Konten dari Pengguna

Menghidupkan Hakim Desa, Melalui Paralegal Justice Award

Erniwati
Abdi Negara yang hobby nulis, Tim Humas Kanwil Kemenkumham NTB, Freelancer yang doyan Web Design dan Digital Marketing. Hobby Belajar banyak hal baru.
4 Februari 2025 10:07 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Erniwati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hakim Desa, mungkin terdengar tidak familiar ya bagi sebagian orang. Apalagi jika menyebutkan kata "Hakim", maka yang akan terbayang langsung adalah pengadilan. Hehe, wajar sih.
Bersama I Gusti Putu Milawati, Kakanwil Kemenkum NTB. Sosialisasi PJA 2025 oleh Kanwil Kementerian Hukum NTB 2025, Desa Selebung (03/02/2025). Sumber Dokumentasi Humas Kemenkum NTB.
zoom-in-whitePerbesar
Bersama I Gusti Putu Milawati, Kakanwil Kemenkum NTB. Sosialisasi PJA 2025 oleh Kanwil Kementerian Hukum NTB 2025, Desa Selebung (03/02/2025). Sumber Dokumentasi Humas Kemenkum NTB.
Namun yang ingin saya tuliskan kali ini adalah Hakim Desa yang pembentukannya melalui Salah satu program dari Kementerian Hukum, khususnya di bawah BPHN atau Badan Pembinaan Hukum Nasional.
ADVERTISEMENT

Membludaknya Jumlah Kasus di Pengadilan

Membludaknya kasus hukum di pengadilan merupakan tantangan besar dalam sistem peradilan Indonesia saat ini. Banyaknya perkara yang menumpuk menyebabkan proses peradilan menjadi lambat, biaya untuk proses perkara meningkat, dan akses terhadap keadilan terhambat.
Hal ini bukanlah sebuah opini, namun fakta. Sejumlah faktor yang menjadi penyebab membludaknya kasus hukum juga dipengaruhi makin baiknya kesadaran hukum masyarakat saat ini.
Namun sayangnya, kesadaran hukum masyarakat yang meningkat ini tidak dibarengi dengan kesadaran bahwa berbagai masalah tidak melulu harus melalui jalur peradilan, pun dengan sistem dan perangkat pendukungnya memang belum sepenuhnya tersedia.
Banyak kasus sepele yang sebenarnya dapat diselesaikan melalui Restoratif Justice, atau kasus sengketa yang bisa diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau alternatif penyelesaian sengketa lainnya, tetapi tetap diajukan ke pengadilan.
ADVERTISEMENT
Padahal jika kita bicara realita, di lapangan saat ini rasio jumlah hakim dibandingkan dengan jumlah perkara yang masuk sangat tidak seimbang. Beban kerja hakim yang tinggi menyebabkan proses pemeriksaan perkara menjadi lebih lama.
Tentu saja hal ini apabila terus menerus berlarut-larut akan menimbulkan penurunan tingkat kepercayaan publik, atau dengan kata lain berpotensi menghilangkan makna keadilan bagi para pencari keadilan.
Belum lagi dalam tahap akhir, penjara-penjara di Lapas dan Rutan penuh alias overcrowded, tentu saja meskipun negara bertanggung jawab memberikan hak-hak mereka di dalam sana, namun ketidak seimbangan antara fasilitas dengan jumlah narapidana akan menimbulkan masalah juga.
Oleh sebab itu, mau tidak mau harus diambil langkah alternatif yang dapat sedikit menjadi solusi dari membludaknya kasus-kasus yang masuk di peradilan.
ADVERTISEMENT

Hakim Desa Dalam HerzieneInlandsch ReÄ…lement (HIR)

Dalam HerzieneInlandsch ReÄ…lement (HIR), khususnya Pasal 135a dikatakan bahwa "Hakim desa" yang dimaksud dalam pasal ini ialah suatu macam hakim atau pengadilan menurut hukum adat guna mendamaikan persengketaan- persengketaan, perselisihan perselisihan dan pertikaian-pertikaian yang timbul di antara penduduk desa, seperti pertikaian tentang pembagian air, mengenai pemakaian tanah, penggembalaan ternak dan segala sesuatu yang mengenai adat kebiasaan di desa dan peri kehidupan sehari-hari di dalam lingkungan desa itu.
Hakim desa itu tidak pernah dan memang dilarang untuk menjatuhkan pidana seperti yang dimaksud dalam pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
ADVERTISEMENT
Karena Pada umumnya keputusan hakim desa itu mengandung sifat mendamaikan dan lazimnya orang tunduk kepada keputusan hakim desa itu berkat rasa solidaritas sebagai sesama warga desa.
Mereka itu tidak dipaksa untuk tunduk pada keputusan itu dan tidak dihalang- halangi apabila mereka menghendaki keputusan hakim-hakim negara yang dibentuk dengan undang-undang.
Dengan kata lain, pendekatan hukum dalam upaya untuk menciptakan rasa keadilan atas suatu pertikaian atau sengketa atau permasalahan hukum di masyarakat, tidak harus langsung ke aparat penegak hukum, apalagi sampai berlanjut ke ranah pengadilan.
Lebih jauh, Hakim Desa yang mungkin bisa saja terdiri dari Kepala desa beserta perangkat adat ini diharapkan akan mampu mendorong penggunaan mediasi, arbitrase, dan negosiasi untuk mengurangi beban pengadilan.
ADVERTISEMENT
Bahkan jika mampu berperan aktif, Hakim Desa ini pun bisa menjadi penengah yang menyiapkan wadah mediasi awal sebelum perkara diajukan ke pengadilan dalam kasus perdata tertentu.
Tak hanya itu, dengan keberadaannya di tiap-tiap Desa/kelurahan, tentu saja peluang Penerapan Restorative Justice untuk Kasus Pidana Ringan dengan mediasi antara pelaku dan korban akan lebih besar.

PJA, Salah Satu Alternatif Solusi

Kemudian kita akan bertanya-tanya, jika bicara keberadaan hakim desa saat ini, maka kita akan bertanya bagaimana atau apa program dari pemerintah. Inilah dia yang ingin saya bahas.
Seperti yang saya sampaikan pada pembuka tadi, bahwa ada salah satu program dari Kementerian Hukum sebagai upaya untuk menghadirkan sejumlah Paralegal di tingkat desa/kelurahan.

Paralegal Justice Award

PJA atau Paralegal Justice Award adalah sebuah program dan penghargaan yang diberikan kepada para kepala desa yang telah mengikuti proses seleksi sebagai paralegal justice, dengan memenuhi sejumlah persayaratan dan kriteria.
ADVERTISEMENT
Bahkan nantinya, apabila dinyatakan lulus seleksi akan mendapatkan pelatihan dasar atau pembekalan yang diselenggarakan oleh BPHN bersama sejumlah stakeholder terkait.

Tata Cara Pendaftaran

Bagaimana cara mendaftar untuk mengikuti? Berikut ini timeline untuk mengikuti pendaftaran peserta PJA Tahun 2025 :
ADVERTISEMENT

Persyaratan Yang Harus dipenuhi

Adapun Persyaratan Administratif yang harus dipenuhi antara lain :
Selain itu ada juga Persyaratan Substantif yaitu Portofolio yang sedikitnya memuat sejumlah point seperti :
ADVERTISEMENT

Penghargaan Yang Diperoleh

Untuk jenis penghargaan yang diperoleh sebenarnya ada tiga kategori, yang akan ditentukan ketika proses seleksi oleh panitia seleksi daerah hingga panitia seleksi nasional.
Adapun penghargaan dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Non Litigation Peacemaker yaitu Kepala Desa/Lurah yang berperan dalam menyelesaikan sengketa di wilayahnya, dan Kepala Desa/Lurah yang memiliki integritas dalam menjalankan perannya sebagai Kepala Desa/Lurah serta menciptakan kemudahan akses keadilan di wilayahnya.
2. Paralegal Justice Award yaitu Anugerah bagi Kepala Desa/Lurah yang mendapatkan anugerah Non Litigation Peacemaker dan telah dilakukan penilaian terhadap aktualisasi Paralegal Academy .
3. Anubhawa Sasana Jagaddhita yaitu Desa/Kelurahan Binaan dan/atau Desa/Kelurahan Sadar Hukum yang mendorong dan mendukung program program prioritas Pemerintah. Contoh pengembangan wisata, atau peningkatan investasi di desanya.
ADVERTISEMENT
Saya pribadi sangat berharap bahwa seluruh kepala desa akan mau dan tergerak untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan ini, karena semakin banyak paralegal justice yang ada di tengah-tengah masyarakat, akan memberikan sumbangsih besar pada penegakan hukum yang lebih baik, ramah dan humanis.
Semakin kondusif keamanan dan ketertiban di tiap-tiap desa, semakin nyaman masyarakat berkehidupan dan semakin baik pula iklim perekonomiannya. Semoga bermanfaat.
*Terima kasih untuk tim penyuluh hukum dan panitia PJA Kanwil Kemenkum NTB 2025, untuk pelajaran baru saya kemarin.