuk mendonasikan atau berbagi dosis vaksin dari suatu negara ke negara lainnya yang lebih membutuhkan vaksin COVID-19, misalnya di negara dengan persentase vaksinasi dan kapasitas penanganan pandemi yang lebih rendah dibandingkan dengan kondisi di negara pendonor. Skema dose-sharing ini telah dinikmati oleh Indonesia dengan adanya bantuan suplai vaksin yang cukup besar dari negara-negara mitra (donatur).
ADVERTISEMENT
Diplomasi Vaksin Indonesia Dalam Angka
Sebagai pengukuran terhadap capaian diplomasi vaksin yang telah dilakukan Indonesia, tulisan ini akan mengangkat diplomasi vaksin Indonesia dalam angka.
Pada rapat dengar pendapat (RDP) dengan Dewan Perwakilan Rakyat 30 Maret 2022 yang lalu, Direktur Jenderal Amerika dan Eropa (Dirjen Amerop) Kemlu, I Gede Ngurah Swajaya, menyampaikan bahwa sampai 28 Maret 2022, secara total hibah vaksin yang telah diterima Indonesia adalah sebanyak 505.551.435 dosis vaksin COVID-19.
Total rincian vaksin yang telah diterima Indonesia adalah Sinovac (295.512.280 dosis), AstraZeneca (104.731.390 dosis), Pfizer (63.253.425 dosis), Moderna (23.780.340 dosis), Covavax (9 juta dosis), Sinopharm (8.450.000 dosis), dan Johnson&Johnson (824.000 dosis). Dari total jumlah tersebut, 25% vaksin COVID-19 di Indonesia (125.863.185 dosis) didapatkan secara gratis, terdiri dari skema multilateral dari COVAX Facility (99.139.705 dosis) dan skema bilateral dengan dose-sharing (26.723.480 dosis). Donasi vaksin terbesar yang diterima Indonesia berasal dari Amerika Serikat, Jerman, Australia, Jepang, Prancis, Belanda, Italia, RRC, Inggris, dan UAE.
Bahkan hingga April 2022 Pemerintah RI tidak menerima donasi vaksin, dikarenakan keterbatasan kapasitas penyimpanan ditambah dengan ketersediaan vaksin yang mencukupi, sejalan dengan laju pelaksanaan vaksinasi di Indonesia yang masih terus dilakukan sampai saat ini. Selain itu, Pemerintah RI juga menetapkan ketentuan pengaturan masa simpan obat dan vaksin dan durasi vaksin yang dapat diterima 2/3 dari masa simpan (save life) vaksin tersebut.
ADVERTISEMENT
Pemenuhan kebutuhan vaksin, fasilitas penyimpanan vaksin COVID-19 dan kapasitas fasilitas kesehatan menjadi isu utama bagi negara-negara berpenghasilan rendah. Bersama anggota lainnya, Indonesia sebagai co-chair pada COVAX AMC EG terus melakukan diplomasi vaksin, memperjuangkan penggalangan dana, distribusi vaksin, dan peningkatan kapasitas penyerapan vaksin demi penanganan Pandemi COVID-19 di dunia.
Diplomasi vaksin yang telah dilakukan secara gencar sejak awal pandemi sampai saat ini, telah berhasil membawa Indonesia pada pemenuhan target WHO yakni vaksinasi penuh terhadap 40% penduduk pada akhir 2021. Perolehan vaksin oleh Indonesia tersebut juga akan mendukung pemenuhan target WHO, yakni vaksinasi penuh (fully vaccination) terhadap 70% populasi Indonesia diharapkan dapat terwujud di pertengahan tahun 2022.
Selain memastikan pasokan vaksin COVID-19 melalui diplomasi vaksin, Pemerintah RI juga perlu melakukan pekerjaan rumah di bidang kesehatan. Indonesia juga harus mulai membangun ketahanan di bidang kesehatan, seperti mendorong kapasitas produsen vaksin, menciptakan berbagai fasilitas riset teknologi yang khusus dibangun untuk mengatasi pandemi di masa depan. Sehingga diharapkan, kapasitas Indonesia di bidang kesehatan meningkat dan menciptakan ketahanan terhadap pandemi selanjutnya.
ADVERTISEMENT
Sebagai penutup, juga sesuai dengan visi dan tema pada Presidensi Indonesia pada G20 tahun 2022, kita harus percaya melalui kerja sama seluruh negara di dunia dapat “recover together, recover stronger.”