Balutan Indah dalam Jelajah Alas Purwo

Fathurrohman
Analis Kejahatan Narkotika, Penulis Cerita Perjalanan, ASN di BNN.
Konten dari Pengguna
19 Januari 2022 14:42 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fathurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Padang Savana Alas Purwo. Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Padang Savana Alas Purwo. Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
Monyet-moyet bergelantungan. Menciut-ciut meminta diberi makan. Di sudut bangunan tempat penjagaan petugas tiket masuk kawasan Taman Nasional Alas Purwo, tertera tulisan “Dilarang memberi makanan kepada monyet.” Kami jadi urung mengeluarkan makanan.
ADVERTISEMENT
Namun, apel-apel yang mulai rusak akibat terbentur saat di perjalanan kami tinggalkan di sisi kiri pintu mobil. Tanpa membuka jendela. Saat tiket masuk kawasan Alas Purwo sudah kami pegang, kami meninggalkan area tersebut. Dari dalam mobil kami saksikan apel-apel telah berada di genggaman beberapa monyet besar yang bergelantungan asik di atas kabel listrik.
Perjalanan kami lanjutkan. Tampak wisata alam ini memberikan sisi kengerian. Rontokan aneka ragam daun dan ranting pohon hutan hujan tropis menutupi aspal halus di depan mata. Sinar matahari hanya dapat menyeruak di bagian-bagian yang tak tertutup daun dan dahan. Suasana tampak asri.
Tidak lama kemudian, terdapat bangunan seperti kerajaan kuno, tampak tertulis Vihara. Oh, ternyata vihara tua yang masih berfungsi. Banyuwangi, yang berbatas dengan Bali di sisi laut timurnya memang masih cukup kental tradisi dan agama Hindu. Salah satu penumpang yang notabene warga Banyuwangi menyebutkan jika penganut agama Hindu baru saja menyelesaikan Hari Raya Galungan beberapa waktu lama. Maka, sisa-sisa sesembahan ritual masih terlihat jelas.
ADVERTISEMENT
Mini bus bermuatan sembilan penumpang terus melaju. Sesekali memelan karena jalanan menyempit atau karena ranting menghalangi jalan. Kicauan burung bersahutan, tak berkesudahan. Tampak di sisi kiri terdapat keterangan “Area Burung Berkicau.” Cucak Ijo tampak mendominasi sahutan suara tersebut. Sepasukan burung lain, semisal burung Cendet, juga tak mau kalah menimpali.
Sampailah kami di padang savana Alas Purwo. Tanah rumput hijau dengan puluhan banteng sedang menggigit makanan. Beberapa tampak meneduh di pohon besar yang ada di tengah lapangan luas, sebagian mendekat ke saluran air untuk menghilangkan dahaga.
Sementara burung elang Jawa tampak terbang merdeka tanpa tekanan berarti. Jenis Elang yang lain tampak bertengger di dahan pohon tinggi. Mata mereka tajam melirik sandera di permukaan bumi atau di balik pepohonan alas.
ADVERTISEMENT
Beberapa burung merak hijau tampak mebersamai banteng di balutan savana yang menghijau. Sementara jenis burung pemakan serangga tampak mencecar kulit tebal banteng coklat dan hitam. Kolaborasi yang arif dan rupawan.
Rasanya ingin mendekat ke sekawanan banteng. Jarak 500 meter tidak memuaskan diri untuk mendapati lekukan tubuh banteng dengan jelas. Tapi batas tampak tegas membentang, menggaris savana dan area pantau banteng. Petugas pun tampak asyik-masyuk bersenda gurau dimanja kopi dan kretek berbungkus kuning.
Salah satu pengunjung sedang membaca perkembangan banteng Alas Purwo. Foto: Dok. Pribadi
Putra pertama saya, seperti biasa, membaca semua huruf di figura raksasa. Saya mengintipnya, bercerita soal kemunculan dan perkembangan banteng yang pasang surut. Yang membuatnya pasang adalah mereka beranak pinak dengan baik. Sementara yang membuatnya surut adalah keganasana binatang buas ajag. Binatang sejenis anjing ini tumbuh liar dan pemakan segala binatang di dalam alas. Babi, rusa, kancil, dan banteng dimangsa dengan tuntas.
ADVERTISEMENT
Sementara sekawanan pengunjung mencari spot untuk mendapatkan foto ciamik untuk diungguh di medsosnya. Mereka merasa seperti di tanah Afrika karena panasnya mentereng luar biasa.
Perjalanan dilanjutkan di spot unik lain. Sampailah kami di titik terjauh yang dapat dijangkau oleh mini bus. Tempat di mana ratusan monyet bergelantungan, mengejar pengunjung berharap belas kasihan sedekah makanan, dan ada juga berkelakukan tidak senonoh memamerkan aurat di khalayak ramai. Selebihnya, pengunjung dibatasi oleh pengelola dengan mensyaratkan berkendara mobil Jeep yang diesediakan pengelola, tentu saja berbayar.
Jadilah delapan orang mengikuti tur eksentrik bersama dengan mobil Jeep tua. Mobil melaju dengan nyaman. Tiga anak laki-laki dan seorang perempuan tampak menikmati keseruan. Mata mereka tertuju ke berbagai sisi, mencari binatang di tengah alas. Saya berseru saat melihat merak hijau celingukan karena kedatangan kami. Tak lama kancil yang tampak gemuk menjauh dari pinggiran jalan dengan jalan gontai.
ADVERTISEMENT
Sampailah kami di pantai Plengkung, terdapat pos, kapal nelayan, penginapan yang sepi, area helipad yang penuh sesak digarap rusa, dan monyet yang berjumpalitan di berbagai sudut. Beberapa monyet juga sedang mencari sesuap makanan di tepi pantai, melompat-lompat di batu karang pantai yang rupawan. Di dahan tepian jalan, ular sanca satu meter tampak melintang nyaman. Mencari mangsa memenuhi perutnya yang lapar.
Kembali kami berlarian, mencari rumah kerang yang berserakan di tepi pantai, menikmati setiap kelokan pantai, garis horizon, semburat cahaya senja, dan lukisan awan yang tak bosan dipandang. Tetiba lupa dengan segenap beban karena dimanjakan ciptaan Tuhan yang tak kira cantiknya.
Bermain di pantai Plengkung Alas Purwo. Foto: Dok. Pribadi
Kalau lah boleh, rasanya ingin berlama-lama di sini. Di ujung timur pulau Jawa. Jelajah alas yang tak terjamah oleh kerakusan manusia memang selalu sempurna. sebagaimana Tuhan Semesta Alam telah berfirman bahwa kerusakan yang jelas di muka bumi ini adalah ulah manusia.
ADVERTISEMENT
Menengok keasrian Alas Purwo, keserasian hutan hujan tropis di tepian pantai, aliran sungai yang mengalir, rerumputan, daun, buah, ragam binatang, dan keanekaragaman hayati yang tersaji mengingatkan saya pada pelajaran klasik, rantai makanan yang sempurna.
Kami tertawan dalam kemahasempurnaan ciptaan Tuhan, membuat kedunguan terjerembab ke lubang yang begitu dalam. Kepongahan terbalas tuntas. Maka, usahlah kau berburu dunia dengan amoral seolah tidak lagi balasan dari Sang Pencipta. Kami tertawan dalam balutan sempurna penjelajahan alas, tertawan dalam kasih sayang Tuhan. Kami berlindung kepada-Mu, duhai pencipta kesempurnaan alam semesta.
Wisatawan di salah satu spot cantik Pantai Plengkung. Foto: Dok. Pribadi