Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Mengupas Perubahan Makna Kata 'Anjim' dari Berbagai Perspektif
16 Desember 2020 15:39 WIB
Tulisan dari Elen Azmiati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Penggunaan kata Anjim saat ini memang sedang viral di jejaring dunia maya maupun dunia nyata. Namun, sebelum membahas lebih dalam mengenai apa itu “Anjim”, alangkah lebih baiknya jika membahas terlebih dahulu apa itu bahasa?
ADVERTISEMENT
Dardjowidjojo mengartikan bahasa sebagai suatu sistem simbol lisan yang arbitrer (manasuka) yang dipakai oleh anggota masyarakat untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya dengan berlandaskan pada budaya yang mereka miliki (Darjowidjojo, 2010:16). Bahasa dapat diartikan sebagai sebuah sistem yang tersusun atas simbol-simbol tertentu yang telah disepakati dan memiliki makna tertentu. Hockett memberikan enam belas ciri khusus yang dimiliki oleh sebuah bahasa yang menjadi pembeda dengan alat komunikasi sosial lainnya, yaitu: Jalur vokal-auditif, penyiaran ke semua jurusan tetapi penerimaan yang terarah, cepet hilang, dapat saling dimengerti, umpan balik yang lengkap, spesialisasi, kebermaknaan, kewenangan, keterpisahan, keterlepasan, keterbukaan, pembelajaran, dualitas struktur, benar atau tidak, refleksifitas, dan dapat dipelajari. Salah satu ciri khusus bahasa yang cukup menonjol yaitu karena sifatnya yang memiliki keterbukaan. Adanya keterbukaan inilah yang menyebabkan suatu bahasa dapat terlahir, berkembang, maupun mati. Selain itu, sifat keterbukkan bahasa dapat pula menjadikan suatu bahasa dapat berubah seiring dengan perkembangan zaman yang ada atau dapat pula disebabkan oleh kondisi maupun situasi tertentu yang mengakibatkan bahasa harus mengalami perubahan baik dari segi bentuk maupun makna.
ADVERTISEMENT
Studi yang memfokuskan diri terhadap kajian kebahasaan disebut dengan studi linguistik. Berdasarkan objek kajiannya, struktur internal bahasa dengan faktor di luar bahasa dibagi menjadi dua yaitu mikro dan linguistik makro. Salah satu subdisiplin objek kajian lingusitik mikro yaitu kajian Semantik. Ilmu Semantik menyelidiki makna atau arti bahasa berdasarkan struktur kebahasaan, baik bersifat leksikal, maupun gramatikal. Tidak hanya itu, dalam ilmu semantik juga membicarakan mengenai perubahan sebuah arti kata. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perubahan arti kata. Subuki membagi sebab-sebab perubahaan arti menjadi dua bagian yaitu: sebab kebahasaan dan sebab non-kebahasaan (Subuki, 2011:105-106). Sebab kebahasaan merupakan sebab perubahaan arti dari bahasa itu sendiri, sedangkan sebab perubahan non-kebahasaan, berasal dari faktor eksternal bahasa seperti: faktor teknologi, perubahaan sosial, pengaruh asing, perluasan bidang pemakaian, kebutuhan istilah baru, tabu dan sebagainya. Kemudian, Chaer membagi jenis-jenis perubahan arti yang dapat dilihat dari adanya berbagai sifat perubahan, yaitu: perubahan yang sifatnya menghaluskan, adanya perubahan yang sifatnya menyempit atau mengkhusus, ada perubahan yang sifatnya halus, ada perubahan yang sifatnya kasar, dan ada pula yang perubahan sifatnya total yakni berubah sama sekali dengan makna semula.
ADVERTISEMENT
Perubahan-perubahan kata menjadi salah satu fenomena berbahasa yang sangat wajar terjadi. Belakangan ini marak terdengar istilah baru di kalangan anak muda, yaitu kata “Anjim”.
Lalu sebenarnya, apakah makna dari kata “Anjim” itu sendiri?
Sebelum mengenal adanya kata “Anjim”, kita lebih dulu mengenal kata Anjrit, Anjir maupun Anjay. Kata “Anjim” muncul setelah adanya polemik mengenai pelarangan penggunaan kata “Anjay” yang beberapa bulan lalu cukup menghebohkan jagat raya. Kata “Anjay” diyakini sebagai plesetan dari kata “Anjing”. Secara gramatikal kata “Anjing” memiliki arti ‘binatang menyusui yang biasa dipelihara untuk menjaga rumah, berburu, dan sebagainya’. Lalu, kata “Anjing” mengalami perluasan makna, terutama bagi masyarakat tutur di Indonesia. Menurut Chaer yang dimaksud dengan perubahan perluasan makna yaitu gejala yang terjadi pada sebuah kata atau laksem yang hanya memiliki makna tertentu, akan tetapi kemudian karena berbagai faktor menjadi memiliki makna lain (Chaer, 2009:140). Kata “Anjing” yang semula berarti sebagai binatang menyusui penjaga rumah, kemudian dapat juga diartikan sebagai sebuah umpatan. Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Dalam budaya Islam hewan anjing dinilai sebagai hewan yang kotor, najis, dan haram. Sehingga kata “Anjing” dianggap mampu merepresentasikan perilaku seseorang atau kejadian tertentu yang dianggap sangat menyebalkan dan diibaratkan sebagai najis, kotor maupun haram.
ADVERTISEMENT
Lalu, apakah “Anjim” selalu merupakan representasi dari sebuah umpatan?
Perlu digarisbawahi bahwa bahasa memiliki sifat keterbukaan, kebermaknaan, kedinamisan, dan berkonteks. Jika merujuk pada fenomena bahasa yang terjadi kata “Anjim” memiliki makna yang luas karena pada dasarnya kata ini memiliki banyak sekali pemaknaan. Penggunaan kata “Anjim” menuai banyak sekali interpretasi, ada yang menyebutnya sebagai ungkapan ekspresi kekaguman, keterkejutan atau dapat pula dikategorikan sebagai kata yang mengungkapkan seruan perasaan (Interjeksi) seperti pada ungkapan “Anjim banget, barang-barang di rumah lu, keren bro! “ Contoh ungkapan tersebut mengindikasikan adanya keterkejutan penutur yang melihat barang-barang mewah yang terdapat di dalam rumah mitra tuturnya. Sedangkan, sebagian kelompok lain justru mengartikan kata “Anjim” sebagai sebuah julukan. Hal ini dikarenakan kata ini dianggap sebagai akronim dari ‘anak gym’ yang memiliki arti ‘sekelompok manusia yang memiliki hobi nge-gym’. Namun tak jarang pula yang mengartikan “Anjim” ini sebagai penghalusan kata dari anjing. Pemaknaan-pemaknaan tersebut bisa saja terjadi, karena pada kenyataannya kecenderungan untuk menghaluskan makna kata tampaknya merupakan gejala umum bagi masyarakat penutur di Indonesia. Mengenai perubahan makna yang meluas maupun menyempit kita dapat dihadapkan dengan sebuah kata atau bentuk yang tetap, namun hanya konsep makna mengenai kata atau bentuk itu yang berubah. Gejala penghalusan semacam ini dapat ditampilkan kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih sopan daripada kata yang akan digantikan.
ADVERTISEMENT
Namun sekali lagi, perlu ditekankan bahwa untuk menentukan makna di balik kata “Anjim” seseorang harus melihat pada konteks pembicaraan yang terjadi. Sama seperti halnya kata “nenek”. Kata “nenek” tidak hanya diartikan sebagai ‘kata sapaan kepada perempuan yang sudah tua saja’. Orang-orang dulu karena kepercayaan atau sebab lainnya mereka mengganti kata Buaya dan Harimau dengan sebutan atau istilah “nenek”. Maka, dalam hal ini konteks pembicaraan dan kultur kebudayaan sangat dibutuhkan dalam mengartikan sebuah makna kata.
Saat ini, penggunaan kata “Anjim” menjadi sangat fenomenal di tengah-tengah masyarakat bahasa, terutama kalangan kaum muda. “Anjim” juga memiliki makna yang sangat beragam, baik sebagai singkatan dari ‘anak gym’, pengungkapan ekspresi keterkejutan, kekaguman, kekesalan hingga dianggap sebagai ragam keakraban. Bahkan fenomena “Anjim” saat ini telah dijadikan sebagai lirik lagu yang tersedia dalam salah satu platform video musik unik yang cukup digandrungi oleh segala kalangan di dunia. Ya, apalagi kalau bukan aplikasi tik tok.
ADVERTISEMENT
Kata “Anjim” menjadi kata yang sangat populer saat ini, dibandingakan dengan kata “Anjrit”, “Anjir”, dan “Anjay”. Hal ini mengindikasikan bahwa benar kebermaknaan, keterbukaan, dan kedinamisan bahasa, membuat bahasa menjadi sangat mudah dalam mengalami perubahan-perubahan baik dari segi bentuk maupun maknanya.
Sumber:
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2010. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Subuki, Makyun. 2011. Semantik: Pengantar Memahami Makna Bahasa. Jakarta: Transpustaka.