Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Ngaji Ihya’ Ulumiddin: Metode untuk Mengetahui Kekurangan Diri Sendiri
12 Februari 2024 13:25 WIB
Tulisan dari Achmad Bissri fanani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Betapa banyak dari kita yang mencari kekurangan saudaranya. Bukan untuk menegur atau menasehati melainkan menjatuhkan dan mencaci. Orang-orang seperti itu cenderung rabun akan kekurangannya sendiri. Mereka akan sulit menjadi lebih baik. Ya, kekurangannya saja tidak mereka sadari bagaimana mau memperbaiki?
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menjelaskan hamba yang dikehendaki baik oleh Allah adalah mereka yang sadar akan kekurangannya. Itu sulit sekali dilakukan. Lantas bagaimana cara agar mudah menyadari kekurangan diri sendiri? Jangan khawatir, Imam Al-Ghazali memberikan kita empat tips agar mudah menyadari kekurangan diri, kurang lebih sebagai berikut:
1. Sering berkumpul dengan guru yang jelih akan kekurangan kita.
Cara ini sangat sederhana tapi pada zaman sekarang agaknya sedikit sulit dilakukan. Tahu sendiri kan guru dengan kriteria tersebut sudah jarang? Sering berkumpul dengan guru yang memang jelih akan kekurangan kita akan mempermudah untuk menyadari apa kekurangan kita saat ini. Ia akan memberikan nasehat dan kita tinggal melakukan.
Biasanya hal seperti ini muncul secara alami karena kuatnya ikatan guru dan murid. Ya kalau ditanya apa sih gunanya sowan (Berkunjung ke guru) bagi para santri?, maka jawabannya untuk meminta nasehat guna memperbaiki diri. Dari sini peran guru benar-benar penting dalam proses pembenahan muridnya.
ADVERTISEMENT
2. Bergaul dengan teman yang jujur dan agamis
Teman yang jujur dan baik dalam menjalankan agama sangat berguna untuk mengetahui apa kekurangan kita. Tapi ingat teman yang benar-benar jujur ya! Bukan yang hanya mengaku jujur, he,he. Baik dalam agama juga bukan berarti tidak pernah melakukan dosa. Tapi sedikit perbuatan fasiknya.
Orang yang jujur serta agamis akan selalu memberikan nasehat kepada kita apabila ada kesalahan atau kekurangan yang kita miliki. Seumpama kita speda, mereka adalah remnya. Bayangkan saja bagaimana kalau sepeda gak ada remnya! Jalannya akan sulit dikontrol.
Namun jangan disalah pahami, dengan cara ini bukan berarti kita tidak boleh bergaul dengan orang fasik dan urakan. Syariat tidak mempermasalahkan kita bergaul dengan siapa saja bahkan dengan pendosa sekalian, asalkan kita tidak ikut terjerumus. Jangan sampai kita terwarnai bahkan kalau kita yang mewarnai mereka. Sebagaimana dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 2:
ADVERTISEMENT
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِۖ
“Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”
Dalam Kitab Tafsir Qurtubi dijelaskan bahwasanya ayat diatas menjadi patokan untuk bergaul. Kita boleh bergaul dengan siapapun dengan syarat bukan untuk tolong menolong perihal dosa dan pertikaian. Bahkan kita dianjurkan bergaul dengan pendosa supaya mengajaknya kejalan yang benar. Nabi Muhammad saw. pun pernah bersabda:
الدال على الخير كفاعله ، وقد قيل : الدال على الشر كصانعه
“Penuntun jalan kebaikan pahalanya seperti orang yang melakukannya dan dikatan pula penuntun jalan kepada kesesatan seperti pelakunya.”
[Imam Qurtubi, Tafsir Qurthubi, (Sameela: Kairo: Darul kutub Misriyah: 1964) juz. 6 hal. 46]
ADVERTISEMENT
3. Mendengarkan orang-orang yang hasud kepada kita
Kita sebenarnya harus bersyukur tatkala ada orang yang hasud kepada kita. Mereka adalah salah satu sumber untuk mengetahui kekurangan kita. Itu sudah pasti lantaran di mata mereka sekecil apa kekurangan dan kesalahan kita akan terlihat.
Bahkan bisa jadi orang yang hasud kepada kita lebih baik daripada teman dekat kita. Teman dekat biasanya hanya memuji-muji, karena mau mengutarakan kekurangan kita mereka tidak enak hati. Pujian itulah yang cenderung membuat kita besar kepala dan mudah merasa puas dengan apa yang ada. Imbasnya perkembangan kita pun tercegah.
4. Sering-sering bergaul dengan masyarakat.
Cara yang terakhir, Imam Al-Ghazali menganjurkan kita untuk sering bergaul dengan masyarakat. Dengan cara bersosial ini kita akan mengetahui apa yang dianggap masyarakat jelek dan kurang terpuji. Setelah mengetahui barulah kita coba renungkan apakah kita pernah melakukan hal tersebut atau tidak.
ADVERTISEMENT
Anggapan masyarakat bagaikan cermin bagi kita. Ya,begitulah penjelasan Imam Al-Ghazali. Alhasil dengan cara ini kita akan diajari membaca keadaan yang ada. Kita harus bisa menyesuaikan diri dengan mereka agar mudah beradaptasi. Namun masyarakat yang dimaksut adalah masyarakat muslim juga lantaran ideologi kita sama. Bukan masyarakat yang berbeda keyakinan dengan kita. [Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, (Al-Haramain) juz. 3 hal. 62]
Wallahu A'lam