Konten dari Pengguna

Positif yang Berlebih Bisa Menjadi Bahaya

Elya Berliana Prastiti
Mahasiswa Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta
13 Juli 2022 21:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Elya Berliana Prastiti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Be Positive/Unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Be Positive/Unsplash.com
ADVERTISEMENT
Memiliki pikiran yang positif dalam kehidupan memang baik. Namun, jika terlalu positif juga akan berbahaya, loh!. Hidup tidak selamanya positif, sesekali kita dihadapkan oleh kondisi yang menyakitkan hingga muncul berbagai emosi.
ADVERTISEMENT
Ketika melihat seorang teman sedang bersedih atau ingin menyerah, rasanya ingin mengutarakan kata-kata penyemangat untuknya, seperti “Yuk, bisa yuk” atau “Nanti juga berlalu, tenang saja”. Namun, tanpa sadar kata-kata tersebut bisa membuat seseorang atau bahkan diri sendiri menepis semua emosi negatif. Kondisi seperti ini disebut Toxic Positivity.
Apa itu Toxic Positify?
Melansir dari Healthline, Dr. Jaime Zuckerman, seorang Psikolog Klinis di Pennsylvania mengatakan, toxic positivity adalah asumsi, baik oleh diri sendiri atau orang lain. Terlepas dari rasa sakit emosional seseorang atau situasi sulit, mereka hanya boleh memiliki pola pikir positif.
Pendapat lain yang dilansir dari Bustle, Karen R. Koenig, LCSW mengungkapkan, toxic positivity melibatkan fokus, membiarkan diri merasakan atau hanya mengekspresikan emosi yang dianggap positif oleh budaya kita, karena membuat kita merasa baik.
ADVERTISEMENT
Jadi, Toxic Positivity adalah perilaku atau usaha seseorang untuk selalu berpikir dan berbuat positif. Namun, tidak memedulikan seberapa buruk kondisi yang sedang dialami, hingga mengabaikan emosi dan perasaan negatifnya. Dengan kata lain, toxic positivity itu hanya berfokus pada hal-hal yang positif saja.
Sering kita dengar istilah “It’s Okay Not To Be Okay” tidak masalah memperlihatkan kondisi yang sedang tidak baik-baik saja. Semua orang berhak mengekspresikan emosi negatifnya. Tak perlu berpura-pura bahagia di depan orang lain, sampai mengabaikan perasaan yang sebenarnya.
Menekan emosi negatif juga tidak membuat perasaan yang sebenarnya hilang. Justru akan semakin menumpuk, dan berdampak bahaya bagi kesehatan mental.
Kalimat positif yang sering dilontarkan kepada seseorang ketika sedang mengalami situasi yang sulit, terkesan seperti menghakimi, bahkan terlihat tidak memiliki empati. Sebab, kalimat tersebut berbanding terbalik dengan apa yang dirasakan. Oleh karena itu, harus dihindari ucapan-ucapan yang menjurus ke arah toxic positivity.
ADVERTISEMENT
Mengapa Toxic Positivity berbahaya?
Mengutip dari Verywellmind, toxic positivity dapat membahayakan seseorang yang sedang mengalami situasi sulit.
Ketika seseorang sedang mengalami kondisi yang buruk, perlu diketahui bahwa emosi mereka sebenarnya valid atau benar. Toxic positivity justru memberi tahu, emosi yang dirasakan tidak dapat diterima.
Ini menyampaikan pesan, jika kamu tidak menemukan cara untuk merasa positif, bahkan dalam menghadapi masalah, itu berarti kamu melakukan sesuatu yang salah.
Toxic positivity ini menghindar dari situasi emosional yang mungkin membuat seseorang merasa tidak nyaman. Ketika mulai merasakan emosi yang sulit, seseorang akan mengabaikan atau menyangkalnya.
Bagaimana menghindari Toxic Positivity?
Terima dan rasakan semua emosi kamu, dari yang baik sampai buruk. Mengabaikan semua perasaan itu justru akan membuat ketidaknyamanan dalam diri. Keluarkan apa yang kamu rasakan melalui emosi negatif, bisa dituang dalam bentuk tulisan atau lisan.
ADVERTISEMENT
Ketika seseorang sedang mengekspresikan emosi negatifnya, jangan memberinya nasihat dengan kalimat-kalimat toxic, seperti “Semua ada hikmahnya”, “Bersyukur, masih banyak yang lebih buruk daripada kamu”, dan lainnya. Kalimat tersebut bisa diganti dengan memberi tahu bahwa apa yang dirasakannya itu normal, dan kamu ada di sana untuk mendengarkannya.
Saat seseorang menghadapi situasi yang sulit, wajar jika merasa stres, khawatir, atau takut. Namun, jangan berlarut-larut dalam kesedihan. Berusaha untuk bangkit, fokus pada perawatan diri dan mengambil jalan keluar untuk kondisi tersebut.
Perasaan atau emosi negatif itu penting dan perlu dirasakan. Lebih baik menerima apa adanya dan berdamai dengan perasaan yang sedang kamu rasakan, agar tidak terjebak dalam toxic positivity. Mengeluarkan semua emosi negatif akan membuat diri dan hatimu menjadi lega.
ADVERTISEMENT
(Elya Berliana Prastiti/Politeknik Negeri Jakarta)