Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
4 Ramadhan 1446 HSelasa, 04 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Thrift Shop sebagai Alternatif Budaya Konsumtif
29 Desember 2020 20:57 WIB
Tulisan dari Esa Ayu Wulandari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dunia fashion memang selalu berputar, tren fashion dari zaman dahulu kala menjadi booming kembali pada akhirnya. Tak hanya di luar negeri, bahkan di negeri sendiri kita juga bisa merasakan perubahan tersebut. Model pakaian yang terlihat lawas dan kuno bisa menjadi tren kembali dengan sedikit rombakan. Walaupun zaman semakin maju, namun kebiasaan masa lalu tak bisa langsung hilang tersapu.
ADVERTISEMENT
Memang setiap hal membutuhkan waktunya sendiri untuk bisa bangkit dan menjadi tren lagi di masyarakat, tak terkecuali tren fashion thrift. Awal mula munculnya budaya thrift ditandai dengan adanya mass-production of clothing (produksi massal pakaian) pada revolusi industri di akhir abad ke-19. Karena pada masa itu terjadi produksi pakaian secara besar-besaran, harga pakaian baru pada masa itu menjadi sangat murah dan terjangkau sehingga masyarakat menjadi sering bergonta-ganti pakaian. Pada masa itu, tak jarang masyarakat langsung membuang pakaian yang baru beberapa kali dipakai bahkan, beberapa orang menganggap pakaian itu hanya digunakan sekali pakai saja atau disposable. Kebiasaan tersebut menyebabkan limbah pakaian menjadi menumpuk dan secara tidak langsung menyebabkan berkurangnya lahan hidup untuk populasi kota yang semakin bertambah. Limbah pakaian yang makin menumpuk hari demi hari biasanya akan diambil oleh para pelancong karena pada dasarnya pakaian tersebut masih sangat layak untuk dipakai, hal ini menyebabkan sebuah kebiasaan baru bagi masyarakat untuk memakai pakaian bekas. Tren tersebut masih sering dilakukan sampai beberapa tahun setelahnya. Hingga saat ini, tren memakai pakaian bekas kembali muncul lagi dan akrab disebut dengan thrifting.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, arti kata thrifting sendiri menurut kamus inggris indonesia memiliki makna penghematan. Thrifting sendiri tidak hanya identik ke pakaian, namun merujuk pada barang bekas, baik itu peralatan rumah tangga, alat elektronik, dan barang-barang yang dinilai masih layak untuk dipakai. Barang-barang bekas yang dijual kembali tentu memiliki harga jual yang lebih murah daripada harga jual saat masih baru. Hal ini juga menjadi pendorong bagi masyarakat untuk memiliki barang yang ia inginkan walau dengan harga yang lebih murah. Kegiatan thrifting sendiri tidak hanya dilakukan oleh kaum tua tetapi banyak juga kaum-kaum muda yang ikut tertarik untuk membeli barang-barang bekas.
Membeli barang bekas sendiri memang terkadang dipandang sebelah mata karena terkesan tidak mampu, namun ternyata ada sensasi kepuasan tersendiri untuk bisa memiliki sebuah barang dengan harga yang lebih murah dari pasarannya. Bagaimana antusias masyarakat tidak meningkat, baju bermerek yang harganya bisa mencapai jutaan rupiah tersebut bisa didapatkan dengan harga yang jauh lebih murah. Sekarang ini remaja di Indonesia juga mulai melakukan kegiatan yang ramai dilakukan pada akhir abad ke-19 ini. Konten mengenai thrifting juga mulai ramai terlihat di beberapa media massa seperti Youtube, Tik Tok, dan media lainnya. Konten yang diunggah pun bermacam-macam dari mulai melihatkan hasil hunting barang thrift, mix and match pakaian, hingga memberi tahu lokasi thrifting di setiap kota. Uniknya, beberapa kota di Indonesia memiliki sebutan tersendiri untuk kata thrift, seperti misalnya di Balikpapan kata thrift akrab disebut dengan cakaran, di Medan disebut dengan monja, di daerah Solo disebut awul-awul, dan di Sulawesi thrift sering disebut dengan cakar yang merupakan singkatan dari cap karung.
ADVERTISEMENT
Dari munculnya tren thrift kembali, kita dapat melihat bahwa sebuah tren pasti akan terus berputar dari waktu ke waktu. Thrift shop sendiri dinilai memiliki keunikan tersendiri bagi penggiat fashion di Indonesia. Dari mulai gaya vintage, retro, hingga gaya casual bisa ditemukan di pedagang pakaian bekas. Asal pintar memilih, pakaian bermerek seperti Uniqlo, Thrasher, Polo dan merek lainnya bisa dikantongi dengan harga yang sangat murah. Biasanya, di beberapa pedagang kita juga bisa menawar harga yang sudah ditentukan. Dalam membeli barang bekas, ada juga beberapa cara yang bisa dilakukan untuk tetap menjaga kebersihan dari barang yang kita beli, terlebih apabila itu merupakan pakaian. Pada pakaian bekas biasanya akan terdapat banyak debu dan tak jarang juga ada beberapa kotoran yang menempel, maka dari itu saat membeli pakaian bekas ada baiknya kita mengecek terlebih dahulu kondisi dari barang tersebut. Setelahnya, alangkah baiknya jika kita merendam pakaian itu dengan air panas terlebih dahulu, lalu baru mencuci ulang baju tersebut dan baru bisa digunakan.
ADVERTISEMENT
Tak hanya dipasaran, sekarang juga sudah mulai banyak orang-orang yang mulai menjual pakaian thrift di Instagram atau Shopee, dengan memilih pakaian dengan model yang bagus dan menarik, pada penjual biasanya akan mencuci dan menyetrika baju tersebut terlebih dahulu sehingga saat kita membeli sudah dalam keadaan yang layak pakai. Walaupun harga yang ditawarkan juga lebih mahal dan tidak bisa ditawar seperti pada pedagang di pasar, namun peminat pakaian thrift di platform online juga tidak sepi. Hal ini bisa dijadikan sebagai ide usaha di tengah pandemi seperti saat ini.