UU Pengumpulan Uang atau Barang, Menghambat Lembaga Sosial dan Masyarakat?

Filantropi Indonesia
Perhimpunan/asosiasi yang bersifat nirlaba dan independen yang bertujuan memperkuat lembaga dan kegiatan filantropi di Indonesia agar bisa berperan dan berkontribusi dalam pencapaian keadilan sosial dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia
Konten dari Pengguna
20 Maret 2023 13:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Filantropi Indonesia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Siaran Pers Aliansi Filantropi untuk Akuntabilitas Sumbangan - 17 Maret 2023
ADVERTISEMENT
UU PUB sebagai akronim dari Undang-Undang Pengumpulan Uang atau Barang yang menjadi rujukan dalam penggalangan sumbangan/fundraising, dinilai oleh Aliansi Filantropi untuk Akuntabilitas Sumbangan justru menghambat hak dan partisipasi warga untuk berkontribusi dan mendukung pemerintah dalam mengatasi masalah sosial melalui kegiatan filantropi (kedermawanan sosial). Kebijakan yang disorot oleh Aliansi khususnya Undang-Undang No. 9/1961 tentang PUB dan Peraturan Menteri Sosial (Permensos) No. 8/2021 mengenai Penyelenggaraan PUB yang menjadi rujukannya. Kebijakan PUB ini juga berpotensi mengkriminalisasi lembaga sosial dan filantropi yang terlibat dalam penanganan bencana dan menyulitkan mereka untuk mendukung program-program jangka panjang, termasuk pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Hal ini tertuang dalam policy brief Aliansi Filantropi untuk Akuntabilitas Sumbangan yang dipaparkan kepada jurnalis media pada acara media briefing yang digelar di Jakarta, Jumat siang (17/03/23). Policy brief tersebut disusun berdasarkan pemetaan berbagai hambatan dan persoalan yang dihadapi lembaga filantropi dalam menggalang, mengelola, dan mendayagunakan sumbangan masyarakat. Policy brief tersebut telah diserahkan kepada Nelwan Harahap, Asisten Deputi Kedaruratan dan Manajemen Pasca Bencana Kemenko PMK RI, yang hadir dalam media briefing tersebut. Rencananya pun akan diserahkan kepada Kementerian Sosial, Komisi VIII DPR, dan pemangku kepentingan lainnya.
Adapun hasil akhir policy brief tersebut dapat diunduh pada tautan: bit.ly/pb-aliansipub
ADVERTISEMENT
Hamid Abidin, Koordinator Aliansi Filantropi untuk Akuntabilitas Sumbangan, menyatakan bahwa kegiatan filantropi yang tengah berkembang pesat di Indonesia sudah terbukti bisa menjadi sumber daya alternatif dalam mendukung pemerintah memenuhi kebutuhan masyarakat dan mengatasi persoalan sosial. Bahkan, berdasarkan Peraturan Presiden No. 111/2022, filantropi diakui sebagai salah satu pilar dan pendukung dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. “Sayangnya, dukungan dan kontribusi tersebut justru dihambat oleh regulasi pemerintah sendiri, yakni Permensos Penyelenggaraan PUB dan UU PUB yang menjadi rujukannya,” katanya.
Hamid menjelaskan Permensos Penyelenggaraan PUB menjadi penghambat kegiatan filantropi, khususnya penggalangan sumbangan, karena pasal-pasal atau ketentuan dalam kebijakan tersebut tidak relevan dengan kondisi dan perkembangan kegiatan filantropi sehingga sulit untuk diterapkan. Hal ini tergambar dari beberapa ketentuan yang ada di peraturan tersebut, di antaranya:
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Di luar ketentuan-ketentuan PUB yang dianggap tidak relevan, masalah teknis juga menjadi penghambat bagi lembaga filantropi dalam mematuhi dan menerapkan Permensos Penyelenggaraan PUB. Hal ini disampaikan oleh Rinsan Tobing dari Save The Children yang mengungkapkan pengalamannya dalam mengurus izin PUB. Beberapa kendala teknis yang dihadapi, di antaranya:
ADVERTISEMENT
Selain itu, kebijakan PUB juga tidak sinkron dan tumpang tindih dengan kebijakan lainnya yang diungkapkan oleh Arif R. Haryono yang mewakili lembaga Filantropi Islam (Dompet Dhuafa). Arif menjelaskan bahwa dalam beberapa kesempatan Kementerian Sosial meminta Lembaga Amil Zakat yang mengelola Zakat, Infak, dan Sedekah untuk mematuhi Permensos Penyelenggaraan PUB dengan mengajukan perizinan penggalangan sumbangan (PUB). “Lembaga Zakat sudah diatur oleh Undang-Undang 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat. Aturan mengenai PUB di Permensos selain tumpang tindih dengan UU Pengelolaan Zakat juga menambah masalah birokratisasi dan aturan restriktif bagi aktivitas kemanusiaan di wilayah terdampak bencana, baik di dalam maupun luar negeri”, kata Arif.
Hasil revisi peraturan tersebut harus dilengkapi dengan petunjuk teknis untuk kejelasan implementasi PUB. Selain itu, Kemenko PMK, DPR RI, atau pemangku kepentingan lainnya perlu untuk mendorong dan memfasilitasi dialog antara Kemensos dengan penyelenggara PUB agar berbagai kendala dan permasalahan dalam implementasi PUB dapat segera teratasi dan dicarikan solusinya. Para pemangku kepentingan tersebut juga diminta mendukung inisiatif DPR RI untuk segera merevisi UU 9/1961 yang menjadi akar masalah dalam regulasi penyelenggaraan sumbangan.
ADVERTISEMENT