Konten dari Pengguna

Merangkul Diri: Proses Memaafkan dan Berdamai dengan Diri Sendiri

Elsa E Puspita
Mahasiswi Psikologi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15 Desember 2024 1:32 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Elsa E Puspita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: pexels.com
ADVERTISEMENT
Sering kali, kita adalah hakim paling kejam bagi diri sendiri, menghukum dengan rasa bersalah dan penyesalan yang tak kunjung usai. Memaafkan diri sendiri bukan hanya tentang menghapus kesalahan, tetapi juga tentang menerima ketidaksempurnaan diri kita. Memaafkan diri bukanlah sebuah pilihan — itu adalah kewajiban yang harus kita penuhi untuk bisa bertumbuh. Tanpa pemaafan terhadap diri sendiri, kita akan terus terperangkap dalam luka lama, membebani langkah kita untuk bergerak maju. Pemaafan sering kali dianggap sebagai proses yang rumit, bahkan bagi banyak orang, itu bisa terasa seperti tugas yang mustahil. Namun, menurut Robert Enright, seorang psikolog terkemuka yang telah meneliti kekuatan pemaafan, ada cara untuk menghadapinya dengan langkah-langkah yang sistematis dan penuh pertimbangan. Enright menyatakan, "Pemaafan adalah pekerjaan berat. Saya kadang menyebutnya sebagai operasi hati," dalam situs web resminya. Dalam konsep The Four Phases of Forgiving, (Enright, 2001) mengungkapkan tahapan-tahapan yang bisa membantu kita untuk melepaskan beban emosional, menyembuhkan luka batin, dan meraih kedamaian sejati. Dalam artikel ini, kita akan mengulas empat fase pemaafan yang dapat mengubah cara kita melihat dan merespons perasaan terluka, memberi kita kesempatan untuk memulai perjalanan penyembuhan yang lebih baik.
ADVERTISEMENT

1. Uncovering Phase

Proses pemaafan menurut Robert Enright, yang dimulai dengan pengakuan atas kesalahan atau penyesalan yang kita rasakan, serta pemahaman tentang dampaknya terhadap kehidupan kita. Kita perlu menghadapi kenyataan mengenai apa yang telah terjadi, baik itu keputusan buruk, kesalahan, atau kegagalan yang membuat kita merasa kecewa dengan diri kita sendiri.
Pada tahap pertama ini, kita harus benar-benar memahami bagaimana kesalahan atau kegagalan tersebut memengaruhi hidup kita — apakah itu merusak rasa percaya diri, hubungan dengan orang lain, atau pandangan kita terhadap diri kita sendiri. Selanjutnya, kita perlu memilih untuk memaafkan diri kita, yang bisa dimulai dengan menyadari bahwa setiap orang pasti membuat kesalahan dan kita pun berhak untuk belajar dari pengalaman tersebut, bukan terperangkap dalam hukuman atas masa lalu kita.
ADVERTISEMENT
Dalam memaafkan diri sendiri, kita harus memberi ruang untuk merasakan dan mengatasi perasaan seperti marah, malu, atau bersalah setelah melakukan kesalahan. Dengan menyelami lebih dalam dan memahami alasan di balik tindakan kita, kita bisa mengurangi rasa bersalah dan mulai menerima diri kita, dengan segala kekurangan yang ada. Pada akhirnya, pemaafan diri bukan hanya tentang memaafkan kesalahan yang telah lalu, tetapi juga tentang melepaskan beban emosional yang menghalangi kita untuk tumbuh dan melanjutkan hidup dengan kedamaian batin.

2. Decision Phase

Pada fase keputusan, pemaafan dimulai dengan pemahaman bahwa memaafkan itu penting, meskipun terkadang sulit. Untuk mereka yang terjebak dalam kemarahan atau rasa bersalah, pemaafan sering kali dimulai dengan menyadari bahwa membiarkan luka itu terus ada hanya akan memperburuk keadaan. Keputusan untuk memaafkan biasanya muncul saat kita merasa lelah dengan penderitaan yang tak kunjung reda.
ADVERTISEMENT
Memaafkan diri sendiri berarti kita harus berhenti terus-menerus menyalahkan diri kita. Proses ini dimulai dengan keputusan untuk melepaskan rasa marah atau penyesalan yang ada dalam diri kita. Walaupun sulit, karena kita sering merasa berhak untuk kecewa dengan diri sendiri, kita perlu menyadari bahwa perasaan itu justru semakin memperburuk keadaan. Dengan mengenali dan melepaskan perasaan-perasaan tersebut, kita memberi ruang untuk penyembuhan dan menghentikan siklus perasaan buruk yang tak ada habisnya.

3. Work Phase

Fase ini mengajarkan kita untuk melihat kesalahan yang telah dibuat dengan cara yang lebih realistis, bukan sekadar menganggapnya sebagai kegagalan yang tidak bisa dimaafkan. Sama seperti kita berusaha melihat orang lain dengan pengertian, kita juga perlu memberi diri kita ruang untuk menerima bahwa kesalahan adalah bagian dari menjadi manusia. Langkah pertama untuk memaafkan diri adalah dengan memahami lebih dalam alasan di balik kesalahan yang kita buat. Apa yang memengaruhi keputusan kita? Ketidakpuasan, ketakutan, atau perasaan tidak cukup baik mungkin turut berperan. Dengan memahami hal ini, kita bisa mulai mengurangi rasa marah atau kecewa terhadap diri sendiri dan mengembangkan empati.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, kita perlu memberi diri kita "hadiah moral" berupa pemaafan, yaitu melepaskan rasa bersalah yang terus menghantui, meskipun kita merasa tak pantas memaafkan diri. Pemaafan diri bukan berarti kita melupakan kesalahan, tapi memberi ruang untuk belajar dan tumbuh tanpa terus terjebak dalam perasaan negatif. Seperti yang ditekankan oleh Enright, pemaafan tidak selalu berarti rekonsiliasi, dan memaafkan diri sendiri juga tidak berarti kita sepenuhnya mengabaikan kesalahan tanpa memetik pelajaran. Dimulai dengan melihat diri kita dengan kasih sayang, bukan dengan kritik berlebihan.

4. Deepening Phase

Pada fase pendalaman, pemaafan membantu kita memahami lebih dalam penderitaan yang kita alami. Kita mulai menyadari bahwa dengan memaafkan, kita bisa bebas dari perasaan negatif seperti kemarahan, dendam, dan kebencian. Pemaafan juga memberi kita makna baru dari pengalaman yang menyakitkan dan memberikan tujuan hidup yang lebih jelas. Fase ini mengajarkan kita bahwa dengan memaafkan diri sendiri, kita bisa melepaskan diri dari "penjara emosional" yang kita buat, seperti rasa bersalah atau penyesalan, dan menemukan makna serta tujuan baru meskipun kita pernah membuat kesalahan.
ADVERTISEMENT
Pemaafan diri juga membuka kesadaran untuk lebih berempati terhadap diri sendiri, mengakui bahwa kesalahan adalah bagian dari menjadi manusia, dan kita tidak perlu terjebak dalam rasa malu atau bersalah yang berlarut-larut. Proses ini membantu kita menyadari bahwa kita juga perlu meminta maaf kepada diri sendiri dan memperbaiki hubungan dengan diri kita yang rusak oleh keputusan masa lalu.
Enright menekankan bahwa pemaafan adalah perjalanan panjang yang melibatkan berduka, merasakan kemarahan, dan akhirnya melepaskannya. Pemaafan diri pun demikian—ini bukan proses yang cepat atau bisa dipaksakan, tetapi perjalanan emosional yang membutuhkan waktu dan pengertian.
Proses memaafkan diri sendiri memang bukan hal yang mudah, tetapi dengan kesabaran dan pemahaman, kita bisa membebaskan diri dari beban emosional yang menghalangi kita untuk tumbuh. Setiap langkah kecil yang kita ambil dalam perjalanan ini adalah langkah menuju kedamaian dan penerimaan diri. Semoga artikel ini memberi wawasan dan inspirasi untuk memulai perjalanan penyembuhan diri. Ingatlah, pemaafan adalah hadiah terbesar yang bisa kita berikan kepada diri kita sendiri.
ADVERTISEMENT