news-card-video
19 Ramadhan 1446 HRabu, 19 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Lapar Mata dan Mubazir Saat Membeli Takjil

Muhammad Faishol Al Hamimy
Mahasiswa Pascasarjana Studi Islam UIN Sayyid Ali Rahmatullah
19 Maret 2025 13:08 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Faishol Al Hamimy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi berburu takjil (Sumber: istockphoto)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi berburu takjil (Sumber: istockphoto)
ADVERTISEMENT
Menjelang waktu berbuka puasa di bulan Ramadan, sekitar pukul setengah lima sore, suasana di pinggir jalan mendadak ramai. Orang-orang berbondong-bondong mencari takjil untuk melepas dahaga dan lapar setelah menahan diri selama 13–14 jam. Deretan makanan dan minuman yang tersaji di berbagai lapak terlihat sangat menggoda, apalagi didukung oleh perut kosong yang semakin meningkatkan rasa lapar. Aroma makanan yang sedap, warna-warni minuman yang segar, serta variasi pilihan yang berlimpah membuat banyak orang tergoda untuk membeli dalam jumlah banyak. Tak jarang, kantong-kantong plastik penuh makanan tergantung di motor mereka. Namun, setelah berbuka, sering kali ditemukan makanan yang tak tersentuh dan akhirnya terbuang sia-sia.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini erat kaitannya dengan mekanisme biologis tubuh dalam mengatur rasa lapar. Jeffrey M. Friedman dan Julie L. Halaas, dalam tulisan mereka Leptin and the Regulation of Body Weight in Mammals, menjelaskan bahwa rasa lapar dipengaruhi oleh interaksi kompleks antara sistem saraf dan hormon yang bertugas menjaga keseimbangan energi dalam tubuh. Salah satu hormon utama yang berperan adalah ghrelin, yang diproduksi oleh sel-sel di lambung dan dilepaskan ke dalam aliran darah saat perut kosong. Ghrelin merangsang hipotalamus, bagian otak yang mengatur nafsu makan, sehingga menimbulkan sensasi lapar yang kuat. Sebaliknya, hormon leptin, yang diproduksi oleh sel lemak, berfungsi sebagai sinyal kenyang dengan menghambat nafsu makan.
Saat tubuh membutuhkan energi dan perut terasa kosong, seseorang sering kali mengalami apa yang disebut sebagai "lapar mata". Lapar mata adalah kondisi ketika seseorang tergoda membeli atau mengambil sesuatu bukan karena benar-benar membutuhkannya, tetapi karena tampilan yang menarik atau sekadar dorongan emosional sesaat. Dalam konteks Ramadan, fenomena ini semakin diperparah dengan psikologis “balas dendam” setelah seharian menahan lapar. Mata melihat banyak makanan lezat, perut terasa kosong, dan otak seolah memberikan sinyal bahwa semua makanan itu harus dibeli agar puas. Namun, setelah berbuka, kapasitas makan yang sebenarnya terbatas membuat banyak makanan tak termakan dan akhirnya terbuang.
Ilustrasi keinginan banyak makan (Sumber: istockphoto)
Bahaya lapar mata tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga memiliki konsekuensi yang lebih luas. Dari segi kesehatan, mengonsumsi makanan secara berlebihan dapat mengganggu keseimbangan nutrisi, menyebabkan lonjakan gula darah, meningkatkan risiko obesitas, serta memicu gangguan pencernaan akibat perut yang tiba-tiba diisi terlalu banyak setelah kosong seharian. Dari segi keuangan, kebiasaan membeli makanan tanpa perhitungan dapat membuat seseorang boros dan mengeluarkan uang untuk sesuatu yang tidak benar-benar dibutuhkan. Dalam jangka panjang, kebiasaan ini bisa menyebabkan ketidakstabilan finansial dan keborosan yang tidak perlu. Selain itu, dampak lingkungan juga tidak bisa diabaikan. Sampah makanan yang dihasilkan dari makanan yang terbuang akan menambah jumlah limbah, mencemari lingkungan, dan mencerminkan pemborosan sumber daya, baik dari bahan pangan maupun energi yang digunakan untuk memasaknya.
ADVERTISEMENT
Dalam Islam, perilaku boros atau mubazir merupakan sesuatu yang dilarang. Bintang Fauzan dkk., dalam penelitiannya, menjelaskan bahwa mubazir adalah sikap berlebihan dalam menggunakan sesuatu tanpa manfaat yang jelas, baik dalam hal makanan, harta, maupun sumber daya lainnya. Mubazir tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga menciptakan kesenjangan sosial, karena sementara ada yang membuang makanan, di sisi lain masih banyak orang yang kesulitan mendapatkan makanan yang layak. Q.S. Al-Isra ayat 26-27 menegaskan bahwa orang yang melakukan tabdzir (pemborosan) termasuk golongan setan. Ayat ini memberikan peringatan bahwa membuang-buang sesuatu yang seharusnya bisa dimanfaatkan adalah tindakan yang tidak sejalan dengan ajaran Islam.
Refleksi diri (Sumber: istockphoto)
Untuk menghindari lapar mata saat membeli takjil, diperlukan kesadaran diri dan pengendalian impuls. Sebelum berangkat membeli takjil, ada baiknya membuat daftar belanja sederhana berdasarkan apa yang benar-benar dibutuhkan, bukan sekadar keinginan sesaat. Selain itu, penting untuk mempertimbangkan porsi makan yang cukup agar tidak ada makanan yang terbuang sia-sia. Mengutamakan makanan yang bernutrisi dibanding sekadar yang tampak menarik juga bisa membantu menghindari pola makan yang tidak sehat.
ADVERTISEMENT
Bijak dalam berbelanja tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan dan keuangan, tetapi juga merupakan bentuk penghargaan terhadap rezeki yang telah diberikan. Ramadan sejatinya bukan hanya tentang menahan lapar, tetapi juga tentang menumbuhkan rasa syukur, kesederhanaan, dan kepedulian terhadap sesama. Maka, mengendalikan lapar mata bukan hanya keputusan yang bijak, tetapi juga bagian dari refleksi spiritual yang dapat membuat Ramadan lebih bermakna.