
Stefanie mengingat ibunya sebagai orang yang gemar dan pandai memasak. Nyaris setiap hari, masakan beraneka rupa tersaji di meja makan mereka. Kadang mie keriting lengkap dengan bakso dan udang yang digoreng setengah matang, di lain waktu babi panggang siap disantap bersama nasi hangat dan kecap manis.
Namun, di antara sekian banyak menu, ada satu yang paling dinanti-nanti oleh Stefanie: bubur babi kecap asin. Masakan ini hanya muncul di waktu-waktu istimewa. “Seperti acara tunangan, pernikahan, atau ketika kami lulus SMP dan SMA,” katanya memberi contoh.
Saking istimewanya, kata Stefanie, setiap kali mengingat bubur babi kecap asin buatan ibunya, yang terkenang bukan hanya rasanya, melainkan juga rangkaian proses pembuatannya. Pada pagi-pagi buta, ibu Stefanie sudah berada di pasar untuk berbelanja bahan-bahan baku. Kemudian, sebelum pukul enam pagi, dia masuk dapur dan tak boleh diganggu.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanplus
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanplus
Gratis akses ke event spesial kumparan
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814
Konten Premium kumparanplus
23 tahun setelah Kekerasan Rasial 1998, banyak orang Tionghoa masih ketakutan, bahkan ketika berada di dalam rumah. Jurnalis pemenang penghargaan Faisal Irfani menuturkan kisah-kisah mereka. Klik artikel di bawah ini untuk membaca selengkapnya.
3 Konten
SEDANG DIBACA
Bubur Babi Kecap Asin (3)
Faisal Irfani
KONTEN SEBELUMNYA
Trauma dalam Rumah (2)
Faisal Irfani
Lihat Lainnya
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten