news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Etika Administrasi dalam Kasus Korupsi Menteri Sosial Terkait Bansos

Fauziyyah Hanun
Mahasiswi Program Studi Administrasi Niaga, Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
28 Desember 2020 17:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fauziyyah Hanun tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201224162703-12-586074/mantan-mensos-juliari-batubara-rayakan-natal-di-rutan-kpk
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201224162703-12-586074/mantan-mensos-juliari-batubara-rayakan-natal-di-rutan-kpk

Latar Belakang Kasus

ADVERTISEMENT
Dalam upaya membantu masyarakat Indonesia yang perekonomiannya terdampak pandemi, Kemensos dengan anggaran Rp 204,9 triliun menyalurkan bantuan melalui enam program bantuan sosial, yaitu Program Keluarga Harapan (PKH), Program Kartu Sembako, Program Sembako Jabodetabek, Program Bansos Tunai Non Jabodetabek, Program beras untuk penerima PKH, dan program beras untuk penerima kartu sembako. Korupsi yang terjadi di program bantuan sosial terjadi pada program bansos dalam bentuk paket sembako senilai Rp 5,9 triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dalam dua periode. Dalam kasus ini, Menteri Kemensos Juliari Peter Batubara menunjuk langsung. Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai pejabat pembuat komitmen. Pada proses penunjukan ini, KPK menduga terjadi kesepakatan sejumlah fee untuk tiap paket sembako bantuan sosial. Fee yang disepakati untuk tiap paket sebesar Rp 10 ribu dari nilai Rp 300 ribu per paket sembako. Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono melakukan kontrak pekerjaan dengan suplier diantaranya AIM (swasta), HS (swasta), dan PT RPI yang dimiliki oleh Matheus Joko Santoso yaitu PT RPI. Penunjukan PT RPI sebagai supplier diduga diketahui oleh Menteri Kemensos Juliari Peter Batubara dan disetujui oleh Adi Wahyono. Pada pelaksanaan pemberian paket bansos periode pertama, terkumpul uang fee sebesar Rp 12 miliar yang pembagiannya dibagikan secara tunai oleh Matheus Joko Santoso kepada Juliari Peter Batubara melalui Adi Wahyono dengan nilai sekitar Rp. 8,2 miliar. Pemberian uang kepada Menteri Kemensos Juliari Peter Batubara selanjutnya dikelola oleh EK dan SN selaku orang kepercayaan Juliari Peter Batubara untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadinya. Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos, dari Oktober 2020 sampai Desember 2020, sudah terkumpul uang fee sekitar Rp 8,8 miliar yang diduga juga akan digunakan untuk kepentingan pribadi Juliari Peter Batubara.
ADVERTISEMENT

Hasil dan Pembahasan

Permasalahan Etika dan Moral

Kasus yang lebih besar dan mempunyai dampak bagi masyarakat bahkan suatu negara adalah kasus tindak korupsi. Untuk mengetahui apakah tindak korupsi bisa dikatakan etis atau tidak kita dapat melihat dari sudut pandang teori-teori yang sudah pernah dikemukakan oleh para filsuf dari zaman ke zaman. Teori tersebut, antara lain teori deontologi dan teori teleologi. Teori deontologi sendiri memiliki pengertian bahwa jika suatu perbuatan dikatakan baik maka perbuatan itu hukumnya wajib untuk dilakukan. Sebaliknya jika perbuatan itu dikategorikan sebagai hal buruk, maka kita dilarang untuk melakukan perbuatan tersebut. Jika tadi disebutkan bahwa ingin membahas korupsi dari sudut pandang etika, mari kita bahas keterkaitan antara korupsi dengan teori hak dan teori keadilan (teori deontologi). Dari sisi teori hak, perilaku korupsi terhadap penggelapan dana uang negara menunjukan bahwa hak masyarakat yang seharusnya bisa mendapatkan uang tersebut ternyata telah diambil. Selain itu, dari sisi teori keadilan, tindak korupsi ini menunjukkan adanya ketidakadilan di antara para pejabat publik padahal mereka sama-sama bekerja dan mengabdi kepada negara, namun pada kenyataannya banyak para koruptor yang mendapatkan “pendapatan” yang berbeda dan bahkan tak jarang juga mereka dapat sebuah “privilege” yang berbeda. Hal tersebut bisa terjadi karena pelaku koruptor tersebut tetap “dilindungi” oleh negara. Dari penjelasan mengenai keterkaitan antara kedua teori tersebut dapat dikatakan bahwa tindak korupsi ini merugikan banyak pihak sehingga sesuai dengan teori deontologi yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa ‘jika perbuatan dikatakan buruk maka hukumnya perbuatan tersebut dilarang’, hal ini merujuk pada tindak korupsi dimana tindakan ini memiliki dampak buruk bagi banyak orang sehingga tindakan ini sangatlah terlarang. Perbuatan terlarang ini juga mengindikasi seseorang telah melakukan perbuatan melawan hukum. Sesuai dengan Undang-undang mengenai pencobaan melawan hukum, yaitu pada pasal 2 ayat (1) yang mengatakan bahwa perbuatan melawan hukum dengan memperkaya diri merupakan suatu kesatuan.
ADVERTISEMENT
Setelah melihat tindak korupsi dari teori deontologi, mari kita lihat dari sudut pandang teori teleologi. Teori teleologi sendiri memiliki konsep bahwa suatu perbuatan yang memang bermaksud baik, tetapi tidak menghasilkan sesuatu yang bermakna, menurut aliran ini tidak pantas disebut baik. Hubungan tindak korupsi dengan teori teleologi berkaitan dengan konsep utilitarianisme dan egoisme. Menurut sudut pandang egoisme secara psikologis, egoisme merupakan suatu tindakan dan perilaku manusia yang didasari pada kepentingan self-center/selfish dan cenderung merugikan dan mengesampingkan kepentingan orang lain. Sedangkan, teori egoisme etis adalah suatu tindakan yang dilakukan seseorang yang mementingkan dirinya sendiri tanpa merugikan orang lain/pihak manapun. Jika dilihat keterkaitan antara tindak korupsi dengan egoisme adalah perilaku korupsi merupakan tindakan yang dilakukan seseorang demi kepentingan sendiri, yaitu memperkaya diri sendiri dengan merugikan kepentingan orang lain. Melihat hal ini maka dapat dikatakan bahwa perilaku korupsi tidak etis sesuai dengan konsep egoisme itu sendiri. Setelah membahas keterkaitan tindak korupsi dengan konsep egoisme, sekarang mari kita bahas mengenai keterkaitan tindak korupsi dengan konsep utilitarianisme. Menurut konsep utilitarianisme suatu tindakan adalah baik jika tindakan tersebut dapat memberikan manfaat, akan tetapi manfaat yang berikan itu harus menyangkut bukan hanya satu atau dua orang saja melainkan menyangkut masyarakat secara keseluruhan. Tindak korupsi yang dilakukan oleh seseorang terkadang hanya menguntungkan beberapa pihak saja dan pada akhirnya berujung pada merugikan seluruh masyarakat sehingga dapat dikatakan bahwa hal ini dapat dikategorikan juga sebagai tindakan tidak etis menurut konsep utilitarian.
ADVERTISEMENT

Etika Administrasi Menteri Sosial

Seorang pejabat publik, tentunya terdapat nilai etika yang harus dipatuhi selama menjabat dalam jabatan tersebut. Etika administrasi disini berperan sebagai alat kontrol kepada para administrator dan yang terkait terhadap tugas pokok, fungsi dan kewenangannya. Selain itu, etika dalam administrasi juga berperan sebagai standar penilaian baik atau buruknya sikap, perilaku maupun suatu kebijakan. Salah satu nilai etika atau kode etik yang harus dipatuhi oleh seorang pejabat publik yaitu anti korupsi. Korupsi sangat jelas merupakan sebuah mal-administrasi karena tindak pidana korupsi merupakan perbuatan ataupun perilaku yang tidak sesuai dengan etika administrasi. Menurut Flippo (1983: 188) mal-administrasi atau penyalahgunaan wewenang yang sering dilakukan oleh seorang administrator maupun pegawai publik seperti ketidakjujuran, perilaku yang buruk, konflik kepentingan, melanggar peraturan perundang-undangan, perlakuan yang tidak adil terhadap bawahan, pelanggaran terhadap prosedur, tidak menghormati kehendak pembuat peraturan perundangan, inefisiensi atau pemborosan, menutupi kesalahan dan kegagalan mengambil prakarsa.
ADVERTISEMENT
Juliari Peter Batubara sebagai seorang pejabat publik menurut etika administrasi telah melakukan sesuatu yang buruk atau dapat dikatakan sebagai bentuk mal-administrasi. Bentuk mal-administrasi yang dilakukan oleh Menteri Sosial, Juliari Peter Batubara ini adalah berupa ketidakjujuran, perilaku yang buruk, konflik kepentingan, serta melanggar peraturan perundang-undangan. Perilaku ketidakjujuran yang dilakukan oleh Juliari dapat dilihat dari bagaimana ketidakjujuran para pihak yang terlibat dalam bantuan sosial yang akan diberikan kepada masyarakat yang malah setiap paket dari bantuan sosial tersebut dikenakan fee sepuluh ribu rupiah yang kemudian dana tersebut salah satunya mengalir ke Juliari selaku Menteri Sosial. Disini terlihat bahwa nilai dari per paket bansos bukan senilai tiga ratus ribu rupiah yang mana berarti terjadi penyalahgunaan dana yang seharusnya diterima masyarakat dalam bentuk paket sembako nilainya menjadi berkurang dan tidak digunakan untuk kesejahteraan rakyat melainkan untuk memperkaya diri atau keperluan individu. Tidak hanya itu, Juliari juga melakukan bentuk mal-administrasi lain berupa perilaku yang buruk. Hal ini sangat jelas sebab tindakan yang dilakukan tersebut merupakan suatu bentuk tindak pidana korupsi yang bagaimana pun wujudnya maka dikategorikan sebagai suatu yang tidak benar atau menyimpang. Selanjutnya, kasus korupsi yang melibatkan Juliari ini juga dikategorikan sebagai mal-administrasi yang berbentuk konflik kepentingan. Kebijakan pemberian bantuan sosial berupa paket sembako kepada masyarakat merupakan kerjasama antara Kementerian Sosial dengan rekanan perusahaan yang langsung ditunjuk oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yakni Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono. Penunjukan rekan tersebut diduga berkaitan dengan fee pada tiap paket bansos yang kemudian para rekananan ini harus memberikan sejumlah dana untuk Kementerian Sosial yang terkait. Hal tersebut merupakan suatu konflik kepentingan antara pihak Kementerian Sosial yang terkait dengan para rekanan perusahaan yang ditunjuk oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Dan yang terakhir bentuk pelanggaran atau mal-administrasi yang dilakukan yaitu melanggar peraturan perundang-undangan. Julianri yang sebagai pihak penerima dana disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
ADVERTISEMENT
Pada birokrasi publik, sebenarnya etika individu sulit untuk diterapkan. Hal ini karena ketika seseorang individu bekerja pada sektor publik, maka individu tersebut seakan hilang tertelan oleh sistem dari organisasi tersebut. Penerapan etika secara individu juga makin sulit diterapkan karena dua kemungkinan etika yang muncul dalam birokrasi sektor publik yaitu ethic of neutrality dan ethic of structure. Menurut ethic of neutrality seorang pejabat publik dalam melakukan suatu tindakan tidak mengatasnamakan dirinya melainkan atas nama instansi sehingga pejabat publik disini netral secara etika. Sehingga ketika suatu pejabat publik mengeluarkan suatu kebijakan yang dilihat adalah suatu instansi tersebut beserta jabatannya, bukan kepada individunya. Sedangkan menurut ethic of structure suatu individu tidak akan mencapai posisi puas atau perlu, karena outcome organisasi dihasilkan dari hasil kerja kolektif. Menurut ethic of structure, individu di organisasi juga melakukan tindakan atas nama jabatannya. Kemungkinan munculnya ethic of neutrality dan ethic of structure kerap kali dimanfaatkan oleh pejabat publik, karena mereka tidak bisa disalahkan secara personal sehingga para pejabat publik menjadi kebal terhadap kesalahan moral. Kekebalan terhadap kesalahan moral bagi individu di organisasi publik ini yang sebenarnya memberikan ruang besar untuk munculnya tindak korupsi di suatu birokrasi. Dalam kasus korupsi Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, ethics of structure dan ethic of neutrality tetap tidak bisa dijadikan perlindungan dari kesalahan moral untuk tindakan korupsinya karena keputusan pengenaan fee atas paket sembako bukan merupakan keputusan resmi dan terbuka dari Kementerian Sosial, jadi etika yang digunakan adalah etika individu dan yang harus bertanggung jawab adalah individu tersebut, yaitu Juliari Peter Batubara.
ADVERTISEMENT
Penulis: Fauziyyah Hanun, Andy Novrianto, Habibah Faradiba Zaini (Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia)
REFERENSI
Buku
Ahmad Amin. 1983. Etika (Ilmu Akhlak), Terj. KH. Farid Ma’ruf, Jakarta: Bulan Bintang.
Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta: Kanisius.
Edwin, Flippo. 1983. Administrative Responsibility dalam Felix A. Nigro & Lloyd G. Nigro, Modern Public Administration, terjemahan DS. Widodo. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Jurnal
Holilah. 2013. Etika Administrasi Publik. Jurnal Review Politik, 248-250.
Maiwan, M. 2018. Memahami Teori-Teori Etika: Cakrawala dan Pandangan. Jurnal Ilmiah Mimbar Demokrasi, 17(2), 190-212.
Skripsi
Ahmady, Y. N. 2017. Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana (Korupsi Dana Bantuan Sosial). Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Hukum. Universitas Hasanuddin: Makassar.
Website
Adlin, E. (2020, Desember 6). Retrieved from AyoJakarta.com: https://www.ayojakarta.com/read/2020/12/06/28039/begini-kronologi-dugaan-kasus-korupsi-mensos-juliari-batubara-di-penyaluran-bansoshttps://kpk.go.id/gratifikasi/BP/uu_20_2001.pdf
ADVERTISEMENT
KKBI. (n.d.). Kamus Besar Bahasa Indonesia . Retrieved from kbbi.web.id: https://kbbi.web.id/kaya
Komisi Pemberantasan Korupsi. (n.d.). Retrieved from https://kpk.go.id/gratifikasi/BP/uu_20_2001.pdf
Kusuma, H. (2020, Desember 6). Retrieved from Detik.com: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5283936/dari-mana-sumber-dana-bansos-corona-yang-dikorupsi-mensos-juliari