Konten dari Pengguna

Bagaimana Perubahan Iklim Memicu Krisis Kesehatan Mental

Muhammad Eksayyidi Ikhsan
salam kenal dengan sang pengembara imajinasi, yang gemar mengajak pembaca menjelajahi dunia baru melalui rangkaian kalimat. Saya merupakan mahasiswa psikologi yang berkuliah di Universitas Pembangunan Jaya.
7 Oktober 2024 15:11 WIB
·
waktu baca 5 menit
clock
Diperbarui 16 Oktober 2024 7:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Eksayyidi Ikhsan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ilustrasi krisis kesehatan mental dengan perubahan iklim Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi krisis kesehatan mental dengan perubahan iklim Foto: Shutterstock
Saat ini hampir sebagian besar kerusakan lingkungan dan perubahan iklim disebabkan oleh apa yang dilakukan oleh manusia, bukan semata-mata faktor alam. Sebagai penguasa lingkungan, manusia pasti memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga keberlanjutan lingkungan hidup dan kelestarian bumi, dapat di lihat bahwa alam sangat bergantung pada tanggung jawab manusia tersebut (Ratnasari & Chodijah, 2020).
ADVERTISEMENT
Namun tak bisa dipungkiri bahwa alam kita saat ini lah yang membuat kita tetap dapat hidup, walau beberapa wilayah di bumi sudah tidak layak huni karena ulah manusia juga, seperti kota metropolitan kita, Jakarta tidak layak huni karena beberapa hal seperti polusi udara, bencana alam (banjir), dan kebisingan kendaraan (Sangaji et al., 2022), kerusakan lingkungan di negara kita juga tidak hanya ada di Jakarta, beberapa kota juga terasa tidak layak huni karena faktor lingkungan yang di sebabkan oleh manusia.
Sayangnya dampak dari kerusakan lingkungan tidak terasa secara langsung, mungkin beberapa dari kita tidak menyadarinya, atau mungkin kita menyadari namun tidak terlalu peduli dengan dampaknya, karena kerusakan dalam tubuh kita akibat kerusakan lingkungan seperti pemanasan global dan polusi tidak terasa secara langsung, mungkin akan terasa dalam beberapa tahun bahkan berpuluh-puluh tahun kemudian (Steg & Groot, 2019), hal ini lah yang menjadi alasan mengapa manusia banyak yang tidak terlalu peduli dengan kerusakan lingkungan.
ADVERTISEMENT
Bagaimana perubahan iklim sangat berdampak pada kehidupan manusia?
Perubahan iklim berdampak buruk pada kesehatan, terutama gangguan pernapasan dan risiko keracunan makanan. Udara yang kita hirup, baik di dalam maupun di luar ruangan, menjadi lebih buruk seiring dengan peningkatan suhu dan risiko kebakaran hutan yang menghasilkan asap beracun, memicu asma dan masalah pernapasan lainnya (UNEP, 2024). Selain itu, cuaca ekstrem memaksa tanaman beradaptasi, memicu produksi racun yang berbahaya bagi manusia dan hewan. Suhu yang lebih hangat juga meningkatkan pertumbuhan bakteri seperti Salmonella, yang memperparah risiko keracunan makanan (Epa, 2024).
Telah dilakukan wawancara kepada 10 pekerja yang memiliki kantor di Jakarta, mereka berasal dari Depok dan Tangerang, perubahan iklim sangat terasa, ketika mereka berangkat pagi beberapa tahun lalu masih terasa dingin dan juga sejuk, namun saat ini jam 6 sudah terasa sangat panas, bahkan polusi sudah sangat terasa sejak dini hari, apalagi ketika makan siang, siang hari di Jakarta sangat terasa tersiksa, kota metropolitan tersebut mulai terasa tidak layak huni.
ADVERTISEMENT
Selain dampak lingkungan bagi kesehatan fisik, lingkungan yang rusak juga menyebabkan berbagai masalah kesehatan mental, stressor yang menjadi salah satu alasan individu mengalami stres, dapat diperoleh dari faktor lingkungan, stressor lingkungan terbagi menjadi 2 yaitu :
- stressor lingkungan bersifat akut seperti kebisingan, kepadatan, dan polusi, dapat (misalnya, terpapar polusi saat terjebak di terowongan)
- stressor lingkungan bersifat kronis misalnya, tinggal di dekat jalan raya yang padat, stresor lingkungan kronis memiliki dampak lebih signifikan pada manusia dibandingkan stresor akut.
Ilustrasi perubahan iklim dan kesehatan mental Foto: Shutterstock
Lalu bagaimana lingkungan sangat dapat berdampak bagi kesehatan mental seseorang?
Manusia dihadapkan pada berbagai stresor lingkungan dalam kehidupan sehari-hari, terutama di kota-kota besar. Menurut (Steg & Groot, 2019) stressor ini meliputi kebisingan, kepadatan, kualitas perumahan yang buruk, kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung, serta kemacetan lalu lintas. Kebisingan yang terus-menerus dapat memicu gangguan fisik dan mental, sementara kepadatan populasi menciptakan tekanan sosial dan psikologis yang signifikan, penjelasan lebih spesifik dijelaskan pada poin-poin di bawah:
ADVERTISEMENT
Suara yang tidak diinginkan dapat menimbulkan stres fisiologis (misalnya, peningkatan tekanan darah) dan stres psikologis (misalnya, gangguan konsentrasi, memori, serta motivasi). Kebisingan kronis juga dapat berdampak buruk pada kinerja dan kesehatan anak-anak serta orang dewasa (Klatte et al., 2010).
Ketika seseorang merasa lingkungannya terlalu ramai, hal ini dapat meningkatkan stres fisiologis (seperti tekanan darah dan hormon stres) serta menyebabkan penarikan sosial, kecemasan, dan perasaan tidak nyaman. Kepadatan juga berdampak negatif pada kesehatan mental dan hubungan sosial (Stookols, 1972).
Perumahan yang berkualitas rendah, seperti rumah yang bising dan padat, dapat menyebabkan stres fisiologis, masalah kesehatan mental, dan gangguan perkembangan pada anak-anak, termasuk masalah emosional dan kognitif (Rollings et al., 2017).
ADVERTISEMENT
Lingkungan dengan kualitas yang buruk, seperti kurangnya layanan publik, kebisingan, dan ketidakamanan, terkait dengan meningkatnya risiko penyakit jantung, kesehatan mental yang buruk, dan kesehatan fisik yang lebih buruk. Pindah ke lingkungan yang lebih baik dapat meningkatkan kesejahteraan (Jones et al., 2014).
Kemacetan dapat menyebabkan stres fisiologis, emosi negatif, dan memengaruhi interaksi sosial serta kinerja di tempat kerja. Waktu perjalanan yang panjang juga dapat berdampak pada kesehatan mental dan hubungan pribadi (Huttunen et al., 2001).
Perubahan iklim telah memicu krisis kesehatan mental dan fisik pada manusia, terutama di kota-kota besar yang mengalami kerusakan lingkungan parah. Kerusakan lingkungan ini sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti polusi udara, kemacetan lalu lintas, dan bencana alam yang kian sering terjadi. Stresor lingkungan, baik akut maupun kronis, memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan mental manusia. Kebisingan, kepadatan, kualitas perumahan yang buruk, kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung, dan kemacetan lalu lintas adalah faktor-faktor yang dapat memperburuk kondisi kesehatan fisik dan mental seseorang. Selain itu, kerusakan lingkungan juga memperburuk kualitas hidup dan meningkatkan risiko penyakit pernapasan serta keracunan makanan. Oleh karena itu, upaya perlindungan lingkungan harus menjadi prioritas untuk mencegah krisis kesehatan mental yang semakin meluas di masa depan.
ADVERTISEMENT