Konten dari Pengguna

Inkonsistensi Nilai-Nilai pada Pancasila

Feriansyah Putra Sjaefudin
Mahasiswa Sarjana Di Universitas Pamulang dengan program studi Teknik Informatika 2024
26 Oktober 2024 16:47 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Feriansyah Putra Sjaefudin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
pengertian
Indonesia adalah suatu negara yang memiliki kekayaan dalam perbedaan. Namun dari perbedaan itu Indonesia harus menjadikannya suatu kebanggaan dan motivasi untuk mencapai suatu tujuan yang dapat memajuan bangsa Indonesia. Perbedaan-perbedaan itu dirangkum dalam Pancasila yang kemudian pancasila dijadikan dasar dan pedoman atau ideologi Indonesia.
ADVERTISEMENT
Nilai-nilai yang ada di dalam pancasila dijadikan sebagai nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia. Namun pada era globalisasi ini, nilai-nilai kehidupan dalam jiwa masyarakat Indonesia tersebut mulai memudar dan tergeser oleh budaya-budaya asing. Sehingga moral bangsa Indonesia tidak mencerminkan bangsa Indonesia lagi. Bila jiwa yang mencerminkan bangsa Indonesia mulai memudar, apa yang akan terjadi?. Apakah jiwa yang memudar akan memudarkan juga sikap kita kepada Negara Indonesia? Jawabannya pasti “IYA”. Tanpa ada jiwa yang mencintai Indonesia, mustahil individu itu akan berperilaku yang mencerminkan cinta kepada Negara Indonesia.
Pada kenyataannya, ada masyarakat yang tak mengamalkan nilai-nilai dari pancasila. Bahkan ada yang tidak mengerti bagaimana menyikapi pancasila Pancasila yang terdiri dari lima sila memang begitu mudah untuk dihafalkan, tapi bagaimana untuk menerapkannya agar senantiasa sejalan dengan nafas dan gerak setiap manusia Indonesia?
ADVERTISEMENT
Banyak yang tidak mengetahui bagaimana pastinya praktik kehidupan yang ber-Pancasila itu dengan sebenar-benarnya. Pendidikan Pancasila yang diajarkan di sekolah-sekolah serasa tidak mengena, masih berkisar seputar teori lahirnya Pancasila, moral, dan perilaku baik-buruk yang orang tidak belajar Pancasila pun sudah mengetahuinya. Di sisi lain, masih banyak orang yang terang-terangan menolak Pancasila sebagai dasar hidup bangsa, masih banyak orang yang menghendaki untuk mengubah atau mengganti Pancasila agar sesuai dengan ideologi yang diyakininya.
Pancasila dalam perjalanannya seiring dengan gerak hidup bangsa pasca kemerdekaan NKRI, cenderung diterapkan secara tidak konsisten. Sebagaimana diketahui, Pancasila merupakan sintesis dari dua ideologi besar yang mendominasi dunia pada awal berdirinya NKRI. Pancasila berusaha mencari jalan tengah dari ideologi sosialis-komunis dan ideologi liberal-kapitalis. Ringkasnya, Pancasila, secara teori merupakan perpaduan nilai-nilai positif dari ideologi sosialis-komunis dengan ideologi liberial-kapitalis itu.
ADVERTISEMENT
Masalahnya, karena berada di tengah-tengah dua ideologi besar yang amat berseberangan itu, penerapan Pancasila menjadi cenderung diterapkan dengan tidak konsisten, bergantung pada arah pembangunan politik dan ekonomi rezim penguasa serta kedekatan rezim penguasa itu dengan negara-negara besar dengan ideologinya masing-masing. Sesekali waktu, Pancasila didekatkan dengan ideologi sosialis-komunis (etatis), di lain waktu Pancasila begitu dekat dengan ideologi liberal-kapitalis.
Saat Orde Lama misalnya, Pancasila sangat dekat dengan komunisme. Nasakom menjadi cirinya. Saat Orde Baru, Pancasila seperti terbelah, secara politik kekuasaan dipraktikkan secara etatisme, sementara secara ekonomi mulai dijalankan secara liberal-kapitalis. Di era reformasi kini, banyak pihak yang berpendapat bahwa Pancasila telah semakin dekat dengan ideologi liberal-kapitalis, baik secara politik maupun ekonomi.
ADVERTISEMENT
Inkonsistensi itu barangkali yang membuat pembangunan bangsa menjadi cenderung tidak fokus. Karena berjalan dalam platform ideologi jalan tengah itu, Pancasila menjadi rebutan dua ideologi yang besar dan telah lama eksis. Baik itu ideologi komunis maupun kapitalis berusaha untuk merangkul bangsa Indonesia agar mau sejalan dengan ideologi mereka. Disadari atau tidak, fokus pembangunan dan pembentukan karakter bangsa menjadi sering berubah arah tergantung pada para pemimpin bangsa serta ideologi yang dekat dengannya itu.
Terjadinya inkonsistensi ini membawa pengaruh yang besar bagi bangsa Indonesia. Rakyat seperti ttidak mempunyai pedoman yang kuat dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini tentu ber efek besar, bahwa jika rakyatnya sendiri sudah mulai rusak dengan mental dan pribadinya yang seharusnya didasarkan pancasila , apalagi negara yang akan dibangun nantinya. Itu jelas membawa efek yang buruk.
ADVERTISEMENT
SILA-SILA PANCASILA
Nilai-Nilai pancasila bukanlah rasisme (sumber:https://www.pexels.com/id-id/pencarian/nilai-nilai%20pancasila/)
Untuk mengetahui beberapa permasalahan hidup bangsa Indonesia dan kaitannya dengan Pancasila akan lebih baik jika kita menyelami sila-sila Pancasila kemudian membandingkannya dengan realita kehidupan yang terjadi dalam bangsa Indonesia. Kira-kira seberapa berhasilkan nilai-nilai Pancasila itu diterapkan dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Sila 1 : Ketuhanan Yang Maha Esa
Bangsa Indonesia mengakui dan meyakini adanya Tuhan. Tuhan yang dimaksud adalah Tuhan Yang Maha Esa. Ini berarti hanya ada satu Tuhan menurut bangsa Indonesia. Dia-lah pencipta dan pengatur kehidupan seluruh umat manusia.
Bangsa Indonesia juga meyakini bahwa atas kuasa Tuhan pula lah, bangsa ini merdeka. Hal ini terbukti dari Pembukaan UUD 1945 yang salah satu alineanya diawali dengan kalimat atas berkat rahmat Allah…..maka telah sampai lah bangsa Indonesia ke depan pintu kemerdekaan… Dengan sendirinya, berdasarkan rumusan dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut, bangsa Indonesia selain menganut teori kedaulatan rakyat juga menganut teori kedaulatan Tuhan. Artinya, bangsa Indonesia menyadari bahwa bumi pertiwi serta negara Indonesia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dikelola dengan sebaik-baiknya dan akan dipertanggungjawabkan dihadapan-Nya kelak.
ADVERTISEMENT
Bangsa yang meyakini adanya kuasa Tuhan, seharusnya memiliki nilai moral dan spiritual yang tinggi. Nilai moral dan spiritual yang tinggi diwujudkan dengan kehidupan masyarakat yang memiliki tingkat relijius tinggi.Tingkat relijius yang tinggi sejatinya mampu mewujudkan masyarakat yang aman, damai, dan tertib. Faktanya, keyakinan terhadap Tuhan yang direpresentasikan dengan agama belum cukup mampu merelijiuskan masyarakat. Agama sering dipraktikkan sebagai rangkaian ritualitas belaka, sementara nilai-nilai luhur agama belum cukup mampu merasuk ke dalam hati dan pemikiran umatnya. Tak heran, Indonesia bahkan termasuk negara dengan tingkat kejahatan yang tinggi.
Yang lebih menyedihkan adalah banyak sekali tindak kekerasan yang mengatasnamakan Tuhan. Karena perintah Tuhan yang ditafsirkan seenaknya sendiri, pembunuhan dan terorisme masih sering terjadi di Indonesia.Korupsi yang merupakan sebuah kejahatan kemanusiaan masih dan terus saja merajalela. Sementara negara-negara yang jelas-jelas menggunakan sistem liberal-sekuler justru memiliki indeks yang tinggi dan menempati urutan-urutan atas. Bangsa Indonesia yang mencantumkan nama Tuhan sebagai bagian dari dasar negara justru terpuruk dan terjebak dalam jejaring korupsi sementara negara-negara yang jelas memisahkan unsur agama dengan negara justru bisa terbebas dari korupsi.
ADVERTISEMENT
Sila 2 : Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi dari masing-masing kata yang berkaitan dan menjadi unsur penyusun sila 2 ini antara lain:
Perikemanusiaan :
1. sifat-sifat yang layak bagi manusia, seperti tidak bengis, suka menolong, bertenggang rasa.
2. keadaan manusia pada umumnya.
Adil:
1. sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak
2. berpihak kepada yang benar; berpegang pada kebenaran;
3. sepatutnya; tidak sewenang-wenang.
Adab:
1. kehalusan dan kebaikan budi pekerti; kesopanan; akhlak.
Sila ke-2 ini merupakan cerminan watak bangsa Indonesia secara intrapersonal (individu masing-masing) yang diterapkan secara lebih luas dalam praktik kehidupan bangsa, termasuk oleh para penyelenggara negara. Secara umum nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan keadaban itu saya yakin masih melekat dalam benak bangsa Indonesia. Meskipun fakta di lapangan, ketiga unsur di atas sulit untuk diterapkan sepenuhnya. Manusia Indonesia banyak yang sudah kehilangan kemanusiaannya, diwakili dengan banyaknya angka kejahatan kejam yang terjadi. Hakim dan jaksa banyak yang berpihak pada mereka yang bersedia membayar, nilai-nilai kesopanan dan akhlak pun banyak yang mulai memudar.
ADVERTISEMENT
Karena sangat terkait dengan masalah watak individu masing-masing orang, maka terlalu banyak contoh kasus untuk menjelaskan hal ini. Barangkali, yang paling banyak disorot adalah masalah penegakan hukum yang lamban, serta hakim dan jaksa yang acapkali terlibat kasus suap-menyuap, hingga keputusannya cenderung tidak adil dan terkesan tebang pilih.
Sila 3 : Persatuan Indonesia
Indonesia terdiri dari belasan ribu pulau, ratusan suku, bahasa, budaya, dan beberapa agama. Atas dasar sila ke-3 inilah semua elemen bangsa pada saat itu bersepakat bersatu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dari kesemua sila, sila ke-3 inilah yang saya pikir dipraktikkan dengan paling baik, meskipun itu masih dibumbui dengan banyak kendala. Masih banyak kepentingan golongan yang didahulukan daripada kepentingan umum yang lebih besar. Masih banyak politisi dan pejabat yang lebih menghamba pada partai politiknya daripada mengabdi kepada konstituen/rakyatnya. Hal ini sangat merugikan rakyat, karena semua aspirasi yang mereka sampaikan pada akhirnya akan kalah dengan kepentingan pribadi seorang wakil rakyat.
ADVERTISEMENT
Yang paling berbahaya, praktik separatisme masih sering kali muncul di penjuru tanah air. Ketimpangan yang terjadi antar daerah sering menjadi akar dalam masalah ini. Kurang nya kepedulian pemimpin kepada rakyat dan praktik sewenang wenang seorang pemimpin.Konflik antarsuku dan agama pun masih sering tak terelakkan. Nasionalisme baru terlihat ketika ada ”pencurian” khasanah budaya bangsa oleh asing, pencaplokan wilayah oleh asing, atau ketika wakil Indonesia tengah berjuang dalam pertandingan olahraga. Kita akan merasa perlu bersatu dalam melawan penjajahan saat kita sudah terdesak dengan keadaan . Selebihnya, masyarakat Indonesia masih berpikiran egois, mengutamakan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri.
Rasa individualisme antar rakyat, kurangnya rasa persatuan antar bangsa dan rasa ingin memiliki semua kekuasaan masih sangat melekat di beberapa sifat rakyat Indonesia. Hal ini disebabkan telah ditinggalnya nilai dan dasar dari sila ke 3 , mereka lebih mementingkan sifat individualis . Semestinya nilai nilai yang terkandung dalam sila ke 3 ini , lebih didalami dan diterapkan dalam kehidupan sehari hari .
ADVERTISEMENT
Sila 4 : Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan.
Sila keempat ini menjadi dasar musyawarah dan pengakuan hakikat demokrasi bangsa Indonesia. Setiap kebijakan yang dibuat pemerintah harus dilakukan dengan penuh kebijaksanaan dengan mengutamakan musyawarah mufakat terlebih dahulu. Setiap kebijakan pemerintah harus prorakyat dan sejalan dengan kepentingan rakyat.
Nyatanya, banyak sekali kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap tidak adil oleh rakyat. Dalam kasus lumpur Lapindo misalnya, sudah terang-terangan bahwa luapan lumpur Lapindo terjadi karena kesalahan pihak Lapindo. Akan tetapi, oleh pemerintah dianggap sebagai bencana alam. Uang negara pun terpaksa dikeluarkan untuk menangani.
Selain itu, banyak pula produk Undang-Undang yang dinilai tidak sejalan dengan kepentingan rakyat. Yang juga menjadi catatan adalah kenyataan bahwa para wakil rakyat umumnya adalah juga pengusaha. Maka tak heran, banyak sekali produk Undang-Undang maupun kebijakan yang dikeluarkan sangat sarat dengan kepentingan pribadi mereka. Yang lebih parah, banyak pula Undang-Undang yang rancangannya ternyata dibuat oleh pihak asing yang tentu saja lebih berpihak pada kepentingan asing di negeri ini. Banyak yang menilai UU tersebut jauh dari semangat kerakyatan dan penuh dengan intervensi asing dan pengusaha berkedok wakil rakyat.
ADVERTISEMENT
Secara demokrasi, banyak yang berpendapat bahwa demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang asal jiplak. Sistem pemilihan langsung tidak selamanya merefleksikan kehendak rakyat. Rakyat masih begitu gampang terbeli suaranya oleh selembar dua lembar rupiah. Akibatnya, suara rakyat pun tidak menjadi suara Tuhan, tapi suara setan yang membisikkan kebusukan, korupsi, dan kolusi bagi penguasa terpilihnya.
Demokrasi biaya tinggi hanya dimanfaatkan oleh beberapa kecil individu yang mampu secara finansial untuk mengikuti Pemilu. Akibatnya, tidak sedikit diantara mereka yang tega membeli suara rakyat yang pada akhirnya ketika mereka berkuasa, orientasinya adalah untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkan itu, bukan untuk menyejahterakan rakyat.
Sila 5 : Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Sila kelima menjadi dasar dari hak-hak sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila ini, berusaha menjamin bahwa setiap individu Indonesia berhak memperoleh kesejahteraan yang berkeadilan, pembangunan, dan pendidikan yang merata.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, cita-cita mulia dari sila ini seperti terlalu mustahil untuk diwujudkan sepenuhnya. Kesenjangan sosial antarmasyarakat masih sangat tinggi. Perekonomian Indonesia hanya dikuasai oleh segelintir orang-orang kaya, umumnya pengusaha yang berkongsi dengan penguasa.
Pemimpin masih sering mempraktikkan ketidakadilan dalam kehidupan , contohnya dalam bidang hukum , masing sering terjadi istilah seorang penguasa dan seorang yang berduit akan mendapat keadilan yang lebih daripada mereka yang tidak berkuasa . praktik dalam membangun fasilitas rakyat juga masih sering diselewengkan , rakyat tidak mendpat keadilan yang seharusnya lebih penting daripada para penguasa lainnya.
KESIMPULAN
Beberapa fakta tersebut di atas merupakan kendala tersendiri bagi bangsa Indonesia ke depan. Pertanyaannya, mampukah bangsa Indonesia mengatasi kendala-kendala itu? Tentu tetap dengan Pancasila sebagai senjata pamungkasnya.Yang jelas, bukan Pancasila yang gagal dalam mengawal tercapainya tujuan dan cita-cita nasional. Akan tetapi, bangsa Indonesia lah yang belum bisa menerapkan Pancasila itu dalam kehidupannya. Sesempurna apapun ideologi kalau manusia-manusianya tidak baik ya hasilnya tidak akan baik juga. Akibatnya, tujuan dan cita-cita nasional itu seolah-olah semakin jauh dari kata tercapai.Inkonsistensi terhadap pancasila terjadi karena beberapa factor antara lain :
ADVERTISEMENT
1. Kurangnya sikap relijius setiap umat beragama
2. Kurangnya kesadaran dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat
3. Lebih sering mementingkan sikap individualis masing masing individu
4. Kurangnya pendalaman materi dan nilai tiap butir pancasila terhadap semua rakyat
5. Sikap dan mental individu yang masih dikuasai oleh sikap kurang puas dan keinginan terus menerus untuk mencapai yang terbaik
6. Hilangnya rasa toleranasi antar umat
Revitalisasi sudah sangat diperlukan pada nilai kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara di berbagai aspek. Ini dikarenakan inskonsistensi pancasila dan disintregasi sudah mulai timbul di berbagai aspek kehidupan. Revitalisasi dapat dilakukan secara:
1. Formal : Ruang lingkup pada pendidikan dasar,menengah dan tinggi.
2. Nonformal : Ruang lingkup pada lembaga-lembaga masyarakat, atau ormas.
ADVERTISEMENT
3. Informal : Ruang lingkup pada keluarga dan pergaulan masyarakat.
Feriansyah Putra Sjaefudin, Mahasiswa sarjana, program Studi Teknik Informatika, Universitas Pamulang, 2024