news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Perekonomian dalam Bingkai Revolusi Industri 4.0

Eva Noor Fitriyani
Universitas Muhammadiyah Ponorogo // Bekerja sebagai Content Writer pada beberapa Writer Agency
Konten dari Pengguna
23 November 2022 21:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eva Noor Fitriyani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Perkembangan zaman dan kebutuhan manusia yang kian hari semakin meningkat membuat perubahan besar yang mencakup segala sektor, termasuk perekonomian. Hal tersebut menjadikan dunia berada pada era revolusi baru yaitu revolusi industri 4.0

Sumber: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Perekonomian merupakan pilar utama dalam kehidupan manusia. Setiap hari manusia selalu bersinggungan dengan kegiatan ekonomi. Jika ditanya, apa yang menjadi isu sentral dunia saat ini, maka terdapat jawaban yang sangatlah kentara. Dimana dari jawaban tersebut, akan memberikan pengaruh signifikan terhadap berbagai aspek yang ada, dan isu sentral tersebut adalah revolusi industri 4.0. Setidaknya terdapat dua faktor fundamental yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur mengapa revolusi industri dapat menjelma menjadi suatu isu sentral di dunia, termasuk di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pertama, revolusi industri merupakan turunan dari revolusi industri sebelumnya. Seperti yang telah kita ketahui, sebelum lahirnya revolusi industri 4.0. telah menyeruak terlebih dahulu, yaitu ; revolusi industri, revolusi industri 2.0, dan revolusi industri 3.0. Perlu menjadi atensi bersama terlebih dahulu, bahwa pada tulisan ini, akan lebih terkonsen pada revolusi industri 4.0 itu sendiri.
Kedua, tantangan dunia yang begitu cepat, lahirnya revolusi industri 4.0 dewasa ini merupakan suatu pergolakan, jika tidak mau disebut pertentangan dalam sisi humanitas kehidupan manusia, bagaimana tidak? Kita melihat banyak negara yang secara kesiapan – belum siap untuk menjadi bagian integral dari industri 4.0, ujung – ujungnya mereka menjadi negara tertinggal.
Sedangkan tuntutan adanya transformasi wajah dunia, adalah agenda besar yang begitu mendesak. Dalam beberapa dekade terakhir ini, terjadinya perkembangan teknologi informasi dan internet secara ugal – ugalan ditengarai sebagai sebab – musabab terjadinya revolusi industri 4.0. Pula, terjadinya perkembangan teknologi ini tidak sekadar membuka interaksi secara masif, akan tetapi juga mendisrupsi berbagai bidang kehidupan manusia itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Artinya, pengaruh perkembangan teknologi menyebabkan sektor – sektor lain, seperti perpolitikan, perekonomian, sosial, dan lain sebagainya juga terpengaruh. Fenomena disrupsi memberikan dampak perubahan yang besar, disrupsi tidak hanya mengubah suatu objek secara mekanismenya saja, melainkan juga secara fundamentalnya.
Revolusi industri juga merupakan perubahan cara hidup dan proses kerja manusia secara fundamental, artinya dengan adanya kemajuan terkonologi dan informasi dapat mengintegrasikan dunia hanya dengan aspek digital yang sejatinya dapat memberikan dampak bagi seluruh aspek yang ada. Apabila dikorelasikan dengan aspek perekonomian sendiri, jelas revolusi industri 4.0, memberikan pengaruh secara signifikan.
Hal ini dapat dimasifikasikan, sebab perekonomian yang merupakan suatu bidang, dimana pastilah semua orang menjamahnya. Ekonomi pada revolusi industri 4.0 saat ini sedang mengalami pergolakan yang kian kentara. Pada sistem perekonomian manapun, baik itu, sosial, kapitalis, bahkan campuran. Semua harus bisa merangsek masuk ke dalam transformasi industri itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Konsekuensi logis dari adanya ketertinggalan terhadap kemajuan teknologi pada bidang perekonomian, hemat saya dapat melahirkan dua implikasi janggal. Pertama, ketidakmampuan sistem ekonomi dan ekonomi tersebut untuk menaklukan zaman, hal ini jelas, bahkan pada sistem perekonomian sosialis pun, yang notabene sangat menjunjung tinggi keseteraan kelas, tidak bisa berkutik manakala tidak mampu menjawab tantangan yang ada di revolusi industri.
Pun demikian dengan sistem ekonomi kapital, yang begitu menggaungkan kebebasan dan kreativitas, jelas akan tertinggal jika tidak mampu beradaptasi. Kedua, terjadinya polarisasi yang berujung pada kemajemukan zaman. Barang tentu, adanya ketertinggalan terhadap industri 4.0 sendiri dapat menciptakan polarisasi yang kentara.
Bayangkan, jika nantinya pembagian negara berdasarkan kesejahteraannya, bukan hanya diukur berdasar klasifikasi negara maju, berkembang, dan tertinggal. Lebih daripada itu, dapat menjelma menjadi negara modern, semi – modern, dan konservatif. Sungguh sangat disayangkan apabila itu terjadi. Maka dalam hal ini, ketika dikontekstualisasikan dengan sistem ekonomi dan ekonomi itu sendiri pada tiap – tiap negara, jelas revolusi industri 4.0 menjadi penting dan mendesak hukumnya.
ADVERTISEMENT
Lantas bagaimana dengan ekonomi Indonesia sendiri dalam menghadapi revolusi industri 4.0. Saya melihat sebagai negara yang diklasifikasikan ke dalam kelas berkembang, terdapat dua sisi yang bersifat parsial. Di satu sisi, Indonesia dirasa sudah siap dalam menghadapi era industri 4.0.
Untuk membuktikannya, mari kita lihat berdasarkan perkembangan bisnis di dalam negeri, sebutlah pada bidang transportasi dan penyediaan jasa layanan kepada masyarakat. Era revolusi industri 4.0 ini menempatkan transformasi menjadi poin utama, yang salah satunya termanifestasi pada layanan ojek online. Sistem ojek yang dahulunya menggunakaan konsep layanan menunggu di pangkalan, kini berubah dengan desain yang dapat lebih luas menjangkau penumpang, ialah melalui aplikasi tersebut.
Sehingga dari kemunculan inovasi tersebut dapat memberikan dampak kepada dua arah sekaligus, yakni pada driver itu sendiri, yang tidak perlu mangkal lagi. Juga, pada konsumen atau penumpang, yang tidak perlu berjalan dari rumahnya menuju depan gang hanya untuk mencari ojek.
ADVERTISEMENT
Jika dilirik lebih intens melalui perspektif – analitik, sebetulnya era digitalisasi ojek yang terefleksi melalu ojek online ini memberikan dampak positif dalam perekonomian Indonesia karena dapat memberikan dampak sosial dan ekonomi secara langsung maupun tidak.
Lebih daripada itu, ojek online memiliki kontribusi dalam perekonomian nasional dan masyarakat melalui penghasilan mitra pengemudi sekitar 8,2 triliun per tahun, sedangkan ojek online melalui penghasilan mitra UMKM memberikan kontribusi sebesar 1,7 triliun (I Dewa G.K Wisana, dkk). Sedangkan pada sisi lain, Indonesia sebagai negara berkembang juga dirasa belum siap dalam menghadapi revolusi industri 4.0. Terutama pada kesiapan teknologi dan sumber daya manusia yang ada. Pada tataran teknologi sendiri, tidak dapat disangsikan bahwa Indonesia masih terbilang jauh dengan negara – negara lain.
ADVERTISEMENT
Belum adanya optimasi yang signifikan pada beberapa elemen yang ada ditengarai merupakan buah dari minimnya teknologi dalam negeri. Kecenderungan Indonesia yang hanya mampu mendatangkan teknologi dari luar negeri, tanpa berupaya untuk bisa memproduksi sendiri adalah faktor fundamen ini terjadi. Mari kita lihat berdasarkan pedagogi kritis, barangkali dari segi bisnis. Apabila Jerman katakanlah, sudah mampu memproduksi teknologi berupa mesin pembuat roti secara otomatis, Indonesia masih berkutat pada pembuatan kue secara konvensial.
Jika pun, di suatu saat Indonesia membeli mesin tersebut dari Jerman, sudah menjadi kewajaran jika Jerman akan mengembangkan teknologi pembuat kue yang lebih efisien lagi. Oleh karena itu, secara teknologi Indonesia tertinggal beberapa langkah ketimbang negara lain.
Hal ini bukan tanpa suatu sebab, yang menjadi faktor utama adalah kemampuan sumber daya manusia itu sendiri. Dalam segi kemajemukan dan ketersediaan bahan alam dan pendukung, bisa dikatakan Indonesia mengungguli negara – negara lain beberapa langkah. Sayangnya, sumber daya manusia yang ada belum mampu untuk berdikari dan mengembangkan SDM yang ada. Maka, untuk menjawab itu, kiranya perlu ada upgrading sumber daya manusia Indonesia.
ADVERTISEMENT
Selama ini, masyarakat, generasi muda, dan pelajar atau mahasiswa hanya menjadi objek – pasif dalam menjawab tantangan modernisme. Sumber daya manusia di Indonesia, hanya sebatas berperan sebagai konsumen yang rela menghabiskan waktu, tenaga, dan uang hanya untuk mengkonsumsi kemajuan zaman melalui digitaliasi, tanpa diimbangi dengan adanya ikhtiar untuk mencoba mengembangkan inovasi terhadap tekonologi itu sendiri. Barangkali, sistem pendidikan yang ada untuk saat ini – selain berorientasi pada character building mesti berorientasi pada post – modernisme.
Selanjutnya, tentu dua sisi yang sifatnya berlainan tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja, transformasi teknologi yang sejatinya mampu diberdayakan dalam rangka mewujudkan kemajuan pada masyarakat khususnya adalah suatu keniscayaan. Maka, sebagai negara berkembang Indonesia dituntut agar mampu merangsek masuk ke dalam disrupsi kemajuan zaman, bukan hanya berperan sebagai penonton dari perhelatan tetikral yang ada.
ADVERTISEMENT
Ojek online sebagai refleksi post – modernisme harusnya menjadi acuan konkret dari segenap anak bangsa. Melaluinya, persaingan sehat di kancah digitalisasi perekonomian dapat diwujudkan. Barangkali, ajang pengintegrasian antara sisi intelektualisme, humanisme, dan digitaliasi merupakan agenda besar yang secara terstruktur dapat dimanifestasikan secara berkala.
Dengan itu, Indonesia tidak gagap dalam menghadapi perubahan dunia, Indonesia yang merupakan negara besar, bahkan di akui oleh segenap elemen masyarakat dunia, harus membuktikan bahwa, baik secara teknis maupun SDM mendukung untuk beranjak menuju negara adidaya.
Selain itu, pada ranah bisnis sendiri yang merupakan ajang perekonomian membuktikan bahwa era industri 4.0 dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, pada era ini tidak pernah puas dengan hasil yang dicapainya sehingga dapat secara eksplisit mengembangkan inovasi.
ADVERTISEMENT