Konten dari Pengguna

Platform Merdeka Mengajar dan Proses Menjadi Pembelajar Sepanjang Hayat

Eri Nugroho
Purwokerto-based educator and educational journalist. Elementary teacher at Sekolah Dasar UMP.
8 Mei 2024 8:49 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eri Nugroho tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Pixabay.com
ADVERTISEMENT
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) merilis Platform Merdeka Mengajar (PMM) pada acara Merdeka Belajar Episode ke-14 (11/2/22). Dalam perilisannya, PMM memiliki tiga fungsi utama, yakni membantu guru mengajar, belajar dan berkarya. Secara sederhana, PMM dapat berfungsi sebagai wadah guru untuk belajar dan berkolaborasi.
ADVERTISEMENT
Platform ini hadir untuk membantu guru dalam mengakses informasi bermanfaat yang berkaitan dengan profesi mereka di bidang pendidikan. Lebih lanjut, di dalam platform ini terdapat banyak konten berupa video, tulisan, praktik baik inspiratif dari rekan guru lain yang siap diakses.
Sehingga, melalui PMM, seorang guru dapat belajar sekaligus berkolaborasi untuk meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar mereka. Semoga, dengan adanya PMM ini diharapkan ada peningkatan kemampuan guru dalam memberikan materi ajar yang menarik dan bermakna untuk siswa (berdampak).
Dengan beberapa alasan positif itu, platform ini sepatutnya menjadi kabar gembira bagi kita para guru. Pemerintah melalui Kemendikbudristek telah menyediakan platform khusus untuk kita (para guru) agar kita dapat gunakan platform ini untuk mengakses ke sumber daya pendidikan yang luas dan bervariasi, serta kita mendapatkan kesempatan untuk bergabung melalui komunitas-komunitas guru kreatif, melalui platform ini. (baca: PMM).
ADVERTISEMENT

Mispresepsi

Ilustrasi Merdeka Mengajar PMM (Sumber: guru.kemendikbud.go.id)
Namun, sayangnya beberapa guru keliru dalam memandang PMM (mispresepsi). Platform ini, justru dianggap sebagai bagian dari tanggung jawab administratif yang membebani guru. Padahal, tidak demikian.
Tujuan awal dari Platform Merdeka Mengajar adalah untuk membantu guru memperluas pengetahuan mereka, meningkatkan keterampilan mereka, dan sarana untuk mereka dalam ber-kolaborasi dengan rekan guru lain. Sebatas itu.
Bukan sebagai beban administratif yang membebani.
Hal ini tentu perlu diperhatikan dan dipahami bersama. Karena, akan ada beberapa dampak, jika PMM dianggap sebagai beban administratif tambahan.
Pertama, mengakibatkan kita (guru) asal-asalan dalam mengakses-mempelajari materi di dalam PMM. Asal selesai. Asal mengerjakan. Tentu, hal ini tidak akan mendapat manfaat apa-apa. Jika seperti itu, bisa dipastikan, jangankan untuk menginternalisasi dan implementasi materi PMM di kelas. Memahami materi PMM itu sendiri saja, mungkin tidak.
ADVERTISEMENT
Kedua, banyak guru menggunakan jasa pembantu (calo) untuk menyelesaikan materi dan mendapatkan sertifikat di Platform Merdeka Mengajar (PMM). Ini cukup miris, karena bagaimana bisa kita melimpahkan suatu kegiatan kepada orang lain (calo) yang seharusnya kegiatan tersebut menjadi kebutuhan kita? Sebenarnya, hal ini kurang etis dilakukan oleh guru dengan dalih apa pun.
Maka, agar tidak terjadi hal demikian, perlu kita sepakati bersama bahwa Platform Merdeka Mengajar ini merupakan bentuk perhatian pemerintah yang menyediakan ruang khusus untuk guru dalam mengembangkan diri, baik itu dalam aspek pengetahuan, metode, ataupun pendekatan. Bukan bentuk tambahan beban administrasi yang merepotkan.

Konsistensi

Jika diurutkan dari awal peluncurannya, sampai hari ini jumlah topik dan modul yang tersedia kurang lebih 60 (enam puluh) topik. Dalam satu topik, terdapat 7 modul, dan dalam 1 modul terdapat 2-3 materi. Masing-masing materi terdapat video pembelajaran berdurasi 3-10 menit.
ADVERTISEMENT
Jumlah itu tidaklah sedikit, setidaknya jika seorang guru memaksakan dirinya untuk nge-drill seluruh materi di PMM tentu tidak akan selesai. Jika pun selesai, dapat dipastikan mereka akan merasakan kewalahan dalam mencerna dan mengintegrasikan materi tersebut di dalam proses belajar-mengajar.
Pada pertengahan tahun lalu, saya cukup tergelitik karena melihat tabel prosentasi akselerasi berhasilnya PMM per-provinsi, per-kabupaten, per-kecamatan yang sempat beredar.
Beberapa (oknum) membuat peringkat implementasi dan penggunaan PMM di setiap daerah. Mereka dengan detail, menampilkan dan membuatkan peringkat dari yang terendah hingga yang tertinggi.
Kemudian, saya bertanya-tanya apakah memang tabel peringkat tersebut merupakan patokan utama guru dalam memahami materi di dalam PMM? Atau memang PMM ini merupakan sarana kompetisi? Bukankah ini tidak baik?
ADVERTISEMENT
Banyak yang beralasan, bahwa peringkat tersebut dibuat untuk pemetaan dan motivasi bersama untuk berlomba dalam kebaikan.
Tentu, argumen tersebut itu tidaklah relevan, karena menciptakan atmosfer kompetisi bukanlah cara yang tepat untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Dibandingkan dengan membagikan tabel peringkat per daerah, tentu akan lebih bijak jika kita meningkatkan kesadaran guru untuk menggunakan Platform Merdeka Mengajar (PMM) baik secara kultural ataupun non-kultural.
Fokus dalam mengikuti materi di PMM seharusnya diletakkan pada proses yang bermakna. Bukan fokus terhadap pencapaian target dan peringkat. Dengan demikian, ketika guru mengerjakan dan belajar di PMM seharusnya yang ditekankan adalah pendekatan yang konsisten, bukan pendekatan yang kompetitif.
Pendekatan konsisten, membantu guru lebih fokus dalam mempelajari materi, melaksanakan dan merencanakan materi dalam PMM secara terstruktur dan progresif. Sehingga, dapat dengan mudah diimplementasikan ke dalam proses belajar-mengajar di kelas.
ADVERTISEMENT
Dengan memahami hal tersebut, akhirnya rank atau konsep peringkat bukanlah prioritas utama dalam proses belajar seseorang, tetapi yang utama adalah sebuah proses pembelajaran dan penempaan diri yang berkelanjutan itu sendiri (konsistensi).