Konten dari Pengguna

Pinjaman Online Ilegal Semakin Merajalela, Bagaimana Hukumnya?

Eka Kurnia Chrislianto
Advokat dan Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak
15 Oktober 2021 20:05 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eka Kurnia Chrislianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pinjaman Online Illegal Menyalahgunakan Data Pribadi. Sumber: Pexels.com/Sora Shimazaki.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pinjaman Online Illegal Menyalahgunakan Data Pribadi. Sumber: Pexels.com/Sora Shimazaki.
ADVERTISEMENT
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan seluruh jajarannya agar menindak tegas penyelenggara financial technology peer to peer lending (fintech P2P lending) atau biasa dikenal pinjaman online (pinjol) ilegal. Sebab pinjol ilegal telah merugikan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Mengutip Kumparan, Polda Metro Jaya menggerebek 7 ruko di kawasan perumahan elite Green Lake, Kota Tangerang, Kamis (14/10). Ruko tersebut merupakan markas pinjaman online (pinjol) ilegal.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, dari 7 ruko tersebut diamankan 32 karyawan pinjol. Lokasi penggerebekan juga telah dipasangi garis polisi.
“Penggerebekan di PT ITN, di ruko ini ada 7 ruko, ada 4 lantai, ada 13 aplikasi yang digunakan PT ini, 3 legal dan 10 ilegal,” ujar Yusri di Tangerang, Kamis (14/10).
Berdasarkan Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sampai dengan tanggal 25 Agustus 2021, total jumlah penyelenggara fintech peer-to-peer lending atau fintech lending yang terdaftar dan berizin di OJK adalah sebanyak 116 penyelenggara.
ADVERTISEMENT
Namun, meski sudah marak dan banyak kasus-kasus mengenai pinjaman online, bagaimana dari pandangan hukum mengenai Fintech Lending (Pinjol) ini?
Saat mendengar istilah Fintech tentu saja identik dengan pinjaman online padahal belum tentu semua fintech selalu identik dengan pinjaman online, kalau begitu apa yang dimaksud Fintech itu dan bedanya dengan Pinjol?
Mengutip FAQ Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia, Fintech adalah sebuah inovasi pada industri jasa keuangan yang memanfaatkan penggunaan teknologi. Produk fintech biasanya berupa suatu sistem yang dibangun guna menjalankan mekanisme transaksi keuangan yang spesifik.
Melansir Investopedia, istilah Fintech (Financial Technology) atau Teknologi Keuangan digunakan untuk menggambarkan teknologi baru yang berupaya meningkatkan dan mengotomatiskan pengiriman dan penggunaan layanan keuangan melalui dalam jaringan (daring).
ADVERTISEMENT
Pada intinya, Fintech digunakan untuk membantu perusahaan, pemilik bisnis, dan konsumen mengelola operasi keuangan, proses, dan kehidupan mereka dengan lebih baik dengan memanfaatkan perangkat lunak dan algoritme khusus yang digunakan pada komputer, smartphone, dan lain sebagainya.
Terus hubungannya dengan Pinjaman online apa? Kemudian ada istilah Fintech Lending atau Fintech Peer-to-Peer Lending. Fintech Lending atau disebut juga Fintech Peer-to-Peer Lending atau dalam bahasa (resminya) dikenal dengan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) adalah salah satu inovasi pada bidang keuangan dengan pemanfaatan teknologi yang memungkinkan pemberi pinjaman dan penerima pinjaman melakukan transaksi pinjam meminjam tanpa harus bertemu langsung. (Pasal 1 angka 3 POJK 77/2016)
Mekanisme transaksi pinjam meminjam dilakukan melalui sistem yang telah disediakan oleh Penyelenggara Fintech Lending, baik melalui aplikasi maupun laman website. Ini yang secara umum dikenal dengan Pinjaman Online atau Pinjol.
ADVERTISEMENT
Terus, apakah beda Fintech dengan Fintech Lending? Fintech itu bersifat umum dan tidak terbatas pada satu industri jasa keuangan tertentu. Sedangkan, Fintech Lending/Lending terbatas pada inovasi jasa keuangan pada transaksi pinjam meminjam saja.
Siapa Penyelenggara Fintech Lending?
Penyelenggara Fintech Lending dapat berupa suatu badan hukum atau koperasi yang memiliki sistem untuk melaksanakan mekanisme transaksi pinjam meminjam secara online, baik melalui aplikasi maupun laman website resmi Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia.
Bagaimana cara kerja Fintech Lending?
Penyelenggara Fintech Lending hanya berperan sebagai perantara yang mempertemukan pemberi pinjaman dan penerima pinjaman. Pemberi pinjaman dan penerima pinjaman terlebih dahulu harus melakukan registrasi dan mengisi data diri yang diperlukan sebelum dapat mengajukan pemberian pinjaman ataupun permohonan pinjaman.
ADVERTISEMENT
Peraturan terkait Fintech Lending tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI).
Apa Saja yang Diatur Dalam POJK 77/2016?
Ketentuan Umum, Penyelenggaraan, Pengguna Jasa LPMUBTI, Perjanjian, Mitigasi Risiko, Tata Kelola Sistem TI, Edukasi dan Perlindungan Pengguna LPMUBTI, Tanda Tangan Elektronik, Prinsip dan Teknis Pengenalan Nasabah, Larangan, Laporan Berkala, Sanksi, Ketentuan Lain, Ketentuan Peralihan, Ketentuan Penutup.
Lalu, apakah Fintech Lending harus terdaftar atau berizin? Jelas, penyelenggara Fintech Lending harus mendapatkan tanda terdaftar sebelum menjalankan kegiatan operasionalnya.
Kemudian, maksimal 1 (satu) tahun setelah mendapatkan tanda terdaftar, penyelenggara wajib mengajukan permohonan perizinan ke OJK.
Apakah perbedaan Penyelenggara Fintech Lending terdaftar dengan berizin? Keduanya dapat menjalankan kegiatan operasional sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penyelenggara terdaftar dapat menjalankan kegiatan operasional hingga 1 (satu) tahun setelah mendapat tanda terdaftar dan selanjutnya wajib mengajukan permohonan perizinan, apabila tidak mengajukan permohonan perizinan maka penyelenggara terdaftar harus mengembalikan tanda terdaftarnya kepada OJK. Sementara Penyelenggara berizin tidak memiliki masa kedaluwarsa atas tanda berizin yang dimilikinya.
ADVERTISEMENT
Perlu diketahui juga bahwa Pembatalan Tanda Bukti Terdaftar belum menyampaikan pemenuhan persyaratan perizinan maka penyelenggara tidak memenuhi ketentuan Pasal 10 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, maka dilakukan Pembatalan Tanda Bukti Terdaftar.
Lantas Bagaimana Perkembangan dan Melihat Mana Saja Perusahaan Pinjaman Online yang Sudah Terdaftar dan Memiliki Izin?
Dalam laporannya pertanggal 25 Agustus 2021, terdapat penambahan 9 (sembilan) penyelenggara Fintech Lending berizin sehingga jumlah penyelenggara fintech lending berizin menjadi 77 penyelenggara. Adapun penambahan 9 (sembilan) penyelenggara fintech lending berizin dimaksud yaitu:
1. PT Tani Fund Madani Indonesia;
2. PT Ringan Teknologi Indonesia;
3. PT Grha Dana Bersama;
4. PT Gradana Teknoruci Indonesia;
5. PT Inclusive Finance Group;
ADVERTISEMENT
6. PT IKI Karunia Indonesia;
7. PT Bursa Akselerasi Indonesia;
8. PT iGrow Resources Indonesia; dan
9. PT Adiwisista Finansial Teknologi.
Selain itu, terdapat 5 (lima) pembatalan tanda bukti terdaftar fintech lending yaitu, (i) PT Satrio Jaya Persada; (ii) PT Teknologi Indonesia Sentosa; (iii) PT PAM Finansial Teknologi; (iv) PT Coco Digital Technology; dan (v) PT Evian Teknologi Indonesia dikarenakan ketidakmampuan penyelenggara meneruskan kegiatan operasional.
Untuk lebih lanjutnya selalu mengikuti informasi yang selalu rilis resmi di laman Otoritas Jasa Keuangan.
Lantas Apa Langkah Hukum yang Dapat Diambil Jika Ada Transfer Dana yang Masuk Secara Misterius?
Hal lain yang wajib diketahui oleh masyarakat adalah transfer dana oleh pinjol ilegal secara tiba-tiba bisa dilakukan tanpa sepengetahuan pemohon karena beberapa kemungkinan.
ADVERTISEMENT
Yang pertama, nasabah pernah mengakses situs website atau aplikasi pinjaman online ilegal. Data nasabah pun terinput dan memberikan akses ke seluruh kontak dan galeri, meski pinjaman telah dibatalkan atau ditolak. Kedua, nasabah merupakan korban dari penyalahgunaan data yang telah dilakukan oknum pelaku penyebar atau jual-beli data.
Lantas apakah ada aturan terkait Lainnya tentang Pinjaman Online? Iya, ada kok, selain pengaturan pinjol berbasis teknologi informasi termuat dalam POJK Nomor 77/POJK.01/2016. Sedangkan, aspek kewenangan OJK terhadap inovasi keuangan digital di sektor jasa keuangan diatur dalam POJK Nomor 13 /POJK.02/2018.
OJK diberi kewenangan berkaitan erat terhadap pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Secara spesifik, OJK berwenang melakukan pengawasan penyelenggaraan pinjol yang terdaftar.
ADVERTISEMENT
Pengawasan OJK berkenaan dengan kewajiban bagi penyelenggara untuk menyampaikan laporan berkala secara elektronik kepada OJK, baik laporan bulanan maupun laporan tahunan. Termasuk di dalamnya memuat laporan atas pengaduan Pengguna disertai tindak lanjut penyelesaian pengaduan.
Atas aduan korban tersebut, lantas bagaimana peran OJK?
Perlu dicatat bahwa yang berwenang dalam melakukan pengawasan dan penindakan pinjol ilegal adalah Satgas Waspada Investasi (SWI). Berupa sanksi administratif. Baik berupa peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha dan pencabutan izin.
Adapun Satgas Waspada Investigasi (SWI) yang bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi & Informasi (Kemenkominfo). Satgas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan tentu saja dengan kerja sama dengan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam hal ini Kepolisian Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Apakah hanya itu Aturannya, kok rasanya kurang terlindungi dan tetap masih marak orang-orang yang jadi korban pinjol?
Sejatinya, Perlindungan Privasi dan Data Pribadi Warga Negara Secara konstitusional, menyatakan Negara berkewajiban untuk melindungi privasi dan data penduduk. Sebagaimana Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ("UUD NRI 1945") berbunyi:
Mengutip Hukum Online, secara umum Peraturan perundang-undangan yang melindungi data pribadi di Indonesia, antara lain:
ADVERTISEMENT
Untuk di level UU sendiri kita punya Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik belum mengandung peraturan khusus tentang perlindungan data pribadi. Meskipun dalam ketentuannya terdapat Pasal 26 ayat (1) dan penjelasan UU 19/2016 yang berbunyi begini:
Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights) yang merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang seharusnya dijamin.
Hak pribadi mengandung pengertian sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Kemudian kita punya Pasal 1 Angka 29 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik yang mana menjelaskan definisi data pribadi adalah setiap data tentang seseorang baik yang teridentifikasi dan/atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui Sistem Elektronik dan/atau nonelektronik.
Kemudian, Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik, data pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya.
Dikarenakan dilindungi kerahasiaannya, maka siapa pun tidak boleh dengan sengaja/tidak sengaja memanfaatkan data pribadi seseorang tanpa seizin dari pemilik.
ADVERTISEMENT
Kemudian dalam Pasal 36 Permenkominfo 20/2016, bagi pelaku usaha yang menyalahgunakan data dapat dikenakan sanksi administratif, berupa: peringatan lisan; peringatan tertulis; penghentian sementara kegiatan; dan/atau pengumuman di situs dalam jaringan (website online).
Maka, berdasarkan dua ketentuan di atas, nasabah yang data pribadinya disalahgunakan oleh layanan fintech atau fintech lending dapat mengajukan gugatan untuk ganti kerugian (Pasal 26 ayat (2) UU ITE) dan/atau mengajukan pengaduan berdasarkan Pasal 36 Permenkominfo 20/2016 di atas, jadi tidak melulu jalur Pidana karena belum tentu uang kembali.