Konten dari Pengguna

Tanaman Ganja Sepertinya Cocok Dijadikan Maskot Revolusi

Muhammad Fahreihan Fatahillah
media yang memberikan opini berbentuk esai yang berlandaskan kajian atas kejadian di sekitar kita.
2 September 2020 14:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Fahreihan Fatahillah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: https://www.batamnews.co.id/
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: https://www.batamnews.co.id/
ADVERTISEMENT
23 Januari 1912, perjanjian yang mengatur pengendalian narkoba secara internasional pertama kali disahkan. Diadakan oleh Amerika Serikat dan diikuti oleh 13 negara lainnya ini pun berdampak pada pemerintahan Hindia Belanda yang saat itu berada di singgasana Indonesia. Pada tahun 1927, pemerintah Hindia Belanda akhirnya menjadi pemberangus ganja di Nusantara lewat Verdovende Middelen Ordonnantie, Undang-undang Anti Narkoba. Penggunaan ganja sebagai kepentingan ritual, bumbu rempah makanan, dan pengobatan sejak zaman kerajaan di Nusantara ini pun dilarang.
ADVERTISEMENT
17 Agustus 1945 akhirnya Indonesia lahir sebagai negara. Namun sepertinya setelah kemerdekaan kita rasakan. Indonesia tampaknya lebih memilih melahirkan UU tentang narkotika yang didikte oleh kebijakan global konvensi PBB yang bernama Single Convention on Drugs pada tahun 1961. Salah satu aturan terkait narkotika di Indonesia, yaitu UU RI No. 35 Tahun 2009 pun dikendalikan oleh tiga konvensi PBB yang dipaksakan di negara kita. Pelarangan ganja di Indonesia jelas merupakan kegiatan copy paste dari konvensi PBB tentang narkotika tahun 1961
Katakan tidak pada narkoba sih bisa diterima. Tapi kalau ada yang meneliti untuk mencari pembenar gunaan dari penyalahgunaan ganja itu ada. Apakah kamu juga ingin mengatakan tidak pada penelitian tersebut?
Saya rasa kita semua sepakat bahwa tidak ada satupun yang ingin mendukung masyarakat indonesia menyalahgunakan narkoba karena memang sudah seharusnya narkotika harus betul-betul dikendalikan dan tidak boleh disalahgunakan. Semua pasti sepakat akan hal itu. Namun yang ingin penulis sajikan saat ini adalah soal tanaman ganjanya yang secara tumbuh-tumbuhan apakah memang berbahaya sehingga masuk kedalam golongan I dan membuat tanaman ini haram hukumnya di Indonesia untuk digunakan dengan alasan apapun.
ADVERTISEMENT
Penangkapan Fidelis Arie Sudewarto pada tanggal 19 Februari 2017 menjadi awal mula pertanyaan-pertanyaan tentang “haramnya” ganja bermunculan di lingkungan masyarakat. Fidelis ditangkap petugas BNN lantaran upayanya dalam mengobati sang istri yang mengidap penyakit kista berisi cairan di sumsum tulang belakang menggunakan ekstrak ganja yang dilakoni Fidelis sejak 2016.
Sejak penangkapan itu, Yeni kehilangan Fidelis, satu-satunya perawat yang paling handal, dan Fidelis kehilangan Yeni beberapa pekan setelah penangkapannya, 25 Maret 2017, Yeni meninggal dunia.
Pilihan Fidelis untuk menggunakan ekstrak ganja dalam pengobatan Yeni bukanlah keputusan yang didapatkan dari keserampangan dan kesembronoan. Budaya memanfaatkan ganja Nusantara untuk kesehatan sejatinya sudah dilakukan sejak ganja tumbuh di Nusantara. Beberapa masyarakat aceh bahkan masih menggunakan rebusan akar ganja sebagai pengobatan diabetes. Inang Winarso selaku Direktur Yayasan Sativa Nusantara memaparkan tak ada yang sia-sia dari setiap tanaman ganja, mulai dari biji, batang, daun, bunga, bahkan akar ganja dapat diolah dan bermanfaat.
ADVERTISEMENT
Namun semua pernyataan tersebut menjadi sia-sia. “para peneliti telah melihat dampak buruk tersebut. Otak itu membutuhkan oksigen, jika oksigen terkena ganja, maka oksigen yang mengandung THC bisa menyebabkan pengapuran di sel otak yang akhirnya akan membunuh sel-sel otak. Beberapa sel yang mati tidak akan hidup kembali, hanya sisanya yang bisa mengikat oksigen,” kata Mufti Djusnir selaku Kepala Pusat Laboratorium Narkotika BNN.
Entah penelitian dari mana yang dimaksud BNN. Faktanya Food and Drug Administration (FDA) dari lembaga pengawas obat dan makanan Amerika Serikat telah menyatakan kandungan cannabidiol (CBD) yang ada di dalam tanaman ganja mampu mengobati kejang akibat epilepsi.
Terlepas dari semua pernyataan pro kontra, ganja memiliki sejarahnya sendiri bagi kehidupan masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ganja sejak awal sudah digunakan untuk kegiatan ritual dan pengobatan pada zaman kerajaan di Nusantara, sebelum negara Indonesia terbentuk. Tidak ada yang tahu pasti kapan ganja masuk ke Nusantara, namun kata ganja sendiri sudah tertulis dalam kitab bab pengobatan di manuskrip kitab kuno Tajul Muluk di Aceh. Kitab ini adalah bentuk awal pembuktian nyata tentang ganja Nusantara dan penggunaannya di Indonesia.
Penulisan asli dari naskah kuno tersebut adalah tulisan tangan menggunakan bahasa Arab yang akhirnya diterjemahkan dalam Bahasa Melayu. Dalam kitab Tajul Muluk tertulis, ganja dapat dijadikan obat penyakit diabetes.
Kembali pada kasus Fidelis. Berdasarkan sejarah ganja yang tertulis dan keputusan Fidelis dalam menggunakan ganja untuk pengobatan istrinya. Merupakan satu hal baru bahwa ganja yang dilarang itu ternyata bisa digunakan untuk salah satu alat terapi.
ADVERTISEMENT
Reformasi ganja akhirnya dilakukan pada tahun 2020. Anggara Suwahju selaku direktur Institute for Criminal Justice menggugat UU Narkotika yang melarang penggunaan ganja untuk medis. Sejumlah ahli sudah disiapkan sebelum gugatan masuk ke MK. Gugatan ini berkaca pada kasus Fidelis tahun 2017 lalu. Namun demikian, Anggara mengakui gugatan tersebut kecil kemungkinan untuk menang. Yang ia harapkan hanyalah langkah yang dapat membuka ruang diskusi publik tentang manfaat ganja untuk medis. Keputusan menggugat UU Narkotika mungkin memang satu-satunya keputusan yang dapat dilakukan Anggara saat itu. di saat semua cara sudah dilakukan. Mulai dari mengangkat sejarah sampai ke tahap meminta restu untuk penelitian ganja. Semua ditolak, bahkan sebelum penelitian dilakukan.
Akhirnya, sejak tanggal 3 Februari 2020, Menteri Pertanian Republik Indonesia, Yasin Limpo, melalui Direktorat Jenderal Hortikultura telah mengeluarkan keputusan tentang “Komoditas Binaan Kementerian Pertanian” yang isinya wajib di apresiasi. Ditulis di dalamnya bahwa Ganja (Cannabis Sativa) sudah masuk sebagai tanaman obat binaan. Namun tidak berlangsung lama. Yasin Limpo mencabut kembali aturan yang dibuatnya.
ADVERTISEMENT
Baru sampai tahap binaan saja sudah dicabut. Katanya mau dikaji kembali dan segera dilakukan revisi. Entah kenapa bisa jadi blunder. Yang jelas prank yang dilakukan Yasin Limpo justru menguji keyakinan masyarakat kepada pemangku kepentingan yang makin hari makin blunder.
Kalau boleh menilik. Tampaknya Ganja Nusantara cocok dijadikan maskot revolusi. Dengan gaya perjuangan yang bernuansa menyenangkan dan menyehatkan.