Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Swiss Kembali Menulis Tangan dan Membaca Buku: Apakah Indonesia Akan Mengikuti?
25 September 2023 5:35 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Faiqotul Muna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini, berita dari Swiss menarik perhatian dunia pendidikan. Negara ini telah memutuskan untuk kembali menerapkan kewajiban menulis tangan dan membaca buku bagi siswa mereka.
ADVERTISEMENT
Keputusan ini merupakan langkah yang menarik, terutama dalam era di mana teknologi digital telah mengambil alih banyak aspek kehidupan kita, termasuk pendidikan. Pertanyaannya adalah, apakah Indonesia, atau negara lain, akan lebih baik jika mengikuti langkah serupa?
Pentingnya literasi dan keterampilan menulis tangan tidak bisa diabaikan. Kemajuan teknologi telah menggeser fokus dari menulis tangan dan membaca buku, yang sering kali dianggap sebagai keterampilan dasar.
Tidak ada yang bisa dipungkiri bahwa teknologi telah mengubah cara kita belajar. Perangkat digital seperti komputer, tablet, dan ponsel pintar telah menjadi alat bantu yang tak terpisahkan dalam pendidikan. Di era di mana komunikasi digital mendominasi, memahami teks tulisan tangan dan menghargai buku fisik adalah hal yang berharga.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, mengadopsi kembali wajib menulis tangan dan membaca buku di sekolah-sekolah Indonesia dapat membantu mempertahankan keterampilan ini dan mengembangkan apresiasi terhadap literasi tradisional.
Penggunaan berlebihan perangkat digital dapat mengurangi keterampilan menulis tangan. Menulis tangan bukan hanya tentang mengeja kata-kata, tetapi juga tentang mengembangkan koordinasi fine motorik dan ekspresi pribadi yang unik. Keterampilan ini penting dalam perkembangan anak-anak, dan kehilangannya dapat mengurangi kemampuan mereka untuk berkomunikasi secara efektif.
Swiss mengakui pentingnya ini dan memutuskan untuk memasukkan pelajaran menulis tangan kembali ke dalam kurikulum. Namun, ada tantangan yang perlu dihadapi. Dalam konteks Indonesia yang luas dan beragam, menerapkan kebijakan ini secara nasional mungkin tidak mudah.
Akses ke buku-buku yang berkualitas dan pelatihan guru yang memadai untuk mengajarkan menulis tangan dapat menjadi kendala. Selain itu, teknologi juga memiliki peran penting dalam pendidikan, dan membatasi penggunaannya mungkin bisa membatasi akses siswa terhadap informasi dan pembelajaran digital yang penting.
Dalam hal ini, mungkin yang lebih baik adalah mencari keseimbangan antara literasi tradisional dan teknologi. Siswa perlu diberikan peluang untuk mengembangkan keterampilan menulis tangan dan membaca buku, sambil tetap memiliki akses yang memadai ke teknologi pendidikan yang memperkaya pengalaman belajar mereka. Penting untuk mengintegrasikan keterampilan literasi tradisional dengan keterampilan digital agar siswa dapat bersaing dalam dunia yang semakin terhubung.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kita juga perlu mengakui bahwa setiap negara memiliki konteks pendidikan yang berbeda. Model Swiss mungkin efektif untuk negara mereka, tetapi pendekatan yang sama tidak selalu cocok untuk Indonesia. Pengembangan kurikulum dan kebijakan pendidikan harus mempertimbangkan karakteristik, kebutuhan, dan tantangan yang unik bagi masyarakat Indonesia.
Dalam kesimpulannya, teknologi termasuk alat yang kuat, tetapi kita tidak boleh mengabaikan manfaat dari keterampilan tradisional. Penerapan di Swiss merupakan suatu pengingat yang baik tentang pentingnya menjaga keseimbangan dalam pendidikan, dan setiap negara harus mempertimbangkan dengan bijak bagaimana mengintegrasikan teknologi dengan cara yang paling efektif dan seimbang bagi siswa seperti mengingatkan pentingnya literasi tradisional berupa menulis tangan dan membaca buku adalah langkah positif.
ADVERTISEMENT
Namun, penerapannya di Indonesia harus dilakukan dengan bijak, mengambil manfaat dari pengembangan teknologi pendidikan sambil tetap memelihara keterampilan dan nilai-nilai yang berharga dari literasi tradisional. Dengan demikian, Indonesia dapat menciptakan pendidikan yang seimbang, siap menghadapi masa depan yang semakin canggih dan terhubung.