Menelisik Rehabilitasi Hutan Mangrove Muara Angke: Upaya Perwujudan SDGs 15

Erna Sari
Mahasiswi semester 6 jurusan Ekonomi Pembangunan Program Sarjana di UPN Veteran Jakarta
Konten dari Pengguna
3 April 2024 20:04 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Erna Sari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penanaman pohon mangrove di daerah Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta (28/01/2023). Sumber: Dokumentasi Pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Penanaman pohon mangrove di daerah Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta (28/01/2023). Sumber: Dokumentasi Pribadi.

Rehabilitasi Mangrove Muara Angke: SDGs 15 dan Solusi Komunikasi Pembangunan

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
SDGs 15 atau Sustainable Development Goals ke-15 adalah "Life on Land" atau "Kehidupan di Daratan". SDGs ini bertujuan untuk melindungi, memulihkan, dan mempromosikan pengelolaan yang berkelanjutan terhadap ekosistem daratan, hutan, dan keanekaragaman hayati.
ADVERTISEMENT
SDG 15 juga menekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat lokal, hak atas tanah, dan akses yang adil terhadap sumber daya alam untuk mendukung kehidupan yang berkelanjutan. Dengan mengangkat topik SDG 15, kita dapat meningkatkan kesadaran dan aksi untuk melindungi, memulihkan, dan memelihara kehidupan di daratan, serta mendukung upaya-upaya global untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.
Salah satu kawasan ekosistem yang butuh direhabilitasi sebagai upaya pencapaian SDGs 15 yaitu Kawasan Hutan Mangrove di Muara Angke. Muara Angke terletak di wilayah Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara. Di kecamatan ini terdapat area terbuka, hutan mangrove, rawa, tambak, tumbuh air, dan area terbangun.
Pemukiman dan fasilitas publik lainnya merupakan area terbangun yang mendominasi wilayah kecamatan ini. Karena dominasi inilah keberadaan hutan mangrove terancam kelestariannya dan penting untuk ditangani sesegera mungkin karena menjadi penyangga dan pelindung kehidupan di sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Hutan mangrove membawa banyak manfaat bagi keberlangsungan dan kehidupan di sekitarnya. Seperti memberi perlindungan daratan agar tidak terkikis, mencegah peluang air naik memasuki pemukiman, penyerap karbondioksida dan penghasil oksigen. Mengingat dominasi pemukiman di sekitar Hutan Mangrove Muara Angke, menandakan banyaknya jumlah karbondioksida lepas ke udara karena populasi penduduk yang padat seiring dengan kebutuhan akan oksigen yang tinggi. Sehingga keberadaan hutan mangrove sangat dibutuhkan untuk menyangga kebutuhan kehidupan sekitarnya.
Berkurangnya kawasan mangrove di pesisir Muara Angke dikarenakan pengubahan lahan menjadi industri dan pemukiman. Adapun masalah lainnya yaitu kegiatan MCK di bantaran Sungai Angke, limbah kulit kerang hijau, limbah organik dan anorganik dari banjir kanal barat, aliran sungai Angke lebih dominan, pendangkalan di sekitar kawasan Sungai Angke berdampak pada ekologi pesisir seperti penyempitan aliran Sungai Angke, pencemaran air oleh sampah, penggenangan air tawar dan pasang surut air laut terhambat.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan penelitian tahun 2020 yang berjudul "Evaluasi Kondisi Ekosistem Mangrove Angke Kapuk Teluk Jakarta dan Konsekuensinya Terhadap Jasa Ekosistem" oleh Achmad Sofian, Cecep Kusmana, Akhmad Fauzi, dan Omo Rusdiana, menunjukkan bahwa mayoritas lahan di kawasan Mangrove Muara Angke terkategori rusak berat. Yaitu seluas 272,79 hektare dan hanya 18,38 hektare yang tidak terkategori rusak.
Berdasarkan data di atas, ekosistem mangrove di Muara Angke berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan karena tingkat kekritisan lahan yang cukup tinggi akibat adanya degradasi lahan sebagai akibat dari konversi lahan mangrove menjadi pemukiman. Urbanisasi dan industri menjadi faktor utama terancamnya habitat dan hilangnya keanekaragaman hayati di wilayah pesisir seperti Muara Angke. Limbah aktivitas rumah tangga dan industri seperti sampah plastik, minyak, dan lainnya memperparah pencemaran yang terjadi di kawasan hutan mangrove.
ADVERTISEMENT
Hingga Februari 2024, rehabilitasi hutan mangrove secara nasional baru mencapai kurang lebih 130.000 hektare. Sangat jauh dari target yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu 600.000 hektare. Rehabilitasi hutan mangrove sendiri telah menjadi salah satu perhatian utama pemerintah dalam program kerjanya yaitu Program Pemulihan Nasional.

Solusi Komunikasi Pembangunan

Penanganan masalah rehabilitasi hutan mangrove berkaitan dengan teori komunikasi pembangunan dan perubahan sosial.
Teori difusi inovasi dalam komunikasi pembangunan menjelaskan bagaimana ide, gagasan, atau inovasi tersebar di antara masyarakat atau kelompok-kelompok tertentu.
Selain itu, di Teori Partisipasi oleh Cleaver dijelaskan bahwa melalui partisipasi aktif masyarakat dengan komunikasi yang efektif maka rehabilitasi untuk kesejahteraan sosial dan lingkungan akan tercapai.
ADVERTISEMENT
Menangani masalah tersebut pemerintah bergerak cepat untuk mengatasi kerusakan hutan mangrove yang tidak hanya terjadi di Muara Angke, tetapi juga di banyak daerah lainnya. Oktober 2020, Lembaga Penelitian Indonesia yang sekarang menjadi Badan Riset dan Inovasi Nasional, mengeluarkan aplikasi pengumpulan dan pengolahan data mangrove skala nasional yang dinamakan MonMang.
Aplikasi MonMang oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Sumber: Dokumentasi Pribadi.
Aplikasi ini melibatkan masyarakat dalam pelaksanaannya. Di mana masyarakat ikut berperan dengan cara mengirim data mangrove secara real-time ke aplikasi sebagai penghubung antara lapangan dan laboratorium.
Data ini kemudian dianalisis oleh badan terkait sebagai pusat informasi data indeks kesehatan mangrove. Melalui data indeks kesehatan mangrove ini lah pemerintah bisa menentukan arah kebijakan dan upaya yang perlu dilakukan untuk memperbaiki atau meningkatkan kelestarian ekosistem hutan mangrove.
ADVERTISEMENT
Jika kita baca kembali, maka dalam upaya penanganan ini pemerintah telah menerapkan Teori Difusi Inovasi dan Teori Partisipasi di mana pemerintah berinovasi menciptakan aplikasi yang solutif dan menarik masyarakat untuk ikut berperan dalam pembangunan ini sehingga masyarakat memiliki kesadaran untuk menjaga dan melindungi lingkungan. Hal ini tentunya merupakan hal positif yang akan berdampak panjang. Karena kesadaran akan pentingnya melindungi lingkungan ini akan diteruskan ke generasi berikutnya.
Berdasarkan laporan Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta tahun 2022 disebutkan bahwa kerapatan tutupan mangrove di Kawasan Muara Angke telah mencapai 43,72%, diharapkan angka persentase ini terus meningkat demi keberlangsungan lingkungan.