Konten dari Pengguna

Tax Evasion di Indonesia: Pakai Faktur Pajak Fiktif, Rugikan Negara?

Faradilla
Mahasiswa Program Studi Sarjana Terapan Manajemen Keuangan Negara Politeknik Keuangan Negara STAN
9 Februari 2025 11:59 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faradilla tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Jangan pernah lelah mencintai negeri ini" - Sri Mulyani Indrawati
Gambar Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (Sumber: Penulis)
zoom-in-whitePerbesar
Gambar Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (Sumber: Penulis)
Tax evasion atau biasa disebut penggelapan pajak merupakan penghindaran pajak secara ilegal yang diusahakan oleh wajib pajak dengan cara menutupi keadaan yang sesungguhnya, akan tetapi cara yang dipakai sebenarnya bertentangan dengan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) itu sendiri. Sanksi administrasi dan tindak pidana perpajakan berpotensi dikenakan kepada wajib pajak yang melakukan tax evasion karena upaya penggelapan tersebut memiliki dampak pada kerugian negara yang sangat tinggi.
ADVERTISEMENT
Ringkasan Kasus: Tax Evasion oleh Direktur PT SDR
Di Indonesia, kasus penggelapan pajak masih menjadi tantangan serius. Sebagai contoh, salah satu kasus terbaru yang melibatkan Direktur PT Susanto Dwi Rezeki (PT SDR). Dwi Riko Susanto selaku direktur PT SDR diduga melakukan tindak pidana perpajakan sehingga terdakwa diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara pada Kamis, 21 Maret 2024. Terdakwa diduga melakukan tindak pidana dengan menerbitkan faktur pajak, bukti pemungutan dan pemotongan pajak, serta bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya. Oleh karena itu, terdakwa diduga dengan sengaja menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) yang isinya tidak benar atau tidak lengkap ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai.
PT Susanto Dwi Rezeki (PT SDR) bergerak di bidang perdagangan pupuk dan produk agrokimia. Dalam menjalankan usahanya, Dwi Riko Susanto selaku direktur PT SDR mengurangi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang harus dibayar dengan cara mengkreditkan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya mulai tahun 2013 sampai tahun 2015. Akibat perbuatan tersebut, Dwi Riko Susanto menyebabkan kerugian negara sebesar Rp3.941.769.175,00 atau Rp3,9 Miliar.
ADVERTISEMENT
Dampak Buruk: Kerugian Negara
Tax evasion yang dilakukan oleh PT SDR menyebabkan kerugian negara sebesar Rp3,9 miliar, yang seharusnya dapat digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan dan pelayanan publik. Dengan hilangnya potensi penerimaan pajak sebesar itu, pemerintah mengalami defisit dalam anggaran yang dapat menghambat proyek infrastruktur, subsidi pendidikan, dan layanan kesehatan bagi masyarakat. Selain itu, tax evasion juga memperbesar kesenjangan fiskal, di mana beban pajak menjadi tidak merata karena hanya wajib pajak yang patuh yang harus menanggung kontribusi terhadap negara. Dalam jangka panjang, hal ini dapat melemahkan kapasitas negara dalam menyediakan layanan publik yang optimal, memperlambat pertumbuhan ekonomi, serta mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan yang ada.
Ketegasan Regulasi Pajak: KUP
ADVERTISEMENT
Pengadilan Negeri Binjai, Sumatera Utara,
melalui musyawarah majelis hakim, memutuskan terdakwa Dwi Riko
Susanto selaku Direktur PT Susanto Dwi Rezeki atau PT SDR terbukti bersalah melakukan pelanggaran perpajakan. Atas putusan tersebut, Dwi Riko Susanto divonis pidana penjara selama tiga tahun dan wajib membayar denda sebesar Rp7,8 miliar pada Senin, 24 Juni 2024.
Dalam kasus ini, terdakwa didakwa melanggar beberapa pasal di Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021, yaitu :
Pasal 3 Ayat 1
“Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.”
ADVERTISEMENT
Pasal 4 Ayat 1
Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.
Atas pelanggaran tersebut, terdakwa dikenai sanksi yang sesuai dengan pasal di Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021, yaitu :
Pasal 39 Ayat 1 Huruf D
Setiap orang yang dengan sengaja menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
ADVERTISEMENT
Adapun terdapat beberapa upaya agar wajib pajak terhindar dari sanksi pidana penjara yang tertuang pada pasal di Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021, yaitu :
Pasal 44B Ayat 2 Huruf B
Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan setelah Wajib Pajak atau tersangka melunasi: kerugian pada pendapatan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 3 (tiga) kali jumlah kerugian pada pendapatan negara.
Strategi Efektif: Pencegahan Tax Evasion
Menurut penulis, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah kasus serupa di masa depan oleh pemerintah, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), serta para wajib pajak. Pertama, peningkatan sistem digitalisasi perpajakan perlu terus diperkuat guna memastikan bahwa transaksi yang terjadi dapat diawasi dengan lebih transparan dan akurat. Kedua, penegakan hukum harus lebih tegas, termasuk dengan meningkatkan sanksi dan mempercepat proses hukum bagi pelaku tax evasion. Ketiga, edukasi dan sosialisasi pajak bagi wajib pajak perlu lebih gencar dilakukan agar kesadaran mengenai pentingnya kepatuhan pajak semakin meningkat. Terakhir, pemerintah dapat memperkuat kerja sama dengan sektor swasta dalam upaya audit dan pengawasan independen terhadap kepatuhan pajak perusahaan.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan: Pelajaran Berharga
Menurut penulis, tax evasion yang melibatkan PT SDR menunjukkan bahwa masih ada celah dalam sistem perpajakan yang dimanfaatkan oleh wajib pajak yang tidak bertanggung jawab. Praktik faktur pajak fiktif yang dilakukan PT SDR mengakibatkan kerugian negara yang besar sejumlah miliaran rupiah dan berdampak negatif pada penerimaan negara. Kerugian ini bukan hanya angka nominal, tetapi juga berdampak langsung pada kemampuan negara dalam membiayai berbagai program pembangunan.
Penulis menyimpulkan bahwa kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi setiap wajib pajak dalam memahami konsekuensi dari tax evasion. Jika tax evasion terus dibiarkan, dampaknya tidak hanya merugikan negara tetapi juga masyarakat luas yang bergantung pada anggaran negara untuk berbagai layanan publik. Sebagai warga negara yang baik, kita sudah seharusnya mematuhi peraturan yang ada dan memahami bahwa pajak merupakan salah satu sumber utama penerimaan negara. Dengan kepatuhan pajak yang lebih baik, diharapkan Indonesia dapat terhindar dari seluruh jenis kerugian dan mencapai penerimaan negara yang optimal.
ADVERTISEMENT
Transparansi dan pengawasan yang lebih ketat oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya tax evasion di masa mendatang. Selain itu, edukasi bagi wajib pajak tentang kewajiban dan konsekuensi hukum dari penghindaran pajak harus semakin diperkuat agar kasus serupa tidak terus terulang. Pemerintah juga harus terus memperkuat sistem digitalisasi perpajakan untuk mengurangi kemungkinan manipulasi pelaporan pajak. Selain itu, reformasi kebijakan perpajakan perlu diarahkan agar lebih mudah dipahami dan diterapkan oleh wajib pajak sehingga tidak ada alasan bagi mereka untuk menghindari kewajiban pajak.
"Pajak bukanlah beban, tetapi merupakan bagian dari kewajiban kita untuk mendukung kemajuan bersama" - John F. Kennedy
Referensi
[1] Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
ADVERTISEMENT
[2] https://www.pajak.go.id/id/siaran-pers/djp-sumut-i-bersama-polda-sumut-serahkan-tersangka-dan-barang-bukti-kasus-perpajakan