Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Sebelas Patriot
18 Mei 2017 10:42 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
Tulisan dari Senja Malam tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Semua hal ada dalam sepak bola. Terompet memekakkan, kembang api yg ditembakkan, dan api suar yg dilambai-lambaikan dari atas pagar pembatas oleh lelaki kurus tak berbaju adalah perayaan kegembiraan.
ADVERTISEMENT
Bendera raksasa yg berkobar-kobar adalah psikologi. Mars penyemangat gegap gempita adalah seni. Para pemain menunduk untuk berdoa adalah agama.
Penjaga gawang memeluk tiang gawang sebelum bertanding adalah budaya. Ratusan moncong kamera yang membidik lapangan adalah sejarah. Ayah yang membawa anaknya untuk menonton bola adalah cinta.
Bocah-bocah murid SD Inpres di pinggiran Jakarta yang patungan untuk menyewa angkot, berdesak-desakan di dalam mobil omprengan demi mendukung PSSI adalah patriotisme.
Catatan skor pada papan elektronik raksasa yang ditatap dengan perasaan senang yang meluap-luap atau kecemasan tak terperikan adalah sastra yang tak ada bandingnya.
Lelaki kurus tadi, yang sehari-hari berdagang asong, menabung lama demi membeli tiket menonton PSSI lalu berteriak sampai habis suaranya, hingga peluit panjang dibunyikan, adalah keikhlasan.
ADVERTISEMENT
Menjadi penggila bola berarti menjadi bagian dari keajaiban peradaban manusia.