Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Dedi Mulyadi Soroti Kicauan Netizen di Hari Pancasila
1 Juni 2017 19:42 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
Tulisan dari Farid Farhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Momentum Peringatan Hari Lahir Pancasila digunakan oleh netizen terutama mereka yang menggunakan platform media sosial twitter untuk mengartikulasikan pandangan mereka terkait masalah kebangsaan. Secara serentak, sejak malam tadi Rabu (31/5) mereka menggunakan hashtag #SayaIndonesiaSayaPancasila.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini ternyata tak luput dari pengamatan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi. Sebagai sesama warganet, pria yang kini gemar mengenakan peci hitam tersebut mengatakan bahwa meski perlu, akan tetapi gerakan melalui media sosial tidaklah cukup. Slogan-slogan positif yang beredar melalui sosial media itu menurutnya, harus teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari.
“Banyak yang posting Saya Pancasila, Saya Indonesia dan sejenisnya. Tetapi kan esensi nilai Pancasila itu bukan hanya terletak pada pengakuan. Tetapi, harus ada sisi aplikatifnya dalam kehidupan,” jelas Dedi, Kamis (1/6), usai acara peresmian ATM Beras di Desa Wanakerta, Kecamatan Bungursari, Purwakarta.
Pria yang baru-baru ini mendapatkan penghargaan sebagai tokoh bhinneka dari Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara ini menekankan bahwa Pancasila sudah tidak boleh lagi berada dalam wilayah diskusi yang mengawang. Tetapi, harus sudah mulai dijadikan instrumen untuk meraih kesejahteraan masyarakat.
ADVERTISEMENT
“Sudah gak boleh lagi kita dialog tinggi-tinggi, mulai saja Pancasila itu dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” ucapnya.
Terkait sisi aplikatif pengamalan nilai Pancasila, Dedi menyebut salah satu diantaranya adalah memenuhi kebutuhan dasar masyarakat Indonesia seperti beras. Menurut dia, masih banyak masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi beras sejahtera atau Rastra. Kondisi ini imbuhnya, memperlihatkan sikap yang belum Pancasilais.
“Gimana menjadi warga yang berpancasila, berkeadilan. Kalau rakyat miskin makannya masih beras raskin, ditambah masih harus bayar lagi, berarti belum bersikap Pancasilais kan,” tegasnya berang.
Berkaca pada program yang sudah ia jalankan di Kabupaten Purwakarta, masyarakat yang sudah masuk ke dalam golongan ekonomi mampu memberikan jatah beras kepada masyarakat yang termasuk ke dalam golongan ekonomi tidak mampu. Program ini dinamai Beras Perelek dan kini sudah bertransformasi menjadi ATM Beras.
ADVERTISEMENT
“Ke depan, tidak perlulah ada bimtek dan tunjangan tinggi untuk pejabat, lebih baik kita gunakan untuk subsidi rakyat miskin, minimal mereka tidak lagi mengkonsumsi raskin,” pungkasnya.
Program ATM beras di Purwakarta sendiri diharapkan dapat melahirkan pemerataan pemenuhan kebutuhan beras sehingga diproyeksikan masyarakat Purwakarta tidak lagi mengkonsumsi beras raskin mulai akhir Tahun 2017 ini. (*)