Konten dari Pengguna

TikTok dan Penurunan Kemampuan Berpikir Analitis di Kalangan Pengguna Anak Muda

Muhammad Fakhrul Arifin
Pemuda yang sedang tumbuh dan masih idealis dengan banyak ide ide, keresahan di kepala. Mahasiswa Sejarah Universitas Diponegoro
22 Oktober 2024 18:49 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Fakhrul Arifin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
TikTok, platform media yang digemari anak muda, foto oleh : nikuga/pixabay
zoom-in-whitePerbesar
TikTok, platform media yang digemari anak muda, foto oleh : nikuga/pixabay
ADVERTISEMENT
TikTok, platform media yang diluncurkan pada tahun 2016 oleh Zhang Yiming, telah berkembang pesat menjadi salah satu aplikasi populer di dunia. TikTok memungkinkan penggunaan dapat membuat video berdurasi pendek antara antara 15 detik hingga satu menit atau lebih, sering kali berisi hiburan, video keseharian, memasak, informasi atau hal-hal lainya. Platform ini populer di kalangan anak muda seluruh dunia, di Asia sendiri termasuk Pakistan, India, Malaysia, Indonesia, Jepang, Malaysia dan Thailand.
ADVERTISEMENT
Seiring dengan semakin populernya video pendek seperti TikTok, ini menjadi dampak negatif juga bagi anak muda karena semakin terbiasa dengan penggunaan media sosial yang serba cepat dan instan. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Qian Jiang dan Liangying Ma dari Universitas Peking pada tahun 2024, muncul temuan yang mengejutkan terkait dampak penggunaan TikTok terhadap kemampuan berpikir analitis di kalangan anak muda.
TikTok : Dari Hiburan Menjadi Bahaya Kognitif
Dalam beberapa tahun terakhir, TikTok telah berkembang menjadi platform sosial dengan pertumbuhan yang sangat pesat. Aplikasi ini banyak digemari bagi pengguna berusia antara 18 hingga 34 tahun. Pengguna tertarik dengan video singkat pada konten yang bersifat hiburan, mulai dari meme hingga kejadian kejadian lucu yang terekam. Namun interaksi dengan TikTok bukan hanya menikmati video semata, tetapi juga melibatkan teknologi interaktif yang memungkinkan pengguna untuk terus scrolling secara terus menerus tanpa henti, mengikuti rekomendasi konten yang disajikan oleh algoritma aplikasi.
ADVERTISEMENT
Pada penelitian Jiang dan Ma menunjukan bahwa kebiasaaan scrolling pada aplikasi video pendek ini memiliki dampak signifikan terhadap kemampuan berpikir analitis. Melalui dua studi yang berbeda, mereka menemukan bahwa penggunaan TikTok tidak hanya menurunkan kemampuan berpikir analitis tetapi juga meningkatkan kecenderungan pengguna untuk mempercayai berita palsu serta terpengaruh oleh konten negatif. Hal ini menjadi sangat mengkhawatirkan, mengingat betapa mudahnya pengguna terjebak dalam siklus konsumsi yang memberikan dampak negatif secara terus menerus.
Menonton Video Pendek Menurunkan Bepikir Analitis
Pada penelitian ini terdiri dari dua studi utama yang dirancang berdasarkan teori dual-proses. Teori ini membagi manusia menjadi dua tipe yaitu proses tipe 1 yang intuitif dan cepat, dan proses tipe 2 yang lebih analitis, lambat dan memerlukan pemikiran yang mendalam. Dalam studi pertama, partisipan diminta untuk menonton video TikTok selama 30 menit, sementara kelompok kontrol membaca e-book melalui WeChat Reading. Hasilnya menunjukkan bahwa mereka yang menonton video TikTok selama 30 menit mengalami penurunan kemampuan berpikir analitis yang diukur melalui tes refleksi kognitis (CRT).
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, studi ini juga menemukan bahwa partisipan yang menonton video TikTok lebih rentan terhadap berita palsu dan konten negatif dibandingkan kelompok yang membaca e-book. Temuan ini menunjukkan bahwa paparan konten video singkat yang secara repetitif mempercepat proses berpikir intuitif, tetapi pada saat yang sama juga mengurangi kemampuan berpikir secara kritis dan reflektif.
Mengapa Scrolling Layar Mengurangi Berpikir Analitis?
Ilustrasi aktivitas scrolling, foto oleh : jcomp/Freepik
Menjadi sebuah pertanyaan mengapa aktivitas scrolling layar dapat mengurangi kemampuan berpikir analitis. Ketika pengguna menscrolling dari satu video ke video berikutnya, mereka terpapar dengan aliran konten terus menerus dan bersifat adiktif. Konten-konten pada aplikasi TikTok seringnya bersifat sederhana dan menghibur, membuat pengguna tidak perlu melakukan pemikiran yang mendalam atau mempertanyakan informasi yang diterima. Selain itu, tindakan menscrolling yang cepat dan instan mengurangi motivasi pengguna untuk menganalisis informasi yang mereka terima.
ADVERTISEMENT
Pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa interaksi dengan algoritma TikTok yang secara otomatis merekomendasikan video berdasarkan preferensi pengguna, memperkuat kebiasaan scrolling ini. Semakin banyak mereka scrolling semakin besar juga kepercayaan mereka terhadap algoritma yang disajikan oleh TikTok berdasarkan aktivitas pencarian yang sesuai dengan preferensi mereka.Akibatnya, pengguna cenderung mempercayai informasi yang disajikan algoritma TikTok tanpa melakukan evaluasi kritis, sehingga ini akan meningkatkan resiko terpapar pada berita palsu.
Penurunan Emosi Positif dan Kelelahan Kognitif
Penelitian ini juga mengungkapkan mekanisme psikologi yang mendasari penurunan berpikir analitis. Salah satu faktor utama yang ditemukan adalah penurunan emosi positif setelah penggunaan TikTok. Kegiatan scrolling yang cepat dan terus menerus membuat pengguna merasa terlibat secara intens dalam aplikasi, tetapi setelah penggunaan, mereka sering kali mengalami penurunan emosi positif seperti kepuasan dan kegembiraan. Penurunan emosi positif ini berdampak pada motivasi pengguna untuk berpikir analitis. Sebaliknya mereka menjadi lebih rentan terhadap pengambilan keputusan yang cepat dan intuitif.
ADVERTISEMENT
Selain itu, meskipun aplikasi seperti TikTok memberikan hiburan yang instan dan dapat diakses dimana saja, pengguna sering kali mengalami kelelahan kognitif setelah menonton video secara terus-menerus. Informasi dan hiburan yang datang secara terus menerus tanpa jeda membuat otak kewalahan yang pada akhirnya mengurangi kapasitas otak mereka untuk berpikir secara mendalam dan reflektif. Hal ini semakin memperkuat kecenderungan untuk bergantung pada proses berpikir yang intuitif dan otomatis.
Dari hasil penelitian ini menjadi suatu peringatan bagi pengguna aplikasi video pendek seperti TikTok, terutama kalangan anak muda yang telah terjebak dalam kebiasaan scrolling. Penting bagi pengguna untuk menyadari dampak negatif dari aktivitas scrolling video pendek yang secara terus menerus dan menghabiskan waktu berjam-jam di TikTok. Salah satu solusi praktis yang perlu diterapkan adalah pembatasan waktu dengan menggunakan fitur yang telah disediakan. Fitur ini akan menjadi pengingat bagi penggunanya untuk menghentikan kegiatan scrolling dengan batas waktu yang telah ditentukan.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks pendidikan, aktivitas scrolling TikTok menjadi salah satu faktor malasnya anak muda untuk belajar. Terjebak dalam aktivitas scrolling tanpa henti menurunkan fokus untuk belajar karena terbiasa dengan aktivitas yang serba instan dan cepat. Anak muda akan mudah lelah ketika belajar yang mana membutuhkan fokus lebih dan berpikir mendalam sedangkan kebiasaan scrolling yang instan, cepat dan intuitif dapat menurunkan fokus. Bahkan pada era perkembangan pesat TikTok, video berdurasi 10 menit atau lebih menjadi terasa lama di kalangan anak muda.
Referensi :
Jiang, Q., & Ma, L. (2024). Swiping more, thinking less: Using TikTok hinders analytic thinking. Cyberpsychology: Journal of Psychosocial Research on Cyberspace, 18(3), Article 1