Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
H. Mohammad Amin, Perintis Kemerdekaan Asal Riau Bergelar "Harimau Kampar"
1 Agustus 2021 11:08 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Feradis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Bulan Agustus merupakan bulan yang sangat istimewa bagi Bangsa Indonesia karena pada bulan ini Bangsa Indonesia berhasil meraih kemerdekaannya dari penjajah. Begitu juga bagi masyarakat Riau, bulan Agustus adalah bulan yang sangat istimewa karena pada bulan Agustus ini Provinsi Riau terbentuk.
ADVERTISEMENT
Sebagai wujud penghormatan kepada para pejuang yang telah berjasa terhadap negeri ini, serta bersempena dengan Hari Jadi ke 64 Provinsi Riau dan Hari Ulang Tahun ke 76 Republik Indonesia, penulis mengisahkan kembali perjuangan seorang anak bangsa yang sebelumnya telah ditulis oleh Ahmal dalam Jurnal Lentera tahun 2015, yaitu kisah H. Mohammad Amin, perintis kemerdekaan asal Kabupaten Kampar Provinsi Riau yang diberi gelar ”Harimau Kampar.”
Perjuangan menjelang kemerdekaan
Pada zaman Jepang tersiar berita di daerah Limo Koto Kampar bahwa para alim ulama akan ditangkap dan akan ditahan serta diadili. Alasannya karena para alim ulama selalu menghasut rakyat untuk menentang penjajahan Jepang.
Dengan kondisi tersebut, para ulama dan pemuda termasuk tokoh yang berpengaruh di Kampar seperti Mahmud Marzuki, H. Mohammad Amin, dan Malik Yahya, serta beberapa tokoh lainnya bergerak secara diam-diam dalam kesatuan yaitu "Gerakan Rahasia" yang dipimpin langsung oleh Mahmud Marzuki.
ADVERTISEMENT
Gerakan ini menyebarkan bibit nasionalisme dan anti penjajahan. Agama adalah senjata yang ampuh pada saat itu untuk menghimpun dan menggerakkan rakyat untuk melawan penjajahan Jepang.
Beberapa langkah yang dilakukan oleh gerakan ini seperti: pertama, memberi semangat anti keberadaan Jepang di Kampar.
Kedua, memboikot usaha pengumpulan sebagian hasil panen yang diserahkan kepada Jepang. Pengaturan tentang hasil panen rakyat dikelompokkan dalam tiga bagian. Bagian pertama disimpan di ladang-ladang sebagai bekal bagi keluarganya, bagian kedua diperuntukkan sebagai bekal perjuangan dan yang ketiga diperuntukkan bagi Jepang, namun dicampur dengan gabah dan padi hampa.
Ternyata upaya ini berhasil membuat Jepang dikhianati oleh rakyat. Dengan semangat perjuangan dan anti penguasaan orang kafir di daerah Limo Koto mengakibatkan rakyat siap dengan keadaan yang tidak diinginkan.
ADVERTISEMENT
Inilah peran dan pengaruh tokoh Muhammadiyah di dalam menyatukan dan membakar semangat anti penjajahan dan terus berupaya semaksimal mungkin mengusir penjajahan Jepang. Hal ini merupakan perjuangan atau jihad yang selalu disampaikan oleh Mahmud Marzuki dan H. Mohammad Amin serta tokoh-tokoh Muhammadiyah lainnya kepada rakyat.
Perjuangan setelah kemerdekaan
Kondisi Jepang yang tidak seperti biasanya menimbulkan tanda tanya bagi tokoh masyarakat terutama Muhammadiyah, ada hal yang berbeda pada tahun 1945. Hal ini ditandai dengan perubahan sikap dan tingkah laku Jepang, salah satunya adalah Jepang berjalan tanpa senjata.
Untuk mendapatkan informasi tentang keadaan ini, masyarakat mengutus Mahmud Marzuki dan H. Mohammad Amin ke Padang Panjang untuk menemui Pimpinan Muhammadiyah dan menanyakan tentang situasi yang terjadi pada saat itu. Namun Pimpinan Muhammadiyah di Padang Panjang juga belum mengetahui kondisi ini.
ADVERTISEMENT
Kedua tokoh Muhammadiyah ini kembali lagi ke Bangkinang. Tiba di Bangkinang pada tanggal 4 September 1945 pukul 12 malam, di mana sebelumnya makan sahur di Rantau Berangin, lalu menginap di kantor Muhammadiyah Air Tiris.
Keesokan harinya pada tanggal 5 September, berita proklamasi tersiar di Air Tiris, lewat tempelan pamflet. Tempelan pamflet kemerdekaan itu juga terdapat di pintu kantor Muhammadiyah Bangkinang (TPP Sejarah Riau Universitas Riau, 1976).
Adanya pamflet itu mendorong Mahmud Marzuki dan H. Mohammad Amin pergi mencari informasi kebenaran berita tersebut. Kedua tokoh Muhammadiyah tersebut pergi menemui kepala kantor Pos dan Telegraf Bangkinang. Ternyata Kepala Kantor Pos dan Telegraf membenarkan telah mendapatkan berita kemerdekaan, tetapi tidak berani untuk menyebarluaskan berita tersebut karena takut ancaman Jepang.
ADVERTISEMENT
Diduga pamflet berisikan teks proklamasi itu ditempelkan oleh petugas dari Sumatera Barat yang mulai menyebarkan teks tersebut setelah menerima berita resmi dari T. M. Hasan dan Dr. M. Amin selaku anggota PPKI dari Jakarta. Keduanya datang ke Bukittinggi membawa teks proklamasi dan instruksi Pemerintah Pusat untuk segera membentuk Komite Nasional Indonesia.
Sebagian besar masyarakat belum percaya bahwa Indonesia telah merdeka, sebab ada beberapa orang Jepang masih bersenjata lengkap. Kemudian Belanda semakin banyak berada di kampung-kampung sambil berjalan-jalan.
Datok Palo yang berhasil dipengaruhi Belanda pun ikut-ikutan mengatakan Belanda akan memerintah kembali. Sementara itu informasi tambahan mengenai proklamasi pun tidak terdengar baik melalui radio maupun dari mulut ke mulut. Satu-satunya informasi yang diperoleh hanya melalui tempelan pamflet teks proklamasi di kantor Muhammadiyah dan berita telegram yang diterima Kepala Kantor Pos dan Telegraf dari Padang.
ADVERTISEMENT
Begitulah kebingungan masyarakat. Namun oleh pimpinan Muhammadiyah telah diyakini betul bahwa Indonesia memang telah merdeka. Maka selesai salat Idulfitri 1365 H bertepatan dengan tanggal 6 September 1945 yang dilaksanakan di Lapangan Tengah Sawah Simpang Kubu Air Tiris, mereka berkumpul di rumah Gazali Simpang Kubu, guna membicarakan persiapan menyambut kemerdekaan dan menaikkan bendera merah putih. Mulai saat itu, dimulailah revolusi mempertahankan kemerdekaan di daerah Bangkinang (M. Amin, 1989).
Pada hari Jum’at, 8 September 1945 atau 3 Syawal 1365 H, masih di dalam suasana Idulfitri diadakan rapat akbar bertempat di Sekolah Muhammadiyah Muara Jalai Air Tiris. Peserta rapat yang diwajibkan hadir adalah seluruh anggota Muhammadiyah Limo Koto Kampar yang tergabung di dalam ranting dan cabang Muhammadiyah dengan jumlah sekitar 150 orang. Rapat ini ternyata diketahui oleh Jepang, karena itu kepala Polisi Jepang beserta anggotanya di Bangkinang yaitu Yamamoto datang ke Muara Jalai untuk membubarkan rapat tersebut.
ADVERTISEMENT
Namun H. Mohammad Amin, salah satu tokoh Muhammadiyah yang bergelar Harimau Kampar menyongsong Yamamoto untuk memberitahukan bahwa rapat yang diadakan ini lebih ditujukan kepada Belanda bukan kepada Jepang. Dengan berbagai cara H. Mohammad Amin mengalihkan perhatian Yamamoto agar rapat akbar tetap berlangsung dengan lancar, meskipun pada akhirnya H. Mohammad Amin ditangkap Jepang bersama 12 pimpinan lainnya setelah rapat (Abdul Rivai, 1989).
Pagi hari Ahad, tanggal 10 September 1945 H. Mohammad Amin secara pribadi mengibarkan bendera di atap rumahnya di Air Tiris. Kemudian menugaskan beberapa orang pemuda menjaganya dan menentang siapapun yang menyuruh untuk diturunkan. Bendera itu dijaga oleh Taher Husein, Daud Husein, Tiuban, M.Yunus, Ismail, Jaya, dan Muhammad Kumai, para pemuda yang siap mendukung kemerdekaan dan atas perintah dari tokoh Muhammadiyah sendiri.
ADVERTISEMENT
Pada waktu yang sama pemuda Muhammadiyah juga telah mengibarkan bendera merah putih di Kantor Muhammadiyah Air Tiris, namun Jepang menurunkannya. Setelah Jepang pergi, A. Malik Yahya, Jaya dan H. Ja’far mengibarkannya kembali (TPP Sejarah Riau Universitas Riau, 1976).
Pengibaran bendera ini tercium oleh Jepang, dan dengan sepihak Jepang memerintahkan untuk menurunkan bendera tersebut, namun dengan semangat kepahlawanan dalam memperjuangkan dan semangat jihad yang dimiliki para pemuda, perlawanan dalam bentuk kata-kata justru berbalik kepada Jepang, dan dengan waktu yang tidak terlalu lama Jepang meninggalkan daerah tersebut.
H. Mohammad Amin di mata keluarga
H. Mohammad Amin merupakan seorang suami dan ayah yang sangat penyayang kepada istri dan anak-anaknya. Beliau dipanggil dengan sebutan “aba” oleh anak-anaknya.
ADVERTISEMENT
"Dalam kehidupan sehari-hari, H. Mohammad Amin memberikan keleluasaan pada anak-anaknya dan beliau tidak pernah marah. Keleluasaan yang dirasakan anak-anak beliau antara lain dalam hal memilih sekolah hingga memilih pasangan hidup. Beliau selalu menjadi teladan bagi anak-anaknya," tutur Azhar Amin, salah seorang anak H. Mohammad Amin kepada penulis.
Seluruh anggota keluarga sangat mendukung dan bangga memiliki seorang ayah sebagai seorang pejuang dan politisi andal yang sangat disegani meski hidup dalam keadaan sangat sederhana.
Begitu juga yang penulis rasakan. Penulis merupakan salah seorang menantu H. Mohammad Amin, tahu persis bahwa beliau adalah seorang yang sangat sederhana, disiplin, tegas, dan karismatik. Semoga perjuangan beliau menjadi amal ibadah di sisi Allah SWT. Aamiin.
ADVERTISEMENT
***
Baca juga artikel lainnya di https://kumparan.com/feradis-nurdin