Dilema La Liga Antara Bisnis Hingga Tidur Siang

Erik Fajar Susandi
Memiliki Hobi dan ketertarikan terhadap sepakbola dalam dan luar negri.
Konten dari Pengguna
24 Oktober 2020 13:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Erik Fajar Susandi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: @Laliga
zoom-in-whitePerbesar
Foto: @Laliga
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejak lama benua Eropa menjadi pusat indutri sepakbola dunia, suka atau tidak setiap akhir pekan siaran langsung pertandingan liga liga top Eropa yang disaksikan jutaan pasang mata membuat industri sepakbola lebih menglobal di tengah tengah masyarakat dunia. Tak terkecuali bagi orang orang Asia yang begitu menggilai sepakbola, sekitar 700 juta orang di Asia timur menyaksikan preimer league musim 2019/2020 dan membuat Premier League menjadi liga paling poluler di Asia bahkan dunia. Negara negara seperti Tiongkok, Jepang, Tahiland, Indonesia terkenal menjadi penoton paling loyal Premier League selain di Inggris tentunya.
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa tahun terakhir Asia memang menjadi pasar yang mengiurkan bagi club club Eropa dalam meraup pundi pundi materi baik itu dari sisi penjualan marchendaise, sponsorship dan juga dari segi brodcastng media. Namun harus diakui Kick Off pertandungan liga liga Eropa terkadang begitu larut bagi kita orang orang di timur jauh yang harus rela bangun tengah malam atau bahkan tiduh lebih larut dari biasanya hanya demi menyaksikan club favorit kita berlaga.
sebenarnya Kick Off pertandingan Premier League dirasa lebih bersahabat bagi para penonton Asia, Premier League sendiri biasanya memluai Kick Off setiap akhir pekan mulai pukul 12 siang waktu Inggris atau pukul 18.30 waktu Jakarta. Jika dibandigkan dengan Premier League Kick Off pertandingan La Liga sangatlah menyiksa bagi orang orang Asia, sebagai perbandingan saja pertandingan antara Sevilla melawan Real Betis pada 11 Juni lalu dimainkan pada pukul 22.00 waktu Spanyol atau pukul 03.00 dini hari waktu Jakarta. Tentu jam tayang ini terlalu larut dan pastinya sangant dihindari untuk di tinton bagi mereka yang akan bekerja/berkatifitas pagi hari, hal ini menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi La Liga yang ingin menjadi liga terbaik di duia.
ADVERTISEMENT
Kick Off pertandingan La Liga yang begitu larut bukan tanpa sebab, di Spanyol sendiri ada sebuah Kebiasaan tidur sehabis makan siang atau yang biasa disebut dengan siesta. Dengan adanya kebiasaan tidur siang ini toko toko hingga perkantoran tutup mulai pukul 01.00 siang dan kembali memulai aktivitas pukul 03.00 sore. Spanyol adalah negara yang panas jika dibandingkan negara negara Eropa daratan lainya, terutama pada siang hari di musim panas suhu di Spanyol akan mencapai 42 derajat celcius, dan alasan itu lah yang menjadi latar belakang tradisi tidur siang bagi para pekerja di ladang untuk berlindung dari panas. Mereka kemudian akan merasa segar setelah tidur dan akan bekerja sampai larut malam, lebih lama dari yang seharusnya mereka bisa tanpa tidur siang.
ADVERTISEMENT
Bahkan saking dihormatinya budaya tidur siang ini sampai sampai di kota Ador sebelah selatan Valencia wakikota menjamin hak warganya untuk tidur siang dalam satu peraturan hukum pada tahun 2015. Semua yang ada di kota itu tutup mulai jam 2 hingga 5 dan semua suara harus dijaga seminimal mungkin. Tradisi ini lah yag membuat La Liga cukup sulit memajukan Kick Off pertandingan ke siang atau sore hari.
Dengan sepinya kegiatan pada siang hingga sore hari di Spanyol membuat kehidupan malam di negri matador menjadui begitu bergeliat, kebiasaan ini lah yang membuat La Liga selalu membuat Kick Off pertandingan yang begitu larut bahkan pada musim 2018/2019 pertandingan antara Atelitco madird menjamu Levante dimanikan pukul 23.00 waktu Spanyol atau pukul 04.00 dini hari waktu Jakarta.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu La Liga mulai meniru cara Premier League untuk lebih mendekatkan La Liga dengan pengemar di Asia. Terbaru La Liga akan memulai Kick Off El Clasico pada (24/10/2010) atau yang perdana musim ini mulai pukul 15.00 waktu Spanyol atau sekitar pukul 21.00 waktu Jakarta. Terakhir kali El Clasico dimainkan di jam tidur siang yaitu pada tahun 2018 saat itu El Clasico dimainkan pukul 12.00 siang waktu Catalan. Pada El Clasico yang berlangsung pada 2018 tersebut, Nielsen Sports mencatat penghasilan sponsor untuk laga itu mencapai USD 42,5 juta. Penghasilan itu diperoleh dari jersey sponsor, iklan di stadion. Televisi juga jadi target empuk meraih keuntungan, sehingga La Liga mencoba memberikan siaran yang memanjakan bagi penonton di sleuruh dunia dan utamanya mereka yang berada di Asia.
ADVERTISEMENT
Targetnya, pada pertandingan El Clasico nanti (24/10/2020) akan disaksikan 700 juta pasang mata di seantero dunia. Hanya dari siaran televisi, La Liga menargetkan pemasukan bisa mencapai sekitar USD 58,8 juta. La Liga sadar fakta bahwa mereka masih di belakang Premier League untuk penghasilan dari siaran televisi asing, khususnya Asia.
Hal yang cukup mencengangkan jika kita membandingkan data yang dilansir dari Forbes dimana pada musim 2016/2017 pendapataan hak siar televisi Barcelona yang saat itu menjadi juara La Liga sebesar 131 juta pounds (Rp2,2 Trilliun) jumlah ini hampir setara dengan Everton yang finish di perigkat 7 Premier League yaitu sebesar 127 juta pounds (Rp 2,17 Trilliun). Yang paling mencengangkan adalah pendapatan hak siar Sunderland yang menjadi juru kunci (posisi 20) pada musim 2016/2017 memiliki pendapatab dari hak siar sebesar 93,4 juta pounds (Rp 1,5 Trilliun) jumlah yang hampir setara dengan Sevila yang berada di perungkat ke 4 La Liga.
ADVERTISEMENT
Tentunya ekspansi yang sedang dilakukan oleh La Liga tidak lah mudah, jika dibandigkan dengan berkespansi ke Asia mereka “La Liga” seharusnya lebih memaksimalkan penggemar mereka yang berada di kawasan Amerika latin. Dimana secara bahasa dan budaya negara negara kawasan Amerika latin lebih dekat dengan Spanyol karena kawasan Amerika latin merupakan bekas jajahan Spanyol dan secara historis tentu lebih mudah untuk dimaksimalkan dari segi bisnis, dan bukan mengejar Asia yang telah lama dikuasai oleh Premier League dan rasanya akan sulit di taklukan oleh La Liga.
Jika kita menengok liga Eropa top lainnya yaitu Serie A yang tetap mempertahanakan tradisi tradisi “kolot” mereka dimana pertandingan pertandingan Serie A tetap dimainkan dini hari waktu Asia , contoh paling nyata adalah pertandingan Grande Partita yang mempertemukan Juventus vs Inter yang tetap dimainkan pukul 03.00 dini hari yang seacara waktu cukup “kurang ajar” bagi orang orang Asia karena membuat kerepotan tersendiri bagi penonton meskipun pertandingan dimainkan pada akhir pekan sekalipun. Dari sisi ini kita melihat bahwa Serie A tetap mempertahankan ego mereka demi lebih memanjakan tifosi tifosi yang berada di Itaia dengan catatan dari segi bisnis mereka amat jauh tertinggal dibandingkan dengan Premier League dan juga La Liga.
ADVERTISEMENT
Sekali lagi kita meliht sisi negatif dari industrialisasi sepakbola dimana uang menjadi paramter dalam membuat keputusan. Digemari pasar memang begitu menguntungakan, akan tetapi patuh kepada pasar juga akan memberi kerugian tersendiri. Ketika uang telah mengkontrol sebuah liga maka segala nilai nila tradisional di dalam liga tersebut lambat laun akan tergadai juga dengan sendirinya.