Konten dari Pengguna

Merosotnya Partisipasi Rakyat Buntut Oligarki di Negara Demokrasi

Fadina Amilia Izati Rakhman
Mahasiswa progam studi Komunikasi Penyiaran Islam, UIN KH Abdurakhman Wahid Pekalongan
10 November 2024 9:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fadina Amilia Izati Rakhman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi oligarki. Sumber: dokumentasi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi oligarki. Sumber: dokumentasi pribadi
ADVERTISEMENT
Sebagian besar masyarakat Indonesia mungkin tak asing dengan prinsip dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Keutuhan demokrasi serta keadilan sosial yang sudah lama menjadi gambaran Indonesia dalam bernegara.
ADVERTISEMENT
Sejak kemerdekaan, nilai-nilai demokrasi terus digaungkan sebagai landasan dalam konstitusi dan berbagai kebijakan maupun gerakan sosial yang menyangkut kepentingan orang banyak.
Muncul spekulasi dan pertanyaan, benarkah Indonesia mampu menjalankan demokrasi secara utuh? Mengingat dalam praktiknya Indonesia masih sering menghadapi berbagai tantangan seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Bahkan tak jarang demokrasi di Indonesia juga terjerat kepentingan elite, yang berujung pada merosotnya partisipasi rakyat.
Peringatan Darurat. Sumber: dokumentasi pribadi
Hal ini bahkan tercermin dalam gerakan "Peringatan Darurat" yang beberapa waktu lalu sempat menjadi perbincangan hangat dan membanjiri media sosial, di tengah upaya DPR dan pemerintah menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah ambang batas syarat pencalonan kepala daerah. Peristiwa ini disinyalir merupakan bentuk oligarki yang menguntungkan segelintir elite politik. Istilah oligarki sendiri bahkan sempat menjadi pusat perhatian publik saat itu, hingga banyak dibahas di beberapa konten dan artikel di internet.
ADVERTISEMENT
Paraktik oligarki sendiri membawa erosi kepercayaan publik terhadap pemerintah, ketidakpuasan terhadap proses politik dapat memicu sikap apatis dimasyarakat yang berujung pada menurunnya partisipasi rakyat akibat merasa tidak didengar aspirasinya. hal ini jelas berdampak fatal, sebab rakyat merupakan jantung sistem demokrasi di Indonesia.
Analiis klasik Lipset (1969) mengatakan bahwasanya demokrasi hanya bisa berjalan dengan baik ketika memiliki pondasi yang memadai dari rakyat berpendidikan serta kelas menengah kuat dan independen. Lipset, berpendapat bahwa kualitas pendidikan yang rendah dan kondisi ekonomi yang lemah di sebuah negara dapat menjadi penghambat bagi perkembangan institusi sosial-politik yang ada. Situasi ini memberikan celah bagi elite-elite politik untuk memanipulasi demokrasi, karena tanpa disadari rendahnya partisipasi dan pemahaman masyarakat terhadap proses politik yang sehat berdampak juga pada runtuhnya demokrasi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Merosotnya partisipasi rakyat dalam sistem demokrasi yang dikuasai oleh oligarki merupakan fenomena yang mengkhawatirkan. Dalam konteks ini, oligarki merujuk pada kekuasaan yang dikendalikan suatu individu atau kelompok yang memiliki pengaruh besar dalam politik dan ekonomi, sementara aspirasi rakyat seringkali tidak didengar.
Antrean warga di balai desa. Sumber: dokumentasi pribadi
Lembaga legislatif yang menyeimbangkan peran rakyat dalam pemerintahan justru tak jarang menjadi boomerang. Lantas apa yang perlu diperbuat?
Praktik oligarki terselubung di negara demokrasi bermuara dari lemahnya pengetahuan masyarakat tentang politik, tak jarang politik uang yang membeli suara rakyat dianggap wajar dan bahkan menjadi keharusan untuk meraih kursi di pemerintahan. Hal ini sering kali tidak dipahami dengan baik oleh masyarakat. Politik uang sendiri merupakan awal dari kekuasan politik elite yang mana kekuasaan dijadikan sebagai alat pencetak uang untuk membayar praktik manipulasi politik.
Ilustrasi pencarian oligarki. Sumber: dokumentasi pribadi
Oleh karena itu untuk mendorong kesadaran terhadap sistem demokrasi yang utuh setiap warga negara wajib memahami bagaimana lembaga pemerintah seperti eksekutif, legislatif, dan yudikatif bekerja.
ADVERTISEMENT
Lembaga legislatif yang menjadi penyeimbang dalam merumuskan suatu kebijakan haruslah berkaca pada kepentingan rakyat. Lembaga legislatif seperti Majelis Perumusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) perlu dipastikan terbebas dari kepentingan suatu kelompok atau golongan tertentu.
Diperlukan upaya kolektif dari masyarakat dan pemerintah untuk mengurangi pengaruh praktik oligarki dan mendorong sistem demokrasi secara utuh.