Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Sejarah Ekonomi Dunia, The Nixon Shock dan Kisah Awal Floating Exchange Rate
16 November 2023 13:34 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Farhan Riswandha Jhuswanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
1971 merupakan tahun yang bersejarah di mana Amerika Serikat, di bawah kepemimpinan Presiden Richard Nixon, menggemparkan dunia dengan meninggalkan sistem moneter internasional yang ia tetapkan sendiri, fenomena ini kemudian disebut sebagai “The Nixon Shock” dan menandakan berakhirnya sebuah sistem yang bernama Bretton Woods.
ADVERTISEMENT
Penulis akan memfokuskan tulisan ini dengan bercerita seputar apa itu Bretton Woods? Mengapa sistem ini begitu penting? Apa yang mendasari pembentukannya? Dan kenapa sih, Amerika Serikat pada akhirnya meninggalkan sistem ini?
Kita pinjam dulu definisi sistem Gold Standard, di mana nilai mata uang setiap negara terkoneksi langsung dengan emas, akibatnya bank sentral tidak dapat mencetak lebih banyak uang tanpa memiliki cadangan emas yang setara terlebih dahulu.
Selanjutnya mari kita ingat kembali sejarah akhir Perang Dunia II, sebagai momen disepakatinya sistem ini. Sebelum Amerika Serikat bergabung dalam perang, negara inilah yang menjadi supplier terbesar pasokan senjata kepada negara aliansinya, alat tukar transaksi yang digunakan adalah emas. Inilah yang menyebabkan Amerika Serikat memiliki 2/3 cadangan emas dunia dan menjadi negara paling kaya setelah Perang Dunia II berakhir.
Nah, kita semua sepakat bahwa emas itu langka, berpusatnya cadangan emas di Amerika Serikat lantas membuat negara-negara lain tak lagi berdaya untuk meneruskan sistem ini, karena mereka telah menghabiskan berton-ton emas untuk membeli senjata dari Amerika Serikat. Inilah yang kemudian menjadi titik balik terciptanya sistem Bretton Woods.
ADVERTISEMENT
Pada Juli 1944, sebanyak 44 negara mengirimkan delegasinya untuk bertemu di Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat. Konferensi ini diadakan untuk mencegah devaluasi mata uang yang kompetitif, membantu pertumbuhan ekonomi dunia, serta menetapkan sistem moneter internasional yang baru, efisien, dan dapat diterima banyak negara.
Sistem ini kemudian melahirkan 2 institusi internasional baru yaitu, The International Monetary Fund (IMF) dan The International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) yang sekarang menjadi bagian dari World Bank. IMF dibentuk untuk membantu negara-negara yang mengalami masalah dengan neraca pembayaran jangka pendek seperti impor, sedangkan IBRD atau World Bank diperuntukkan untuk membantu Pembangunan negara dan pendanaan program-program tertentu yang bersifat jangka panjang.
Di bawah sistem ini, emas menjadi patokan bagi dolar, sedangkan mata uang lain mengacu kepada nilai dolar yang berarti nilai mata uang tidak lagi berkiblat kepada emas melainkan kepada dolar. Negara mempunyai kendali tertentu terhadap nilai mata uangnya, baik ketika terlalu lemah atau terlalu kuat terhadap dolar, mereka juga dapat membeli atau menjual mata uang mereka untuk mengatur jumlah uang yang beredar.
Nilai dolar di bawah sistem ini dikonversikan sebesar 35 USD per 1 ons emas, dan negara lain dalam sistem ini akan mengacu pada nilai tersebut. Negara kemudian mulai memperhitungkan untuk mencadangkan dolar karena toh dolar mengacu pada nilai emas.
ADVERTISEMENT
Hal ini meningkatkan permintaan terhadap dolar di berbagai negara karena dolar dianggap sebagai cara paling aman untuk mengamankan nilai mata uang. Pada akhirnya, Amerika Serikat memiliki kemampuan yang tak tertandingi sebagai pemberi dana segar dan terus mendanai berbagai program di berbagai negara.
Thanks to Bretton Woods, karenanya, dolar telah menduduki takhta tertinggi sebagai mata uang yang paling diminati dan paling berpengaruh di seluruh dunia.
Kilas Balik Runtuhnya Sistem Bretton Woods
Bahkan yang terkuat pun memiliki batas. Adalah Robert Triffin, seorang ekonom Amerika yang menyatakan pendapatnya bahwa ada kelemahan pada fondasi sistem ini.
Pendapatnya ini kemudian dikenal sebagai “Triffin’s Dilemma”, ia mengatakan bahwa pasar global terlalu bergantung kepada dolar, pada akhirnya, akan ada lebih banyak dolar di luar sana daripada emas, memang benar dolar diperlukan untuk memenuhi likuiditas keuangan namun hal ini justru melemahkan konvertabilitas dolar terhadap emas.
Pada tahun 1960-an, giliran Amerika Serikat yang keuangannya berada di bawah tekanan. Meningkatnya pengeluaran dana untuk memenuhi pendanaan berbagai program serta kerugian yang dialaminya selama Vietnam War, mengharuskan Amerika Serikat untuk mencetak lebih banyak dolar untuk menutupi defisit akibat peristiwa tersebut, yang terkuat pun tak luput dari inflasi.
ADVERTISEMENT
Dengan banyaknya dolar yang membanjiri pasar dan di sisi lain jumlah emas yang tersedia tetap sama, kekhawatiran pun tumbuh di komunitas internasional. Negara-negara lain tidak lagi melihat bahwa dolar baru yang dicetak ini memiliki nilai yang setara dengan cadangan emas yang dimiliki Amerika Serikat. Keraguan pun timbul terhadap stabilitas mata uang ini.
Permintaan terhadap dolar seketika beralih ke permintaan emas, negara sudah tak lagi percaya bahwa dolar dapat mempertahankan nilai mata uang mereka. Alhasil, negara seperti Prancis, Italia, Inggris dan Spanyol mulai menukarkan dolar mereka dengan emas. Presiden Richard Nixon mengambil aksi cepat untuk mengatasi fenomena tersebut, ia khawatir pasokan emas yang dimiliki tidak lagi cukup untuk menutupi jumlah dolar yang beredar, ia pun rela mendevaluasi nilai dolar terhadap emas.
Singkat cerita, cadangan emas Amerika Serikat sudah sangat menipis, Presiden Nixon kemudian mengumumkan penghentian atas konvertibilitas dolar terhadap emas demi menjaga sistem Bretton Woods tetap hidup.
ADVERTISEMENT
Bak menerima kabar buruk, negara diseluruh dunia tidak terima dengan keputusan tersebut karena dianggap sebagai tindakan sepihak. Mereka pun memutuskan nilai tukar baru atas dolar yang telah terdevaluasi tadi, keputusan ini dikenal sebagai The Smithsonian Agreement. Amerika pun sepakat untuk menurunkan konvertabilitasnya ke 38 USD per 1 ons emas.
Perjanjian ini pada dasarnya diharapkan agar sistem Bretton Woods tetap berjalan di tengah devaluasi dolar, namun nilai dolar kian hari kian memburuk. Per tahun 1972, nilai dolar ditaksir sebesar 60 USD dan hanya 1 tahun setelahnya nilai dolar anjlok ke 90 USD per 1 ons emas. Dan dolar seketika tidak lagi menjadi kiblat bagi hampir seluruh mata uang dunia, menandai titik akhir dari sistem Bretton Woods, dan mengawali sistem pertukaran mata uang yang berlaku saat ini.
ADVERTISEMENT