Konten dari Pengguna

Antara Perlindungan dan Kebocoran: Sistem Informasi Kita Perlu Audit Serius

Fajrul Khairati
Dosen Universitas Adzkia Padang, Konselor Keluarga dan Founder Komunitas Rumah Cahaya
5 Mei 2025 15:29 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fajrul Khairati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Digitalisasi sistem informasi publik berjalan cepat. Hampir semua layanan kini dilakukan secara daring. Warga diminta mengisi formulir elektronik, mengunggah dokumen pribadi, dan menyerahkan data sensitif dalam berbagai bentuk. Data tersebut tersimpan dalam server negara, dalam sistem informasi yang terus berkembang. Namun di tengah euforia ini, muncul pertanyaan besar: apakah data yang kita berikan benar-benar aman?
ADVERTISEMENT
Setiap orang menyerahkan nama, alamat, nomor induk, bahkan biometrik. Tapi tak semua tahu bagaimana data itu diproses. Siapa yang mengaksesnya. Apakah dienkripsi. Apakah ada sistem pengawasan. Dan bila bocor, siapa yang bertanggung jawab?
Foto: Audit Sistem Informasi. Sumber: https://spi.undip.ac.id/wp-content/uploads/2020/11/audit-4189560_1280-1080x675.jpg
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Audit Sistem Informasi. Sumber: https://spi.undip.ac.id/wp-content/uploads/2020/11/audit-4189560_1280-1080x675.jpg

Kebocoran yang Berulang

Dalam beberapa tahun terakhir, kebocoran data terjadi berkali-kali. Tidak hanya satu atau dua insiden. Tapi deretan panjang kasus yang terus berulang. Kebocoran data pemilih, data pelanggan, data keuangan, bahkan data identitas kependudukan. Semuanya melibatkan jutaan akun. Dampaknya luas, tapi responsnya tipis.
Sayangnya, tidak ada penyelesaian yang transparan. Publik sering kali hanya menerima klarifikasi singkat. Tanpa laporan investigasi. Tanpa audit terbuka. Tanpa pihak yang secara tegas dimintai pertanggungjawaban. Kebocoran demi kebocoran dianggap sebagai risiko biasa. Bukan masalah besar.
ADVERTISEMENT
Padahal, ini bukan soal teknis semata. Tapi soal kepercayaan publik. Ketika data pribadi bocor tanpa penjelasan, maka rasa aman warga ikut hilang. Rasa percaya kepada sistem ikut melemah.

Sistem Canggih, Tapi Rentan

Banyak sistem informasi pemerintah tampak modern. Ada dashboard visual. Ada aplikasi berbasis cloud. Ada layanan 24 jam tanpa tatap muka. Tapi tampilan luar tidak selalu mencerminkan kualitas dalam. Sistem yang tampak canggih bisa saja menyimpan banyak celah.
Pengelolaan keamanan sering dilimpahkan pada vendor pihak ketiga. Tapi tidak semua vendor diawasi secara ketat. Tidak semua instansi memiliki tim keamanan siber yang kuat. Bahkan tidak semua tahu bahwa data bisa diekspor, dikopi, atau dipantau secara diam-diam.
Audit terhadap sistem informasi jarang dilakukan. Kalaupun ada, sering kali bersifat administratif. Bukan audit keamanan yang menyeluruh. Padahal, audit adalah cara paling jujur untuk melihat kelemahan sistem. Bukan untuk menyalahkan, tapi untuk memperbaiki.
ADVERTISEMENT

UU Perlindungan Data Pribadi

Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi telah diberlakukan. Ini adalah tonggak penting dalam tata kelola data nasional. Namun regulasi saja tidak cukup. Yang dibutuhkan adalah implementasi.
Banyak instansi belum siap menjalankan kewajiban yang diatur dalam undang-undang. Belum punya petugas perlindungan data. Belum memperbarui sistem. Belum menetapkan SOP ketika terjadi pelanggaran. Bahkan masih banyak yang belum menyadari bahwa kebocoran data bisa berdampak hukum.
Tanpa implementasi yang kuat, undang-undang hanya akan menjadi formalitas. Ia tidak akan mampu membendung penyalahgunaan. Ia tidak akan mampu mengembalikan kepercayaan warga.

Audit yang Terlupakan

Audit sistem informasi harus menjadi kegiatan wajib. Harus ada penilaian rutin terhadap sistem yang menyimpan jutaan data publik. Audit harus dilakukan oleh pihak independen. Hasilnya harus disampaikan kepada publik. Bukan disimpan dalam arsip.
ADVERTISEMENT
Audit harus mencakup aspek teknis dan kelembagaan. Apakah sistem mengenkripsi data dengan baik. Apakah akses dibatasi. Apakah ada catatan log. Apakah ada SOP tanggap darurat. Apakah operator sistem memahami prosedur.
Tanpa audit, kita hanya berjalan dalam gelap. Kita tidak tahu sistem mana yang rentan. Tidak tahu titik mana yang lemah. Dan ketika terjadi kebocoran, kita hanya bisa menebak-nebak penyebabnya.

Transparansi dan Tanggung Jawab

Transparansi adalah inti dari sistem yang bisa dipercaya. Masyarakat berhak tahu bagaimana datanya diproses. Siapa yang menyimpan. Siapa yang mengakses. Dan untuk keperluan apa.
Ketika terjadi pelanggaran, harus ada mekanisme tanggap yang jelas. Warga yang datanya bocor harus diberi tahu. Harus mendapat penjelasan. Bukan dibiarkan bingung dan bertanya-tanya.
ADVERTISEMENT
Setiap lembaga pengelola data harus punya tanggung jawab yang tegas. Jika sistem mereka gagal, maka mereka harus mengakuinya. Jika pengamanan lemah, maka harus diperbaiki. Bukan dibungkam.

Negara Harus Memberi Contoh

Pemerintah harus memberi teladan. Kementerian dan lembaga negara harus menjalankan audit terbuka. Harus memperkuat sistem yang dimilikinya. Harus membuktikan bahwa perlindungan data bukan basa-basi.
Koordinasi antarlembaga harus ditingkatkan. Lembaga pengawas harus diperkuat. Badan siber harus diberi kewenangan penuh untuk melakukan evaluasi teknis dan operasional. Karena perlindungan data menyangkut hak dasar warga negara.

Penutup

Kita tidak bisa terus membiarkan kebocoran terjadi tanpa tanggung jawab. Kita tidak bisa menormalisasi kegagalan. Sistem informasi publik adalah infrastruktur negara. Sama pentingnya dengan jalan, listrik, dan air bersih.
ADVERTISEMENT
Jika data terus bocor, maka yang hilang bukan hanya informasi. Tapi juga kepercayaan. Dan kepercayaan yang hilang, tidak bisa dikembalikan hanya dengan janji-janji keamanan.
Audit adalah awal. Transparansi adalah keharusan. Perlindungan adalah tanggung jawab bersama.