Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Kajian: Alih Kode dan Campur Kode dalam Novel Sepasang yang Melawan
15 Desember 2022 22:12 WIB
Tulisan dari Erros Evani Hasan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam tulisan kali ini saya akan mengulas salah satu karya sastra Indonesia yang sangat menarik, terutama dikalangan anak muda. Novel Sepasang yang Melawan karya Jazuli Imam kali ini akan saya ulas kedalamannya. Begitu banyak aspek sosial dalam novel ini. Sebenarnya, intisari dalam novel ini adalah tentang hegemoni kekuasaan. Namun saya akan mengambil aspek interaksi sosial dalam novel ini. Bagaimana tokoh-tokoh dalam novel ini menggunakan bahasa dalam beradaptasi dengan masyarakat.
ADVERTISEMENT
K.H. Imam Jazuli, Lc., M.A atau biasa disapa Juju lahir pada 17 November 1979. Beliau merupakan pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia 1 dan Pesantren Bina Insan Mulia 2 Cirebon, Jawa Barat, Indonesia. Beliau mempunyai beberapa karya sastra seperti novel yang berjudul "sumi", kumpulan puisi "sesampainya di laut", kumpulan puisi "oleh-oleh khas jalan sunyi" dan dwilogi sepasang yang melawan, yang kali ini akan saya ulas.
Novel ini mengisahkan seorang wanita backpacker yang berani mengalahkan dirinya untuk tetap merawat kenyataan hidup yang pahit. Selama perjalanannya ia banyak menjumpai masyarakat dari latar belakang budaya yang berbeda. Hal ini pula, menjadikannya untuk harus bisa beradaptasi secara utuh, agar mampu mengenal lebih jauh kebudayaan dan sosiologis orang-orang yang ia jumpai. Keadaan inilah yang pada akhirnya mengakibatkan munculnya gejala kebahasaan alih kode dan campur kode dalam novel tersebut.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya untuk kalian yang belum mengenal apa itu alih kode dan campur kode, saya akan memaparkannya sedikit. Alih kode adalah upaya perubahan bahasa dengan alasan tertentu, seperti perubahan topik dan kehadiran orang ketiga dalam peristiwa tutur. Dengan kata lain, alih kode terjadi demi mencapai tujuan khusus. Sebaliknya, campur kode diterapkan tanpa maksud apa-apa atau terjadi di luar kesadaran penutur. Dengan alih kode dan campur kode seseorang akan menempatkan diri sesuai pada siapa ia berkomunikasi. Keduanya termasuk dalam ranah sosiolinguistik.
Saya mendapati beberapa gejala dari peristiwa alih kode dan campur kode dalam novel sepasang yang melawan. Alih kode dan campur kode dalam novel sepasang yang melawan karya Jazuli Imam melibatkan pemakaian 4 bahasa, yakni: bahasa Indonesia, bahasa Jawa, bahasa Papua, bahasa Betawi. Dari kelima bahasa tersebut, bahasa Papua menjadi paling dominan pengaruhnya, Hal ini disebabkan penggunaan bahasa daerah digunakan untuk melancarkan ide cerita yang sarat sekali membahas isu Sosio-kultural dimaksudkan agar menjadi lebih hidup dari alur cerita yang digambarkan Jazuli Imam.
ADVERTISEMENT
Dialog alih kode intern dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa:
Anak pemilik warung : “Mbak’e ga bisa basa jawa, Mbok,”
Ibu pemilik warung : “la dalah, ngapunten, mbak, tiwas kulo ngomong ngalor
ngidul jebul mbake ra iso jowo,” (Aduh, maaf, Mbak, saya
sudah bicara kesana kemari ternyata Mbak tidak bisa berbahasa
Jawa).
Anak pemilik warung : “ga iso boso jowo, Mbok,”
Ibu pemilik warung : “adoh iyo,”
Sekar : “hehe nggak apa-apa, Ibu. Sedikit-sedikit saya paham, kok,”
Anak pemiliki warung : “gini, Mbak, susah kalo nyari angkutan ke Selo. Pilihannya
asalah nyarter, atau numpang ke mobil sayur. Tapi itu juga
biasanya pagi-pagi.”
Ibu pemilik warung : “Unjuk’e nopo, Mbak?”
ADVERTISEMENT
Anak pemilik warung : “Mau minum apa, Mbak?”
Sekar : “Teh anget ya, Buk,”
Dialog tersebut termasuk dalam alih kode dengan pola alih kode intrabahasa. Yaitu dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia, Awalnya, ibu pemilik warung menggunakan bahasa Jawa untuk menjawab Sekar. Namun, ternyata anak pemilik warung menyadari bahwa Sekar tidak lancar berbahasa Jawa. Dan kemudian langsung berbicara “Mbak’e ga bisa basa Jawa, Mbok,” yang memiliki arti “Mbaknya tidak bisa berbahasa Jawa”. Tetapi si Ibu akhirnya melanjutkan untuk berbicara bahasa Jawa dengan dibantu anaknya untuk mengalihkannya ke bahasa Indonesia.
Dialog alih kode intern dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Papua:
Mama :"Selamat pagi, anak,"
Eliza : "Pagi, Mama, "
Mama : "Mudah-mudahan lama di sini,"
ADVERTISEMENT
Eliza :"adik, Adik pu nama siapa kah?" (Jazuli, 2018: 156)
Dalam dialog ini . fenomena alih kode berjumlah dua data. Pertama, ketika Mama mengucapkan salam kepada Eliza, dalam kata "Selamat pagi, anak," pada kata terakhir, menunjukkan peralihan dari bahasa Indonesia ke bahasa Papua, kata “anak” merupakan sapaan khas bahasa Papua untuk menyapa mereka yang berusia lebih muda dari penutur. Data kedua, dari fenomena peralihan kode bahasa Papua yang digunakan adalah 'pu' yang berarti 'punya' dalam bahasa indonesia. Eliza memaparkan campur kode dan alih kode dari bahasa papua ke bahasa Indonesia. Terlihat ketika Eliza bertanya nama kepada salah satu anak yang ada di kelas ketika ia sedang mengajar
Dialog alih kode intern dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Betawi:
ADVERTISEMENT
Sekar : “Lanjutin bang ceritanya,”
Safri : “Lana, ya?”
Sekar : “Apa aja, Bang”
Safri : “Iye dah, Lana aja. Gue kangen juga ama tu bocah. Masih idup kagak ye
doi.” (Jazuli, 2018:202)
Data tersebut termasuk alih kode dengan pola alih kode intrabahasa, yaitu peralihan bahasa dari Bahasa Betawi ke bahasa Indonesia. Fenomena alih kode dapat terlihat ketika anak pemilik warung tersebut menyela percakapan. Awalnya, Sekar meminta Safri untuk meneruskan ceritanya. kemudian Safri menuturkan ciri khas bahasa Betawi dengan dialeknya.
Kesimpulannya adalah pertama, gejala alih kode terjalin dalam empat formasi yang melibatkan pemakaian bahasa Jawa, bahasa Papua dan bahasa Betawi. Gejala campur kode terjalin dalam dua formasi yang melibatkan pemakaian dua bahasa daerah (Papua dan Betawi). Kedua, faktor pendorong alih kode berkaitan dengan pembicara dan pribadi pembicara, mitra tutur, fungsi dan tujuan pembicaraan dan situasi pembicaraan. Faktor pendorong campur kode meliputi faktor ekstralinguistik dan intralinguistik. Ketiga, fungsi alih kode dan campur kode dalam novel "Sepasang Yang Melawan" karya Jazuli Imam adalah untuk menjelaskan, memerintah, berinteraksi, bertanya, dan menegaskan maksud.
ADVERTISEMENT