Asadora, Yamagata, dan Perempuan di Rumah Zaman Dahulu Kala

Faramela Azania
PNS Kemlu dan Pecinta Buku
Konten dari Pengguna
24 Maret 2021 21:57 WIB
comment
16
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faramela Azania tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Here Comes Asa, salah satu Asadora favorit penulis yang terinspirasi dari kehidupan Hirooka Asako, pengusaha dan pendiri universitas perempuan pertama di Jepang. Sumber: IMDb.
zoom-in-whitePerbesar
Here Comes Asa, salah satu Asadora favorit penulis yang terinspirasi dari kehidupan Hirooka Asako, pengusaha dan pendiri universitas perempuan pertama di Jepang. Sumber: IMDb.
ADVERTISEMENT
Penulis merupakan pecinta Asadora (terjemahan: Drama Pagi), yaitu drama berseri Jepang yang tayang di stasiun televisi NHK setiap pagi. Durasi Asodara per episodenya sangat singkat, hanya 15 menit. Pas untuk ditonton sembari sarapan. Tapi jangan salah, walau singkat episodenya, namun kisahnya sangat inspiratif.
ADVERTISEMENT
Sebagai perempuan, kisah-kisah Asadora sangat mengena bagi penulis. Sebab, tokoh utamanya selalu perempuan di masa lalu yang berjuang demi kehidupan yang lebih baik.
Lebih terenyuh lagi saat menontonnya, karena tahu umumnya kisah Asadora itu terinspirasi dari kisah nyata. Kalau pembaca sudah lahir pada tahun 1980-an, pasti ingat dengan drama Oshin yang sempat diputar di Indonesia, nah itu adalah salah satu contoh Asadora.
Film Oshin yang sangat terkenal di berbagai negara, termasuk Indonesia. Sumber: IMDb.
Sembari menonton, biasanya penulis membayangkan, bagaimana ya rasanya hidup sebagai perempuan Jepang di masa tersebut? Tak dinyana, penulis mendapatkan kesempatan untuk merasakan menginap di rumah Jepang yang dibangun pada zaman dahulu kala. Tak hanya itu, penulis bahkan bertemu tokoh perempuan Jepang nyata serupa tokoh dalam Asadora.
Foto perempuan Jepang dalam buku "Japan And Japanese" (1902). Sumber: Wikipedia.
Tepat sebelum Pandemi COVID-19 merebak di seluruh dunia, penulis berkesempatan untuk mengikuti Program Pertukaran JENESYS (Japan-East Asia Network of Exchange for Students and Youths). Tujuan program ini adalah untuk membangun saling pengertian dan persahabatan antara orang-orang Jepang dan Indonesia.
Pertemuan pertama peserta JENESYS dengan keluarga homestay di Yamagata. Sumber: koleksi pribadi.
Sebagai bagian dari program, peserta mendapatkan kesempatan untuk homestay selama satu malam di Kota Yamagata yang terletak di bagian utara Jepang. Melalui homestay, peserta dapat terjun untuk merasakan kehidupan dan berinteraksi langsung dengan masyarakat Jepang.
Peta Kota Yamagata. Sumber: https://www.yidff.jp/
Kota Yamagata dapat dicapai dari Tokyo baik melalui pesawat selama sekitar 1 jam, atau kereta api cepat selama sekitar 3 jam. Banyak tempat wisata menarik yang dapat ditemui di Yamagata, bagi pembaca yang ingin tahu lebih lanjut, bisa menengok tulisan rekan saya di sini.
Tiket kereta api cepat dari Tokyo ke Yamagata. Sumber: koleksi pribadi.
Di Kota Yamagata inilah untuk pertama kalinya penulis merasakan menginap di rumah dari zaman dahulu kala serupa di Asadora. Rumah tersebut bernama Kyu-Nishimura Shashinkan/Old Nishimura Photo Studio. Didirikan tahun 1921, rumah ini sejenis Giyōfū, atau bangunan berarsitektur eksterior ala Barat. Namun uniknya, denah interior Old Nishimura Photo Studio sangatlah Jepang.
Tampilan luar dan dalam Old Nishimura Photo Studio. Sumber: Mizuho Kobayashi dan koleksi pribadi.
Old Nishimura Photo Studio merupakan saksi bisu sejarah perkembangan Jepang selama 73 tahun. Sejak didirikan sampai tahun 1995, Old Nishimura Photo Studio tidak hanya berfungsi sebagai rumah, tapi juga studio foto. Selama perjalanannya, dia telah mengabadikan nuansa kehidupan saat foto-foto diambil, baik melalui berbagai ekspresi objeknya, maupun pergeseran fesyen dari tradisional menuju modern.
Berbagai koleksi foto dari Old Nishimura Photo Studio yang menggambarkan perkembangan zaman di Jepang. Sumber: koleksi pribadi.
Walau kini tidak lagi dioperasikan sebagai studio foto, namun interior serta perabotan fotografi di lantai dua tersebut tetap dilestarikan. Mantan studio foto ini juga seringkali digunakan sebagai lokasi perhelatan berbagai kegiatan kreatif di Yamagata seperti The 11th Creative Café “Community & Art” dan berbagai ekshibisi selama Yamagata International Documentary Film Festival seperti Roxlee’s Yakata Exhibition dan Time Spun in Celluloid Thread—Lab Laba-Laba Installation. Ngomong-ngomong, Lab Laba-Laba itu berasal dari Indonesia loh!
Mantan studio foto yang dialihkan menjadi sarana perhelatan kegiatan kreatif. Sumber: koleksi pribadi.
Sejak 1989, Yamagata International Documentary Film Festival telah berlangsung di Yamagata per dua tahun sekali. Sedangkan Yamagata International Movie Festival dilaksanakan per tahunnya sejak 2005. Yamagata juga ditetapkan sebagai UNESCO Creatives Cities Network di bidang perfilman sejak tahun 2017. Industri kreatif, khususnya perfilman, berkembang pesat di kota ini. Dengan budaya perfilman yang kental tersebut, penyematan nama Yamagata City of Film rasanya cukup wajar.
Booklet Yamagata City of Film yang menjelaskan perkembangan Yamagata sebagai kota kreatif di bidang perfilman. Sumber: koleksi pribadi.
Oshin, drama terkenal yang tadi saya sebutkan, juga disyuting di Yamagata, lebih tepatnya sumber air panas Ginzan. Dewasa ini, film Rurouni Kenshin: Kyoto Inferno juga disyuting di Yamagata Bunshokan. Bahkan Old Nishimura Photo Studio juga sempat menjadi lokasi syuting film Love Talk yang baru dirilis Desember 2020 lalu.
Poster film Love Talk. Sumber: http://etsunen.com/.
Transformasi Old Nishimura Photo Studio dari saksi bisu sejarah menjadi pelaku aktif kegiatan kreatif dan lokasi syuting film, tidak lepas dari peran sang pemilik rumah. Mereka adalah Mizuho Kobayashi dan ayahnya, Kazuhiko Kobayashi.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya berupaya melestarikan Old Nishimura Photo Studio sebagai bangunan, namun mereka juga mengembangkan dan menyesuaikan peruntukannya dengan perkembangan zaman dan visi Kota Yamagata.
Plakat penjelasan Old Nishimura Photo Studio yang terletak di depan rumah. Sumber: koleksi pribadi.
Bertemu dengan Mizuho Kobayashi benar-benar membuat penulis serasa menemui tokoh utama perempuan di Asadora yang selama ini ditonton. Mizuho-san sangatlah aktif dalam berjuang demi kemajuan Yamagata.
Foto bersama Mizuho Kobayashi dan Kazuhiko Kobayashi dengan oleh-oleh dari Indonesia. Sumber: Mizuho Kobayashi
Selain bekerja di Pusat Hubungan Internasional untuk Pemerintah Kota Yamagata, Mizuho-san juga terlibat dalam Yamagata Overseas Cooperative Association, Intercultural Youth Exchange Organization (IYEO), dan Yamagata International Documentary Film Festival. Semuanya dilakukan karena kepedulian bagi kemajuan kota kelahirannya.
Sungguh kunjungan ke Yamagata dan pertemuan dengan Mizuho-san sangat menginspirasi. Harapan penulis, semoga suatu saat nanti kisah Mizuho-san ini dapat diangkat menjadi Asadora seperti tokoh perempuan Jepang inspiratif lainnya.
ADVERTISEMENT