Siasat Kampanye Elite Politik: Gaya Baru Patuhi Aturan KPU

Fathin Fadhilla
Saya seorang mahasiswa Prodi S1 Ilmu Politik di Universitas Andalas Sumatera Barat. saya menyukai politik dan budaya terutama jika mengkaji relasi antara kekuasaan trasional berbasis tradisi dengan kekuasaan modern yang membentuk pemerintahan resmi
Konten dari Pengguna
16 Oktober 2023 19:15 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fathin Fadhilla tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Partai Peserta Pemilu Foto: Fitra Andrianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Partai Peserta Pemilu Foto: Fitra Andrianto/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Seiring dengan berjalannya proses persiapan pemilu 2024, sudahkah Anda menentukan calon pilihan? Sebagai salah satu ajang kontestasi politik terbesar di Indonesia, tidak lengkap rasanya jika berbicara mengenai pemilu tanpa diiring pembahasan mengenai kampanye. Pemilu tanpa kampanye seakan tidak mungkin terjadi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Jika mengacu pada istilahnya, kampanye sendiri merupakan salah satu tahapan wajib dalam proses persiapan pemilu. Para calon peserta pemilu berlomba-lomba mempromosikan segala keunggulan yang dimilikinya di hadapan publik, mulai dari visi misi, hingga program-program apabila terpilih nantinya.
Semua itu dikemas dan disampaikan semenarik mungkin, termasuk melalui segala media massa yang ada. Tujuannya tidak lain adalah untuk mendapatkan suara pada pemilu sebanyak-banyaknya sehingga menang, tentunya.
Dikutip dari laman resmi infopemilu.kpu.go.id, tahapan pemilu saat ini memasuki tahap pencalonan presiden dan wakil presiden serta para calon legislatif dari berbagai partai politik. Proses ini sendiri akan berlangsung hingga 25 November 2023.
Sejalan dengan tahapan pelaksanaan persiapan pemilu 2024—tentu sama halnya dengan pemilu sebelum-sebelumnya—Anda pasti akan sering melihat baliho ataupun spanduk yang menampilkan foto para calon kandidat, visi misi dan logo partai hampir di berbagai tempat, terutama di pinggir jalan.
Foto spanduk/baliho calon legislatif Sumatera Barat pada Pemilu 2024 yang sudah terpasang di pinggir jalan. Foto: Dok. Pribadi
Jika dilihat dari jadwal resmi yang tertera di laman KPU, proses kampanye pemilu dari calon, baru akan dimulai pada 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024. Berdasarkan informasi tersebut dapat disimpulkan bahwa di luar jadwal tersebut para calon belum diperkenankan melaksanakan proses kampanye dalam bentuk apapun.
ADVERTISEMENT
Larangan ini didasarkan pada pasal 492 UU nomor 7 tahun 2017 yang berbunyi:
Tidak cuma baliho atau spanduk, proses kampanye sendiri dapat dilakukan dengan berbagai sarana. Ada juga yang melalui kalender hingga bendera.
Nah, mengenai alat peraga kampanye berupa spanduk dan baliho yang sudah mulai terpasang di mana-mana sebelum jadwal kampanye yang telah ditetapkan KPU, apakah itu melanggar aturan?
Jika berpatokan pada jadwal resmi kampanye yang dikeluarkan KPU—di mana belum dimulainya masa kampanye—maka baik para kandidat calon peserta pemilu, partai politik, maupun tim sukses masing-masing calon belum diperbolehkan melakukan kampanye dalam bentuk apapun.
Pertanyaannya sekarang adalah, apakah aturan-aturan mengenai larangan berkampanye di luar jadwal yang dikeluarkan KPU tersebut benar-benar dipatuhi oleh para calon peserta pemilu 2024?
Ilustrasi Alat Peraga Kampanye (APK) di Banda Aceh. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
Jika memang sudah mematuhinya, lalu mengapa jauh sebelum masa kampanye tersebut dilaksanakan, para calon peserta pemilu sudah berlomba-lomba memasang alat peraga kampanye (APK) di berbagai tempat, mulai dari spanduk, baliho, ataupun kampanye di media sosial? Apakah hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran yang disepelekan?
ADVERTISEMENT
Merespon hal itu, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja memperbolehkan para calon peserta pemilu untuk memasang baliho selama itu hanya bertujuan untuk "sosialisasi" kepada masyarakat.
Di sini mulai terlihat keanehan di mana ketua Bawaslu RI yang seharusnya menindaklanjuti bentuk tindak pelanggaran semacam ini, justru seakan menyamakan antara kampanye dengan sosialisasi politik, yang jelas-jelas berbeda.
Sosialisasi politik memiliki makna suatu proses memperkenalkan sistem politik serta nilai-nilai yang berkaitan dengan kehidupan bernegara yang diwariskan dari generasi ke generasi secara berkelanjutan. Dan dalam hal ini sosialisasi tidak harus dilakukan menjelang pemilu saja.
Kampanye dan sosialiasi politik itu memang sedikit mirip karena sama-sama merupakan bentuk pengenalan hal-hal yang berbau politik. Tetapi di sini yang perlu ditekankan adalah bagaimana bisa kampanye dapat disamakan dengan sosialisasi politik, padahal tujuan keduanya jelas-jelas sudah berbeda.
Baliho kampanye caleg PSI di Jalan Sriwijaya Semarang. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
Baliho ataupun spanduk yang sering Anda jumpai di berbagai tempat yang jelas-jelas memperkenalkan serta mengajak orang-orang sebagai pemilih untuk memilih tokoh yang tertera pada baliho tersebut, lengkap dengan logo partai, serta visi-misi.
ADVERTISEMENT
Apakah itu belum cukup untuk membuktikan bahwa para caleg sudah berkampanye sebelum waktunya dengan dalih sosialisasi kepada masyarakat?
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, sosialisasi merupakan upaya memperkenalkan nilai-nilai baik dalam kehidupan bernegara. Ketika para calon wakil rakyat sendiri sudah tidak mencerminkan nilai-nilai baik tersebut, lalu apakah ke depannya nilai luhur bangsa Indonesia akan memudar secara perlahan dalam sistem politik negara kita?
Intinya berlomba-lomba meraih kemenangan dalam sebuah kontestasi politik seperti pemilu memanglah suatu kewajaran. Tetapi yang perlu diingat oleh para calon peserta pemilu ialah, tetap patuhi aturan meskipun kemenangan itu adalah tujuan. Etika sebagai calon wakil rakyat harus tetap diutamakan.