Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Sentuhan Seni Kontemporer Jalanan, Wajah Baru Tempat Setor Sampah
31 Juli 2022 17:57 WIB
Tulisan dari Eliza Bhakti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Isu tentang ruang publik kembali marak, sejalan dengan ramainya Citayam Fashion Week. Di kota besar dunia seperti Tokyo, ruang publik menjadi ajang pameran karya seni. Dinding-dinding bangunan yang terbengkalai kerap dijadikan kanvas, untuk menyuarakan keresahan para seniman tentang isu aktual di masyarakat.
Sayangnya mural di Indonesia seringkali dicap sebagai simbol anarkis. Ruang seni jalanan sempat terbuka saat penyelenggaraan Asian Games pada 2018 lampau. Ajang tersebut secara cepat merubah dinding – dinding perkampungan menjadi seni kontemporer jalanan. Meski kini, mulai redup kembali.
ADVERTISEMENT
Sinergi kolaborasi seniman dengan Pemerintah bukan hal yang asing. Pada 2014, Pemerintah kota New York bekerjasama dengan para seniman melahirkan Water Tank Project. Tujuannya untuk menghias menara air tua yang tersebar di penjuru kota, sekaligus kampanye krisis air. Hasilnya cukup berhasil, seniman memiliki wadah berkreasi dan wajah kota dipercantik dengan karya seni.
Sampah dan karya seni. Bagai 2 sisi mata uang yang berbeda. Seni, berkonotasi dengan keindahan sedangkan sampah, seringkali diasosiasikan dengan bau dan hal yang tak sedap dipandang. Bisakah keduanya berpadu dengan manis?
Setor Sampah Anorganik Melalui Manajemen Pengelolaan Sampah Modern
Sampah merupakan sisa dari hasil konsumsi manusia. Jakarta sendiri memproduksi timbulan sampah setinggi Candi Borobudur setiap harinya. Pengelolaan sampah di Jakarta dinilai masih jauh dari optimal.
ADVERTISEMENT
Kini, sudah banyak perusahaan rintisan di sektor manajemen sampah. Salah satunya adalah Rekosistem yang didirikan pada tahun 2018. Pendirinya dua sekawan Ernest Layman dan Joshua Valentino, yang baru-baru ini dianugerahi gelar Forbes 30 Under 30 Asia.
Sebagai manajer sampah, produk utama yang ditawarkan Rekosistem meliputi layanan jemput sampah dan setor sampah ke waste station. Layanannya berfokus pada penggunaan teknologi dalam aplikasinya untuk pengguna individu yang menyetorkan sampah secara mandiri ke waste station.
Perjalanan Waste Station Sebagai Titik Setor Sampah Anorganik
Waste station merupakan ide inovatif dari rekosistem untuk mendukung kegiatan daur ulang sampah. Konsepnya mirip dengan bank sampah, yang membedakan adalah penggunaan aplikasi dan adanya poin berupa uang digital setiap penyetoran sampah.
ADVERTISEMENT
Rekosistem sudah mengelola 52 ton sampah anorganik melalui waste station sejak 2021. Dari total empat waste station, sampah paling banyak terkumpul adalah sampah plastik. Sampah yang terkumpul nantinya akan dikelola dan didaur ulang menjadi material baru.
Sampah yang diterima adalah sampah anorganik yang sudah bersih dan terpilah. Jenis sampah anorganik yang diterima antara lain plastik, kertas, logam, karet dan kaca. Sampah anorganik yang disetorkan harus dalam kondisi bersih dan kering, dan dimasukkan ke dalam tempat tertutup. Jika ingin mendapatkan poin maka perlu melakukan pendaftaran di aplikasi rekosistem.
Sampah yang diterima nantinya akan dipilah ulang menjadi 20 jenis kategori sampah. Setelah terpilah, kemudian didistribusikan ke pengolah masing-masing kategori sampah tersebut. Sampah anorganik akan menjadi material daur ulang dan energi terbarukan. Sedangkan untuk sampah residu akan menjadi biopestisida.
ADVERTISEMENT
Sinergi Kolaborasi Seni dan Waste Station di Ruang Publik
Waste station pertama kali diluncurkan pada 21 Februari 2021 di pintu utara stasiun MRT Blok M. Kios kecil bekas kontainer tersebut, telah mengelola 32 ton sampah anorganik. Operasionalnya buka setiap hari dari pagi hari jam 08.00 hingga sore jam 16.00.
Sebelumnya kios di bawah tangga utara MRT Blok M ini terlihat sederhana, hanya bercat putih dan biru dengan desain konvensional. Namun kini setelah dibedah oleh Wulang Sunu, seniman asal Yogyakarta kios terlihat mencolok. Warna hijau, biru dan oranye sudah nampak dari pintu masuk Mal Blok M. Sang seniman, sebelumnya berkarya melalui teater boneka, Papermoon Puppet Theater (2011-2016).
Integrasi Tempat Pengumpulan Sampah Sementara (TPS) dengan seni masih jadi barang baru. Tempat pengumpulan sampah yang identik dengan lalat dan kesan kumuh, nyatanya bisa disulap jadi karya seni.
ADVERTISEMENT
Kolaborasi antara seniman dan perusahaan rintisan pengelolaan sampah ini merupakan win-win solution. Tidak hanya menyelesaikan permasalahan sampah, waste station juga bisa menjadi wadah berkreasi lewat gambar mural.