Konten dari Pengguna

Di Balik Senyum Ibu: Kisah Lelah yang Tak Terucapkan

Enis Fauziah
Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta
11 Juni 2024 19:04 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Enis Fauziah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Senyuman sang Ibu. Foto : dokumen pribadi/Enis Fauziah
zoom-in-whitePerbesar
Senyuman sang Ibu. Foto : dokumen pribadi/Enis Fauziah
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pernahkah kamu memperhatikan senyuman lembut di wajah ibumu ketika ia menatapmu, bahkan di saat-saat yang paling melelahkan? Mungkin kamu merasa itu adalah hal yang biasa, namun sebenarnya di balik senyuman itu, ada cerita tentang kelelahan yang tak terucapkan dan matanya tak pernah bohong memperlihatkan dengan sangat jelas kondisinya saat lelah dan ingin beristirahat.
ADVERTISEMENT
Aku mengenal ibuku sebagai sosok yang begitu kuat namun sering kali menyembunyikan kelelahan di balik senyuman hangatnya. Setiap pagi, sebelum fajar menjelma, ia sudah sibuk menunaikan ibadahnya, menyeduh kopi dan teh untuk keluargaku, serta mengatur napasnya sejenak sebelum memulai hari yang penuh dengan rutinitas. Aku sering bertanya-tanya, dari mana asal energi dan kekuatan itu? Dari mana ia bisa tetap berdiri tegak walau tubuhnya mungkin sudah berteriak lelah?
Ibu, seorang perempuan yang penuh kekuatan namun kerap menyembunyikan kelelahan di balik senyuman hangatnya. Ia tidak ingin aku melihat betapa beratnya beban yang ia pikul setiap harinya. Dari mengurus rumah tangga, bekerja, hingga memastikan bahwa kami, anak-anaknya, selalu mendapatkan yang terbaik, semuanya ia lakukan dengan cinta yang tulus. Namun, apakah aku benar-benar memahami betapa besar pengorbanannya?
ADVERTISEMENT
Pernah suatu kali, ketika aku masih kecil, aku terbangun di tengah malam. Aku melihat ibu duduk di atas sajadah dengan air mata yang mengalir deras, sambil berdoa dengan harapan yang tulus untuk anak-anaknya. Air matanya membasahi mukena putih yang dipakainya, membasahi juga alat sholat yang masih ia kenakan. Wajahnya tampak begitu lelah, namun ketika ia menyadari kehadiranku, senyumnya kembali merekah. "Kenapa kamu bangun, Nak? Tidurlah, besok kamu harus sekolah," katanya lembut sambil mengelus rambutku. Namun, ketika aku bertanya mengapa, ia hanya menjawab dengan senyuman dan mengatakan bahwa tidak apa-apa. Tapi, dari matanya yang berkaca-kaca, aku tahu bahwa jawaban itu hanya sebuah bentuk pengorbanan dan kelelahan yang ia sembunyikan.
Aku yang masih kecil tak bisa memahami sepenuhnya apa yang terjadi, namun kini aku menyadari bahwa saat itu mungkin ia sedang memikirkan banyak hal. Pekerjaan, keuangan keluarga, kesehatan kami, dan banyak lagi. Semua itu ia pikirkan sendiri, tanpa ingin membebani kami dengan kekhawatirannya. Seiring berjalannya waktu, kita tumbuh dewasa dan sering kali lupa bahwa ibu kita juga butuh istirahat. Kita sibuk dengan urusan kita sendiri, lupa menanyakan bagaimana kabarnya, apakah ia butuh bantuan, atau sekadar butuh teman untuk bercerita. Kita sering kali terjebak dalam pikiran bahwa ibu adalah sosok yang kuat dan tak pernah lelah.
ADVERTISEMENT
Padahal, di balik kekuatan itu, ada kelelahan yang sering kali ia simpan sendiri. Mungkin kita jarang melihatnya menangis, tapi bukan berarti ia tak pernah merasa sedih. Mungkin kita jarang melihatnya mengeluh, tapi bukan berarti ia tak pernah merasa berat. Ibu adalah manusia biasa, yang juga punya batasan. Ada satu momen yang selalu teringat di benakku. Saat itu aku sudah dewasa dan berkuliah di daerah ini. Ibu meneleponku di suatu malam, suaranya terdengar ceria seperti biasa. Kami berbicara tentang banyak hal, dari pekerjaan hingga rencana liburan. Namun di tengah percakapan, aku mendengar suaranya sedikit bergetar. "Nak, kamu kapan pulang? Ibu kangen," katanya.
Hatiku mencelos mendengar itu. Selama ini, aku terlalu sibuk dengan urusanku sendiri, hingga lupa bahwa ibu juga butuh kehadiranku. Di balik kata-katanya yang sederhana, ada rindu yang tak terucapkan, ada kelelahan yang mungkin bisa sedikit terobati dengan kehadiranku. Aku pun memutuskan untuk pulang di akhir pekan itu. Saat bertemu, aku bisa melihat senyum bahagia di wajahnya, meskipun mata lelahnya tak bisa sepenuhnya disembunyikan. Kami menghabiskan waktu bersama, bercerita banyak hal. Saat itulah aku menyadari bahwa kehadiran kita, perhatian kita, adalah obat terbaik untuk kelelahan ibu.
ADVERTISEMENT
Ibu mungkin tak pernah meminta banyak. Ia hanya ingin melihat kita bahagia dan sukses. Namun, di balik semua itu, ia juga butuh dukungan kita. Sesekali tanyakan kabarnya, ajak ia berbicara, dengarkan ceritanya. Ibu mungkin tak selalu menunjukkan kelelahannya, tapi kita bisa melihat dari tatapan matanya, dari pelukan hangatnya.
Aku pun menyadari bahwa menjadi lebih peka terhadap perasaan dan kebutuhan ibu adalah langkah yang sangat penting. Saat kita mulai memahami bahwa ibu kita juga manusia dengan kelelahan dan emosi, kita bisa lebih bijaksana dalam bertindak. Menghargai kehadirannya, memberikan dukungan, dan menjaga komunikasi yang baik adalah cara terbaik untuk menghormati peran dan pengorbanan yang telah ia lakukan sepanjang hidupnya.
Dalam perjalanan hidupku, aku belajar bahwa kekuatan sejati ibu bukan hanya terletak pada fisiknya yang tangguh, tetapi juga pada kekuatan emosional dan mentalnya yang luar biasa. Ia mampu menghadapi segala tantangan dengan penuh keberanian dan keteguhan hati, tanpa mengeluh atau mencari pujian. Itulah mengapa aku selalu merasa terinspirasi dan bersyukur memiliki seorang ibu yang begitu istimewa.
ADVERTISEMENT
Dalam setiap langkah yang kutempuh, aku selalu membawa dalam hati semangat dan kasih sayang yang ibu tanamkan. Ia adalah teladan yang mengajarkan aku tentang kesabaran, ketabahan, dan keikhlasan. Meskipun kadang terlupakan karena kesibukan dan urusan sehari-hari, namun peran serta ibu dalam membentuk diriku tidak akan pernah pudar.
Setiap momen yang kami lewati bersama adalah berharga bagiku. Saat kami berdua duduk bersama, mengobrol tentang segala hal, itu adalah waktu yang sangat berarti. Melihat senyuman bahagianya, mendengarkan cerita dan pengalaman hidupnya, itu semua membuatku semakin menghargai dan mencintai ibu lebih dalam.
Aku berjanji untuk selalu ada untuk ibu, seperti yang ia lakukan untukku. Aku akan mengingatkan diriku sendiri bahwa ibu juga butuh istirahat, perhatian, dan cinta. Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk membuatnya bahagia dan bangga memiliki anak seperti aku.
ADVERTISEMENT