"Freudenfreude": Menumbuhkan Positivitas Bersama Musuh dari "Schadenfreude"

Fatur Muhammad
Mahasiswa Psikologi Universitas Brawijaya
Konten dari Pengguna
13 Desember 2023 9:05 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fatur Muhammad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi seorang wanita diapresiasi oleh rekan kerjanya (Sumber: Freepik)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi seorang wanita diapresiasi oleh rekan kerjanya (Sumber: Freepik)

Yuk kenalan dulu dengan “Schadenfreude

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebelum kita mengenal freudenfreude, ada baiknya untuk berkenalan terlebih dahulu dengan schadenfreude.
ADVERTISEMENT
Bayangkan dua teman sekelas, Alta dan Fira, yang sama-sama sedang menghadapi Ujian Akhir Semester (UAS). Alta sudah bekerja keras dan ngambis untuk mempersiapkan ujiannya, sedangkan Fira merupakan seorang mahasiswi yang dikenal pintar, kompetitif, dan juga terkadang suka merendahkan teman-temannya yang lain. Pada hari nilai hasil ujian diumumkan, Alta mendapatkan nilai A, sedangkan Fira mendapat nilai B-. Kemudian Alta merasa bahagia dan puas secara diam-diam atas kegagalan dari Fira, itulah yang dinamakan dengan schadenfreude.
Duh, bahasa apasih itu? Susah banget cara bacanya
Memang, istilah ini berasal dari bahasa Jerman yang kemudian diserap oleh bahasa Inggris dan sekarang menjadi konsep dan istilah yang universal. Schadenfreude (dibaca: sha-den-froi-de) dibentuk dari kata “schaden” yang berarti “kerusakan” atau “kerugian” dan “freude” yang berarti “kebahagiaan”. Jadi, schadenfreude adalah perasaan senang, gembira, atau kepuasaan yang muncul ketika melihat penderitaan yang dirasakan oleh orang lain.
ADVERTISEMENT
Perilaku schadenfreude ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor psikologis. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang merasakan schadenfreude kemungkinan memiliki empati yang rendah dan cenderung mudah merasa iri. Hal ini juga lebih sering terjadi pada orang yang kurang percaya diri (low self-esteem), karena dengan melihat kegagalan orang lain bisa membuat mereka merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri (van Dijk et al., 2011).
Ilustrasi seseorang menertawakan kegagalan orang lain (Sumber: Freepik)
Setelah memahami konsep dari schadenfreude, perasaan senang melihat kegagalan orang lain, sekarang kita akan menggali terkait kebalikannya: freudenfreude.

Apa sih Freudenfreude itu?

“Kalau dilihat dari pembentuk ‘schadenfreude’ pasti freudenfreude berarti berasal dari ‘freude’ dan ‘freude’ yang berarti kebahagiaan dan kebahagiaan, iya kan?”
Penarikan kesimpulan yang bagus, tapi cukup disayangkan.. tidak sepenuhnya tepat.
ADVERTISEMENT
Menurut ahli literatur Jerman, Rebecca Schaman, kata “freudenfreude” (dibaca: froi-den-froi-de) walaupun memiliki arti “kebahagiaan kebahagiaan”, kata ini salah secara tatabahasa (grammar) dalam bahasa Jerman bahkan disebut sangat konyol bagi orang-orang Jerman sendiri. Istilah freudenfreude merupakan sebuah neologisme, atau sebuah kata atau ungkapan yang dibuat-buat untuk mendeskripsikan kebalikan dari schadenfreude. Freudenfreude adalah kepuasan atau kegembiraan ketika melihat kesuksesan atau pencapaian yang dialami oleh orang lain.
Ilustrasi dua orang teman yang bahagia melihat temannya sukses (Sumber: Freepik)
Namun demikian, meskipun "freudenfreude" terdengar aneh atau bahkan konyol bagi penutur asli bahasa Jerman, konsep yang dibawakan oleh kata ini memberikan pandangan yang menggembirakan dalam dinamika sisi emosional manusia. Istilah ini mencerminkan pengalaman positif ketika seseorang merasakan kebahagiaan karena melihat keberhasilan dan pencapaian orang lain. Dalam keberhasilan tersebut, terdapat ikatan emosional positif yang dapat menguatkan hubungan sosial dan menginspirasi semangat untuk melakukan kerja sama. Dengan kata lain, freudenfreude mengajak kita untuk berbagi sukacita dan memberikan dukungan tanpa melibatkan adanya unsur kedengkian dan iri hati.
ADVERTISEMENT
Penting untuk dipahami bahwa freudenfreude bukanlah konsep yang hanya berfokus pada kepuasan pribadi saja, tetapi adanya keterlibatan dalam membangun rasa saling mendukung dan merayakan kesuksesan bersama. Sehingga, neologisme ini bukan sekadar penciptaan kata baru, melainkan sebuah ungkapan yang menciptakan ruang untuk kita merasakan kebahagiaan secara bersama-sama dan juga meningkatkan positivitas tidak hanya dengan diri sendiri, tetapi juga positivitas dengan orang lain.

Lalu, bagaimana perilaku freudenfreude mempengaruhi otak kita?

Freudenfreude, atau kebahagiaan yang muncul saat melihat kesuksesan orang lain, dapat memicu pelepasan beberapa neurotransmitter yang terkait dengan perasaan bahagia dan kesejahteraan emosional. Salah satu neurotransmitter utama yang terlibat dalam perasaan bahagia adalah serotonin. Serotonin merupakan zat kimia dalam otak yang berperan dalam mengatur suasana hati, dan peningkatan tingkat serotonin dapat membuat seseorang merasa lebih bahagia dan puas.
ADVERTISEMENT
Selain itu, oksitosin juga merupakan neurotransmitter yang dapat terkait dengan kebahagiaan dan ikatan sosial. Oksitosin sering disebut sebagai "hormon cinta" atau "hormon ikatan sosial" karena pelepasannya dapat meningkat selama interaksi sosial positif, seperti saat berbagi kebahagiaan dengan orang lain.

Kesimpulan

Dalam memahami kompleksitas emosi manusia, penting untuk menjelajahi hubungan antara perilaku freudenfreude dan dinamika emosional kita. Freudenfreude, sebagai konsep yang merujuk pada kebahagiaan yang timbul dari kebahagiaan orang lain, memiliki dampak signifikan terhadap kerangka emosional kita. Ketika kita berbagi dalam kebahagiaan orang lain, kita membuka pintu bagi aliran positif emosi yang dapat meningkatkan kesejahteraan mental kita. Perilaku freudenfreude tidak hanya menciptakan ikatan sosial yang kuat, tetapi juga memberikan kontribusi positif terhadap kebahagiaan emosional individu.
ADVERTISEMENT
Selain itu, keterlibatan dalam freudenfreude juga dapat menjadi alat untuk pertumbuhan empati dan pemahaman terhadap orang lain. Ketika kita merasakan kebahagiaan melalui pencapaian dan keberhasilan orang lain, hal itu membuka perspektif kita terhadap berbagai pengalaman hidup. Kemampuan untuk merasakan kegembiraan bersama juga dapat meningkatkan ikatan sosial dan keakraban, menciptakan lingkungan sosial yang lebih kuat dan saling mendukung.

Referensi:

van Dijk, W. W., & Ouwerkerk, J. W. (Eds.). (2014). Introduction to schadenfreude. In W. W. van Dijk & J. W. Ouwerkerk (Eds.), Schadenfreude: Understanding pleasure at the misfortune of others (pp. 1–13). Cambridge University Press. https://doi.org/10.1017/CBO9781139084246.001
van Dijk, Wilco W.; van Koningsbruggen, Guido M.; Ouwerkerk, Jaap W.; Wesseling, Yoka M. (2011). "Self-esteem, self-affirmation, and schadenfreude". Emotion. 11 (6): 1445–1449. doi:10.1037/a0026331
ADVERTISEMENT
slate.com. (2022, 10 Desember). Stop Trying to Make “Freudenfreude” Happen. Diakses pada 9 Desember 2023. https://slate.com/human-interest/2022/12/freudenfreude-schadenfreude-meaning-german-nyt.html
thestar.com. (2023, 20 April). Is ‘freudenfreude’ the key to happiness? A growing number of experts say yes. Diakses pada 9 Desember 2023. https://www.thestar.com/life/is-freudenfreude-the-key-to-happiness-a-growing-number-of-experts-say-yes/article_40a427b0-45fc-507c-a669-7041f8e9dd59.html