Konten dari Pengguna

Teknologi Surya untuk Dapur Gizi, Langkah Nyata Menuju Keadilan Sosial

Eko Margana
Pemerhati Pangan dan Pertanian di Pangan Institute
1 Mei 2025 20:51 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eko Margana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Ahli Gizi. Foto: RossHelen/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Ahli Gizi. Foto: RossHelen/Shutterstock
foto: Pemerhati Pangan dan Pertanian Nasional, Eko Margana. Dok:
zoom-in-whitePerbesar
foto: Pemerhati Pangan dan Pertanian Nasional, Eko Margana. Dok:
ADVERTISEMENT
Pemerataan gizi dan ketahanan pangan nasional adalah fondasi penting dalam membangun masyarakat yang sehat, produktif, dan berdaya saing. Namun, tantangan besar masih membayangi daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau oleh infrastruktur dasar, termasuk akses terhadap energi seperti gas dan listrik. Di sinilah peran Badan Gizi Nasional (BGN) sangat krusial, tidak hanya sebagai pelaksana program, tetapi sebagai motor integrasi berbagai elemen pembangunan. Ketahanan pangan tidak bisa berdiri sendiri. Ia harus menjadi bagian dari satu sistem terpadu yang menyatukan sektor energi, infrastruktur, pendidikan, ekonomi lokal, dan tentunya layanan gizi masyarakat. Pendekatan silo yang terpisah-pisah tidak akan mampu menjawab tantangan kompleks seperti kemiskinan ekstrem, stunting, atau ketimpangan antarwilayah. Salah satu aspek yang mendesak untuk diperhatikan adalah keberadaan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang berada di wilayah-wilayah sulit akses. Saat ini, sebagian besar dapur tersebut masih bergantung pada energi fosil atau bahkan belum memiliki sumber energi sama sekali. Akibatnya, program gizi yang seharusnya menyentuh akar permasalahan justru mandek karena kendala teknis dan logistik. Sebagai solusi, BGN harus mulai melirik teknologi terbarukan, khususnya tenaga surya, untuk membangun dapur-dapur SPPG yang mandiri energi. Memang, secara biaya, dapur berbasis sel surya bisa mencapai dua kali lipat lebih mahal dibandingkan dapur konvensional. Namun, investasi ini bukan semata soal angka. Ini adalah wujud nyata dari keberpihakan negara terhadap keadilan sosial. Bayangkan manfaat yang bisa diraih: dapur yang mampu beroperasi tanpa tergantung pada distribusi gas atau jaringan listrik nasional, ketersediaan layanan gizi yang berkelanjutan, dan peningkatan kapasitas lokal melalui pelatihan dan pemanfaatan teknologi bersih. Tak hanya menyelesaikan masalah teknis, pendekatan ini juga membuka ruang pemberdayaan masyarakat. Di tengah gencarnya transisi energi dan komitmen Indonesia terhadap pembangunan berkelanjutan, mendorong dapur-dapur gizi berbasis energi terbarukan adalah langkah cerdas dan strategis. Selain mendukung ketahanan pangan, langkah ini juga sejalan dengan upaya menurunkan emisi karbon dan memperluas akses energi ramah lingkungan. Sudah saatnya kita melihat pembangunan gizi tidak hanya dari sisi distribusi pangan, tetapi sebagai bagian dari transformasi sosial dan ekologis. Keadilan sosial bukan hanya tentang membagi sumber daya secara adil, tetapi juga memastikan bahwa semua warga negara, di manapun mereka berada, memiliki akses yang setara terhadap pelayanan dasar—termasuk gizi dan energi. Dengan dorongan kebijakan yang tepat dan keberanian berinovasi, dapur surya untuk SPPG bisa menjadi simbol baru dari ketahanan pangan Indonesia: berkelanjutan, inklusif, dan berkeadilan. Oleh: Eko Margana (Pemerhati Pangan dan Pertanian Nasional)
ADVERTISEMENT