Konten dari Pengguna

Sastra dan Nilai Kehidupan dalam Novel Anak Semua Bangsa

Fadilah Nur
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
21 Oktober 2024 9:28 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fadilah Nur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Anak Semua Bangsa, merupakan buku tetralogi Pulau Buru kedua karya Pramoedya. Melanjutkan kisah dari Bumi Manusia. Dalam buku Anak Semua Bangsa pemuda pribumi terdidik yang dikenal dengan nama Minke, mengalami perubahan diri yang sangat signifikan.
ADVERTISEMENT
Minke terus menghadapi pergolakan hidup di tengah kehidupan kolonial Hindia Belanda. Pasca kematian mendiang Annelies, istri tercinta yang dibawa ke Nederland atas tindak ketidakadilan kolonialisme. Minke mengalami perjalanan emosional yang jauh lebih dalam. Di mana pribadi Minke lebih terbuka terhadap pandangannya mengenai kepedulian pada pribumi.
Minke mulai sadar akan ketidakadilan yang dihadapi pribumi dan dirinya. Kesadaran itu yang membangun Minke memiliki awal semangat perlawanan terhadap kolonialisme. Tidak berhenti di situ. Minke berada dalam posisi buncah untuk melakukan perlawanan terhadap kolonialisme.
Melalui menulis, Minke menjadikannya cara untuk sebuah perlawanan terhadap kolonialisme. Melalui gerakan yang dilakukan nampaknya menulis belum menjadikannya suatu yang kompatibel untuk melakukan perlawanan terhadap kolonialisme.
Melalui toko-tokoh seperti Nyai Ontosoroh, Kommer, Marteen Nijman dan tokoh baru lainnya. Pram memulai mengeksplorasi perjuangan intelektual dan ideologis Minke untuk memahami realitas kolonial serta bagaimana Minke harus memposisikan dirinya dalam memperjuangkan nilai kemanusiaan.
Ilustrasi menulis sebagai bentuk perlawanan/ Shutterstock
Hal yang disoroti dalam buku Anak Semua Bangsa ini, tahap transformasi Minke dari individu yang sekedar mementingkan pendidikan menjadi individu yang antusias peduli terhadap perlawanan bangsanya. Sebagaimana Minke lebih mengevaluasi, merefleksikan diri untuk jauh lebih mengenal bangsanya.
ADVERTISEMENT
Dengan tema ketidakadilan sosial, penjajahan, emansipasi, dan perlawanan intelektual terhadap penindasan kolonialisme. Buku ini menghadirkan kritik yang tajam terhadap sistem, tindak pemerintahan kolonialisme, kelas sosial dan kembalinya suatu keadilan.
Buku ini berhasil menyajikan kompleksitas psikologis Minke sebagai individu yang terjerat antara dua dunia; Eropa dan Hindia. Pembaca bisa merasakan bagaimana Pram menuliskan harapan, kekecewaan, dan aspirasi Minke terhadap bangsanya. Dengan begitu, Pram menggambarkan peran intelektual dan pendidikan sebagai alat pembebasan yang relevan terhadap konteks ketidakadilan kolonialisme.
Melalui tokoh-tokoh lainnya Pram juga menuangkan eksplorasi berbagai perspektif mengenai perjuangan pribumi melawan kolonial Hindia Belanda. Juga melalui sastra Pram tidak hanya menyampaikan peristiwa sejarah secara kering. Namun memberikan konteks sosial dan psikologis yang memperdalam pemahaman pembaca.
ADVERTISEMENT
Kombinasi sastra dan sejarah ini yang membuat pembaca merasakan kelezatan membaca. Tenggelam dalam kejadian, peristiwa, dan ekspresi yang disajikan pada buku Anak Semua Bangsa. Dengan paparan di atas penulis mengulas beberapa nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam buku Anak Semua Bangsa.
Permasalahan ketidakadilan sosial dan kolonialisme yang disajikan oleh Pram dalam buku Anak Semua Bangsa, nyatanya memiliki relevansi di masa sekarang. Seperti terjadinya ketimpangan sosial, ketidaksetaraan ekonomi, dan penindasan terhadap kelompok tertentu masih terjadi di banyak daerah.
Perjuangan Minke melawan kolonialisme memiliki kesamaan dengan perjuangan kelompok masyarakat di masa kini, yang menuntut hak asasi manusia dan keadilan sosial. Salah satu peristiwa yang menjadi realita di Indonesia adalah gerakan masyarakat adat yang memperjuangkan hak atas tanah adat yang sering kali dirampas oleh perusahaan besar, terutama di sektor perkebunan dan pertambangan.
ADVERTISEMENT
Komunitas seperti AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) terus mendorong pengakuan legal terhadap hak-hak adat, termasuk hak atas tanah yang sering kali dilanggar demi kepentingan bisnis. Contoh lain, ketidaksetaraan ekonomi dituangkan dengan fenomena saat Minke menyadari akan eksploitasi kolonial terhadap bangsa pribumi.
Salah satu yang menjadi contoh realita yang menonjol adalah perjuangan masyarakat adat Awyu di Papua yang menolak keberadaan perusahaan sawit PT Indo Asiana Lestari. Masyarakat Adat Awyu yang mengandalkan hutan sebagai sumber kehidupan, menghadapi ancaman perusahaan lingkungan akibat ekspansi perkebunan sawit.
Mereka mengajukan gugatan hukum ke pengadilan, meskipun sering menghadapi tantangan besar. Keputusan pengadilan yang tidak berpihak pada mereka dan kurangnya sertifikasi hakim lingkungan yang terlibat dalam kasus ini. Sehingga kasus ini mencerminkan tantangan yang dihadapi masyarakat adat dalam mempertahankan hak atas tanah mereka.
ADVERTISEMENT
Permasalahan lain muncul dengan ketidakadilan dalam akses pendidikan dan peluang ekonomi yang lebih. Seperti yang ada dalam buku ini. Bangsa Eropa yang menahan untuk mengenalkan pendidikan terhadap pribumi. Di mana Eropa dianggap sebagai kalangan elit dan terdidik mendapatkan peluang lebih besar, sementara masyarakat pribumi yang tidak berpendidikan sering kali terpinggirkan.
Di berbagai banyak negara, termasuk Indonesia. Masyarakat dari golongan ekonomi lemah seringkali tertinggal karena kurangnya dukungan dari pemerintah dan ketidakmampuan mereka untuk membayar pendidikan di instansi yang lebih baik. Sementara kaum elit memiliki akses yang lebih terjamin kualitas pendidikannya dan memiliki fasilitas belajar yang layak.
Mengenai peristiwa tersebut mencerminkan sosok Minke yang menyadari pentingnya pendidikan. Bukan sekedar untuk memenuhi kecerdasan saja, tetapi menjadikan sebagai jalan perlawanan atas penindasan dan kebodohan yang dipaksakan oleh sistem kolonialisme Hindia Belanda.
ADVERTISEMENT
Dari semua yang dipaparkan bahwa buku Anak Semua Bangsa lebih dari sekadar karya sastra, tetapi sebuah manifestasi dari perjuangan melawan kolonialisme melalui kekuatan intelektual yang melahirkan nilai-nilai kehidupan. Nilai yang diangkat dalam buku ini memberikan inspirasi bagi pembaca, untuk tidak hanya memahami konteks sejarah melainkan apresiasi terhadap pentingnya pendidikan dan kesadaran sosial dalam memperjuangkan keadilan.