Konten dari Pengguna

Feminisme dalam Film Little Women

Firdha Vatika
Mahasiswa sastra indonesia, Universitas Pamulang
14 Desember 2022 21:12 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Firdha Vatika tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi gambar: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gambar: Pixabay
ADVERTISEMENT
Film merupakan media penyampaian pesan kepada khalayak luas melalui salah satu instrumen media massa. Media massa pasti mempunyai andil dalam transformasi peran serta posisi wanita di masyarakat. Film tidak cuma menyuguhkan hiburan tetapi menyebarkan informasi. Film yang mulai berkembang dan kemudian mulai diangkat ke permukaan menyajikan alur cerita bertema feminisme, Namun sebelumnya kebanyakan film yang beredar luas di masyarakat merepresentasikan sosok perempuan pada posisi yang lemah dan menjadikan perempuan menjadi objek kekerasan seksual, pelecehan seksual, dan tidak memiliki pribadi yang mandiri.
ADVERTISEMENT
Louisa May Alcott adalah penulis novel dengan judul Little Women pada tahun 1986, yang mana Novelnya kini telah diadaptasi menjadi sebuah film yang disutradarai oleh Greta Gerwig dengan judul yang sama, yaitu Little Women yang dirilis pada tahun 2019 oleh produksi film, Sony Pictures. Diadaptasi dari novel Little Women menjadi film, Greta Gerwig membuat alur cerita dalam film Ini melalui alur maju-mundur, sehingga membuat makna dalam film ini lebih tersalur. Film ini dibuat dengan adanya penyatuan berbagai momen yang dibuat dalam konteks yang sama.
Film Little Women menceritakan tentang kisah kakak-beradik perempuan dengan empat bersaudara dalam mengejar mimpi sambil melawan stigma-stigma terhadap perempuan pada masa itu. Mereka berhadapan dengan masalah-masalah dewasa, seperti: pernikahan dan perekonomian keluarga, ketika mereka telah menjadi gadis-gadis yang mulai beranjak dewasa. Dengan pilihan-pilihan yang mereka ambil, kita diajarkan mengenai arti dari kepahlawanan perempuan. Sebagai seorang penikmat karya sastra, kita dapat menilai sebuah karya sastra sehingga dapat menumbuhkan kepekaan akan pikiran dan perasaan kritis kita untuk menilai sebuah karya sastra secara objektif (Muzakki, 2018: 195).
ADVERTISEMENT
Dalam sejarah mana pun perempuan selalu menjadi subordinasi di dalamnya. Dari hal tersebut kemudian muncul pemikiran untuk menghadirkan agar perempuan memiliki kedudukan yang sama. Wacana tentang kedudukan kaum perempuan dalam kehidupan sosial selalu menjadi topik yang menarik. Bagi sebagian orang, perempuan adalah sosok yang istimewa dan bernilai, yang harus dihargai dan dilindungi. Tetapi di sisi lain ada juga orang yang menekan dan membatasi ruang gerak perempuan sehingga menyebabkan peran, kedudukan dan martabat perempuan menurun.
Perempuan selalu di tempatkan Di dalam posisi minoritas dalam struktur sosial yang berkembang di masyarakat. Terutama dalam masyarakat yang bersifat patrilineal atau memuliakan kaum laki-laki dalam semua aspek kehidupan. Pada peradaban klasik, perempuan selalu ditindas dan hak-hak kemanusiaan mereka telah Dihilangkan. Adapun akar dari pemisahan perempuan, telah menjadi isu dan topik perdebatan sejak lama. Maka berbagai permasalahan yang menimpa kaum perempuan, saat ini diyakini akibat Hegemoni budaya patriarkat yang mendominasi semua lini Kehidupan tersebut.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia sendiri sampai saat ini pun masih banyak masyarakat yang mempunyai pemikiran bahwa menikahi laki-laki kaya bagi perempuan dapat membantu perekonomian keluarga, sehingga perempuan tidak perlu mencapai pendidikan yang tinggi dan juga tidak perlu bekerja. Fenomena tersebut menarik untuk dijadikan penelitian karena pesan di film ini sungguh penting dan sangat memotivasi para wanita. Periode di film, wanita mendapat kesulitan mendapatkan beragam hak. Lewat karakter Jo kita bisa lihat ketangguhan dirinya bahwa ia bisa berusaha tanpa harus menikahi laki-laki kaya.
Film ini diceritakan seorang perempuan yang berani mengubah tradisi yang sudah ada. Tradisi yang mengharuskan perempuan untuk rela memberikan seluruh hidupnya untuk suami dan memaksa perempuan untuk mengubur dalam-dalam impian mereka demi mengabdi pada laki-laki, padahal seorang perempuan juga mempunyai hak untuk mewujudkan impiannya. Perempuan yang memiliki peran ganda akan merasakan beberapa kendala dalam menjalankan semua perannya. Kendala yang pertama terdapat dari dalam diri perempuan itu sendiri yaitu keterbatasan waktu yang dapat menyebabkan lelah fisik dan mental.
ADVERTISEMENT
“Perempuan memiliki pikiran sebagaimana mereka memiliki hati. Serta mereka juga memiliki ambisi, bakat, dan juga kecantikan.” Dalam kutipan dialog Jo bersama ibunya, Jo menyiratkan pesan feminisme bahwa Perempuan memiliki banyak hal istimewa dan Tidak cukup jika hanya disamakan dengan Cinta, ia juga menyadari bahwa hingga saat ini perempuan masih dianggap belum setara dan terus berusaha untuk berseru kepada dunia bahwa mereka juga memiliki kemampuan terlepas dari jelas kelaminnya yang tidak seharusnya diremehkan bahkan sebelum mereka membuktikannya.