Konten dari Pengguna

Fenomena PayLater: Kemudahan yang Berujung Jerat Finansial

Faiza Batrisyia Nisrina
Mahasiswa PKN STAN
31 Januari 2025 15:22 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faiza Batrisyia Nisrina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa tahun terakhir, tren penggunaan PayLater di Indonesia semakin meningkat. PayLater merupakan sistem pembayaran yang ditunda, di mana pembeli diperbolehkan membeli barang namun pembayarannya belakangan, tentu saja beserta tanggungan bunganya. Kemudahan akses dan proses pendaftaran yang cepat membuat layanan ini semakin diminati, terutama di kalangan generasi muda dan pekerja dengan pendapatan menengah.
ADVERTISEMENT
Jika digunakan secara bijak dan tetap dalam batas wajar, PayLater sebenarnya dapat membantu meringankan beban masyarakat, terutama bagi mereka yang membutuhkan namun menghadapi keterbatasan ekonomi. Namun, di balik kemudahannya, penggunaan PayLater juga membawa dampak negatif yang perlu diwaspadai. Tingginya suku bunga, risiko utang yang menumpuk, serta kurangnya pemahaman finansial dapat menyebabkan masalah keuangan bagi pengguna.
Layanan PayLater semakin diminati di Indonesia karena menjadi opsi pembayaran instan yang praktis dan mudah diakses. Sistem kredit berbasis teknologi ini memungkinkan pengguna untuk membeli barang atau menggunakan jasa terlebih dahulu dan membayarnya nanti dalam bentuk cicilan. Umumnya, fitur ini terintegrasi dalam berbagai aplikasi e-commerce, layanan transportasi online, hingga platform gaya hidup, dengan proses pendaftaran yang cepat dan persyaratan yang lebih simpel dibandingkan dengan kredit konvensional.
ADVERTISEMENT
Daya tarik utama PayLater terletak pada berbagai kemudahannya, mulai dari proses persetujuan yang instan, fasilitas cicilan tanpa kartu kredit, hingga promo menarik seperti bunga rendah atau bahkan nol persen dalam periode tertentu. Berbagai keuntungan ini membuat banyak orang tergoda untuk menggunakannya, tanpa benar-benar menyadari risiko finansial yang bisa muncul di balik kenyamanan tersebut.
Dibandingkan dengan metode kredit tradisional seperti kartu kredit atau pinjaman bank, PayLater menawarkan fleksibilitas lebih tinggi dan akses yang lebih luas. Pengguna tidak perlu memiliki riwayat kredit atau melengkapi banyak dokumen administratif yang biasanya menjadi syarat utama di lembaga keuangan formal. Selain itu, limit kredit yang diberikan sering kali menyesuaikan dengan profil pengguna, membuatnya lebih mudah diakses oleh mereka yang sebelumnya sulit mendapatkan layanan kredit perbankan.
ADVERTISEMENT
Meski banyak menawarkan kemudahan, PayLater bisa memberikan dampak negatif, seperti meningkatnya perilaku konsumtif di kalangan masyarakat. Kemudahan akses dan proses persetujuan yang cepat mendorong banyak orang untuk melakukan pembelian secara impulsif tanpa mempertimbangkan kemampuan finansial mereka, sehingga banyak pengguna yang terjebak dalam kebiasaan belanja berlebihan, tanpa menyadari konsekuensi jangka panjang terhadap kondisi keuangan pribadi mereka.
Selain itu, banyak pengguna PayLater tidak sepenuhnya memahami ketentuan terkait bunga dan denda keterlambatan. Hal ini menyebabkan mereka dengan mudah terjerat dalam utang yang semakin menumpuk. Tidak sedikit kasus di mana pengguna akhirnya kesulitan melunasi tagihan akibat akumulasi bunga yang tinggi dan penalti keterlambatan pembayaran. Jika tidak dikelola dengan baik, penggunaan PayLater dapat menjadi beban finansial yang berat dan berdampak buruk pada stabilitas ekonomi individu.
ADVERTISEMENT
Kemudian, dampak lainnya adalah banyak pengguna yang belum sepenuhnya memahami risiko finansial di balik kenyamanan tersebut. Kurangnya literasi keuangan membuat masyarakat sering kali menggunakannya tanpa perhitungan matang, yang pada akhirnya berujung pada utang yang terus menumpuk. Tak sedikit pula yang luput menyadari adanya bunga tersembunyi serta berbagai biaya tambahan, yang bisa membuat total cicilan jauh lebih besar dari perkiraan awal.
Tidak hanya membebani keuangan pribadi, penggunaan PayLater yang tidak terkontrol juga bisa berdampak buruk pada skor kredit seseorang. Jika pembayaran tertunda, riwayat kredit pengguna dapat tercatat di sistem perbankan dan memengaruhi reputasi finansial mereka. Akibatnya, mereka yang memiliki catatan buruk dalam BI Checking bisa mengalami kesulitan saat mengajukan pinjaman di masa depan, baik untuk membeli rumah, kendaraan, maupun mendapatkan modal usaha. Jika tidak dikelola dengan bijak, kemudahan PayLater justru bisa berubah menjadi perangkap finansial yang sulit dihindari.
Sumber: Freepik.com/upklyak
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa jumlah kontrak pembiayaan PayLater di Indonesia mencapai 79,92 juta pada tahun 2023. Angka ini mengalami lonjakan signifikan dibandingkan tahun 2019, yang saat itu hanya mencatat 4,63 juta kontrak. Menurut OJK, rata-rata pertumbuhan tahunan PayLater mencapai 144,35%, dan tren ini diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap layanan tersebut.
ADVERTISEMENT
Hingga Maret 2024, outstanding piutang pembiayaan PayLater di Indonesia telah mencapai Rp6,13 triliun, mengalami kenaikan 23,9% secara tahunan. Besarnya angka ini mencerminkan tingginya minat masyarakat terhadap sistem pembayaran ini. Kepala Eksekutif Pengawasan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM, dan LJK Lainnya, Agusman, menyatakan bahwa kinerja PayLater diproyeksikan terus meningkat sepanjang tahun ini. Ia menambahkan bahwa pertumbuhan ini didorong oleh perkembangan teknologi yang semakin memudahkan masyarakat dalam bertransaksi secara online.
Sebuah unggahan di media sosial X mengungkapkan kisah tentang beberapa anak muda yang gagal mendapatkan pekerjaan karena memiliki riwayat kredit macet. Seorang pengguna dengan akun @kawtuz membagikan pengalamannya mengenai lima lulusan baru yang melamar di kantornya, tetapi semuanya gagal lolos seleksi akibat tercatat dalam BI Checking dengan status kolektibilitas 5, yang menandakan kredit macet.
ADVERTISEMENT
Sebagai informasi, sistem kolektibilitas kredit perbankan terbagi menjadi lima kategori, mulai dari Kol. 1 (lancar) hingga Kol. 5 (macet). Meskipun tidak diketahui secara pasti apakah kelima pelamar tersebut memiliki tunggakan dari layanan PayLater atau jenis kredit lainnya, jelas bahwa gagal bayar Buy Now Pay Later (BNPL) dapat menyulitkan penggunanya dalam berbagai aspek kehidupan.
Hal ini juga disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi. Menurutnya, dampak keterlambatan pembayaran BNPL mulai dirasakan oleh generasi muda, salah satunya adalah kesulitan dalam mengajukan pinjaman penting seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Ia juga mengungkapkan bahwa tunggakan PayLater ini sering kali bernilai kecil, berkisar antara Rp300.000 hingga Rp400.000. Meski jumlahnya tidak besar, keterlambatan pembayaran dapat berdampak buruk pada credit score seseorang. Lebih parahnya, beberapa pengguna mengalami kesulitan melunasi karena platform kredit mereka sudah tutup atau sulit dihubungi.
ADVERTISEMENT
Friderica menambahkan bahwa riwayat kredit yang buruk tidak hanya mempersulit pengajuan pinjaman, tetapi juga dapat menghambat seseorang dalam mendapatkan pekerjaan dan beasiswa. Banyak perusahaan dan lembaga penyedia beasiswa kini mempertimbangkan rekam jejak keuangan calon karyawan dan penerima beasiswa sebagai salah satu faktor penilaian.
Dari pengalaman di atas, meskipun PayLater memberikan kemudahan dalam bertransaksi, penggunaannya yang tidak terkendali bisa berujung pada masalah finansial. Oleh karena itu, penting untuk memahami solusi dan alternatif yang lebih sehat agar tetap bisa berbelanja tanpa terjebak dalam utang yang tidak perlu. Sebelum memanfaatkan layanan ini, masyarakat sebaiknya membekali diri dengan literasi keuangan dasar, khususnya dalam mengelola utang dan merencanakan pengeluaran. Memahami cara kerja bunga, biaya administrasi, serta denda keterlambatan dapat membantu pengguna menilai apakah PayLater benar-benar dibutuhkan atau justru berisiko membebani kondisi finansial mereka di masa depan. Selain itu, membiasakan diri mencatat pemasukan dan pengeluaran bisa menjadi langkah awal untuk menghindari ketergantungan pada kredit instan.
ADVERTISEMENT
Daripada langsung mengandalkan PayLater, ada beberapa strategi yang bisa diterapkan agar lebih bijak dalam berbelanja. Misalnya, dengan menyusun anggaran bulanan agar pengeluaran tetap sesuai dengan kemampuan finansial, memprioritaskan kebutuhan dibanding keinginan, serta menabung terlebih dahulu sebelum membeli barang yang diinginkan. Jika tetap ingin menggunakan PayLater, menetapkan batas maksimal penggunaan bisa membantu agar cicilan yang muncul tidak membebani keuangan setiap bulan.
Selain itu, ada beberapa metode pembayaran lain yang lebih aman dan minim risiko utang. Menggunakan kartu debit, misalnya, memungkinkan transaksi dilakukan tanpa perlu berutang. Dompet digital dengan saldo terbatas juga bisa menjadi alternatif yang membantu mengontrol pengeluaran. Selain itu, mengalokasikan dana khusus untuk kebutuhan mendadak serta memanfaatkan cicilan nol persen dari toko resmi dapat menjadi pilihan yang lebih terencana dan terkontrol.
ADVERTISEMENT
Kesadaran finansial memegang peran penting dalam mengelola pengeluaran. Dengan pemahaman yang baik tentang pengelolaan keuangan, seseorang dapat mengambil keputusan yang lebih cerdas dalam bertransaksi dan menghindari masalah di masa depan. Menggunakan PayLater secara bertanggung jawab akan membantu masyarakat tetap stabil secara finansial dan terhindar dari dampak negatif yang merugikan.
Pada akhirnya, PayLater bukanlah sesuatu yang sepenuhnya buruk jika digunakan dengan bijak dan penuh perhitungan. Namun, tanpa pemahaman yang cukup, kemudahan ini bisa berubah menjadi jebakan finansial. Oleh karena itu, membangun kebiasaan keuangan yang sehat dan memilih metode pembayaran yang lebih aman adalah langkah terbaik untuk menjaga kestabilan finansial dalam jangka panjang.
Faiza Batrisyia Nisrina dan Tarisa Azyati, Politeknik Keuangan Negara STAN.
ADVERTISEMENT