Spoil System Dalam Birokrasi Pemerintah

Ferio Pristiawan
PNS Pemerintah Provinsi Gorontalo
Konten dari Pengguna
23 September 2021 13:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ferio Pristiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Tak dapat dipungkiri setiap hubungan kekuasaan selalu menghadirkan praktik administrasi bernegara/bermasyarakat dengan berbagai karakternya masing-masing, sejak tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik di Kerajaan Persia (Farazmand, 2002), hingga di Kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Tidore dan Mataram.
Berbeda ilmu administrasi negara di era kerajaan feodal, di negara modern kekuasaan negara telah menyebar luas ke berbagai sendi kehidupan masyarakat, yang lebih menekankan pada pengaturan dibandingkan paksaan, yang ditopang hadirnya sistem demokrasi sebagai universalime global.
Pada masa kerajaan feodal,
sepenuhnya menjadi kewenangan absolut dari penguasa dan digunakan sebagai alat politik sesuai kepentingan mereka (Anderson, 2013). Domain administrasi negara adalah domain penguasa, sementara masyarakat tidak memiliki ruang untuk bersuara atau memberikan kritik, oleh karena kekuatan ekstra-ekonomi (hukum, paksaan, kekuatan militer) menjadi piranti utama guna mempertahankan kekuasaan.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan kekuasaan di negara modern dengan piranti utamanya adalah pendisiplinan (disiplinary power)--yang secara luas kemudian disebut governmentality atau kepengaturan adalah kekuasaan yang tidak diketahui/disadari, sehingga mampu menormalisasi kehendak warga menjadi produktif dan sesuai kehendak penguasa.
Di era modern sekarang, banyak kepala daerah yang menjadikan birokrasi sepenuhnya menjadi milik/alat penguasa, yang berdampak pada timbulnya spoil system (perkoncoan). Sistem perkoncoan ini telah menciptakan inefektivitas dan inefisiensi dalam tata kelola pemerintahan.
Woodrow Wilson berpendapat bahwa ilmu administrasi negara adalah bentuk pemisahan dari ilmu politik, dengan menekankan pada tata kelola pemerintahan yang dihasilkan oleh keputusan politik.
ADVERTISEMENT
Pandangan Wilson tersebut didasari dari penolakannya terhadap konsep negara sebagai representasi keluarga, karena dinilai akan membuat negara tersandera oleh kepentingan praktis anggota keluarga dan menjadi bertindak tidak profesional. Opurtunisme politik baginya dapat membawa negara modern terjerat pada hubungan keluarga untuk mengangkat aparatur negara berdasarkan anggota kerabat atau konconya. Serta pengambilan keputusan yang tidak berpihak pada rakyat, tetapi cenderung untuk menguntungkan kerabat dan kroni mereka.
Jalan Keluar
Fenomena spoil system ini tentu menjadi wabah birokrasi yang acap dijumpai pada instansi pemerintah daerah. Hasil Pilkada atau keputusan politik masyarakat dalam memilih kepala daerah telah mengubah wajah birokrasi. Para pemimpin politik berusaha untuk mengendalikan birokrasi untuk menunjang kepentingan politiknya. Selain itu, di internal birokrasi juga mulai mengalami pembusukan, para pejabat mulai mengangkat aparatur berdasarkan perkoncoan dan kroni.
ADVERTISEMENT
Sebagai jalan keluar dari sistem perkoncoan, administrasi modern menekankan pada penerapan sistem merit dan perlunya efektivitas dalam mengelola negara.
Konsep sistem merit mencerminkan bahwa faktor prestasi kerja merupakan fokus utama dalam rangka perbaikan atau peningkatan prestasi kerja (Woodard, 2005). Jika prestasi kerja tergolong baik maka pegawai (SDM) akan diberikan penghargaan atau reward berupa kenaikan penghasilan dan/atau karir jabatan.
Sedangkan jika prestasi kerja pegawai (SDM) tergolong buruk maka akan menerima punishment berupa penurunan penghasilan dan/atau karir jabatan. Kedua hal tersebut, yakni reward ataupun punishment akan diterima pegawai sebagai umpan balik yang dipastikan dapat mempengaruhi seluruh sikap-sikap serta perilaku kerja di masa mendatang.
Sehingga, jika konsep tersebut dapat diterapkan maka pengukuran prestasi kerja pegawai menjadi dasar dalam memberikan reward dan punishment, bukan atas dasar perkoncoan atau suka tidak suka (like and dislike).
ADVERTISEMENT
Sejauh ini jika diteliti secara seksama, penempatan pegawai atau pejabat serta mutasi dan promosi lebih didominasi oleh spoil system. Karena belum tegasnya perencanaan pola karier pegawai di instansi menimbulkan celah yang dapat dimanfaatkan oleh pejabat yang memiliki afiliasi politik tertentu untuk melakukan spoil system.
Dampaknya, tentu saja sangat terlihat dalam performa organisasi, dimana birokrasi pemerintah hanya menjadi pelayan dan pemenuhan hasrat kepala daerah, bukan menjadi pelayan masyarakat.
Selain itu, birokrasi menjadi tidak produktif, minim inovasi dan kreativitas. Dalam berbagai kasus di pemerintah daerah, birokrasi bahkan tidak mampu menjawab tantangan dalam meningkatkan perekonomian daerah dan pendapatan daerah, rendahnya upah kerja, hingga belum tergarap secara optimal potensi-potensi daerah.
Penulis: Ferio Pristiawan
Ekananda, S.Sos
ADVERTISEMENT