Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Salman Aristo: Produser Bukan Sekedar Title di Credit Film!
1 Mei 2021 11:04 WIB
Tulisan dari Firliana Hafiza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sekumpulan mahasiswa senior dari jurusan komunikasi membawa kamera besar ke ruangan teater, wajahnya tampak berhati-hati ketika memegang kamera. Sontak mahasiswa lain melihatnya sebagai pusat perhatian, beberapa mahasiswa saling berbisik menanyakan apa yang akan dilakukan oleh para senior. Dengan menggunakan bahasa Sunda, seorang mahasiswa bertanya “Keur naon si?” yang artinya “Lagi apa sih?” Mendengar celetukannya, seorang senior pun menjawab “Rek nyieun pelem” atau artinya sama dengan “Akan membuat film”.
ADVERTISEMENT
Kalimat “Akan membuat film” merupakan momen awal seorang Salman Aristo bertanya-tanya “Memangnya kita bisa membuat film sendiri?”. Pria kelahiran Jakarta ini mengatakan tumbuh di saat industri perfilman Indonesia belum berkembang baik, dimana tidak banyak karya film Indonesia yang berhasil menginspirasi dirinya, sehingga ia berpikir bahwa membuat film merupakan hal sulit dan tidak mungkin bisa ia lakukan. Sebagai pilihan lain untuk dirinya kala itu, ia memilih untuk menonton film Hollywood seperti film Rain Man (1988).
Hal yang tidak mungkin bagi Salman Aristo akhirnya berubah ketika ia memasuki perkuliahan. Ia terinspirasi dengan seniornya yang mampu membuat sebuah film, Salman bercerita bahwa film merupakan hal yang sudah ia cintai sejak umur lima tahun, tetapi jika ditanya kapan ia mulai berani berkarya, jawabannya adalah di bangku perkuliahan. Dimana Ia mulai belajar dan menulis skenario film pendek, bahkan sampai saat ini skenario film pendek yang dibuatnya semasa kuliah masih tersimpan di dalam laptopnya.
ADVERTISEMENT
Producer: Film maker atau bukan?
Perjalanan Salman Aristo menjadi seorang produser diawali dengan menjadi seorang penulis skenario, beberapa karya skenario yang berhasil tayang di layar lebar diantaranya film Garuda di dadaku, Laskar pelangi, dan masih banyak lagi. Setelah menjadi penulis, Salman juga sempat menyutradarai beberapa film, dan saat ini menjadi seorang producer writers.
Pada tahun 2019, ia berhasil membangun production house nya sendiri bernama Wahana Creative. Salah satu projek jebolan dari Wahana Creative adalah film Dua Garis biru, dimana film ini merupakan hasil kolaborasi antara production house Starvision dengan Wahana Creatives.
Ketika berbicara soal film, apa yang ada di benak anda sekalian? Seorang sutradara? Aktor yang memainkan? Atau penulis? Ya, semua unsur tersebut memang ada di dalam proses pembuatan film. Namun apa yang anda pikirkan ketika mendengar seorang produser? Menurut Salman Aristo, banyak orang beranggapan bahwa seorang produser adalah orang yang membiayai suatu produksi film, tentu hal tersebut tidak benar. Seorang produser menurut Salman merupakan sosok penting dalam proses produksi film, karena ialah yang memiliki visi besar dan penentu sebuah film dapat disebut bagus atau tidak.
ADVERTISEMENT
Salman mengatakan seringkali dalam produksi film, menulis credit title di akhir film dianggap remeh, padahal credit di akhir film merupakan sebuah rasa tanggung jawab dan akuntabilitas dari para pembuat film. “Dalam menulis credit film, kita berbicara tentang kelayakan” sautnya. Seorang produser yang baik harus paham mengenai masalah ini, karena hal ini menyangkut struktur dalam produksi suatu film.
Kiat awal dalam memproduksi film
Film memiliki beberapa tahapan produksi, langkah awal yang harus dilakukan adalah menulis skenario. Seperti yang dikatakan oleh Salman, tanpa skenario sebuah film tidak akan pernah ada, hal itu adalah alasan mengapa menulis skenario merupakan hal terpenting sebelum mengerjakan tahap lain. Dalam menggarap skenario, seorang produser, sutradara, penulis dan story developer merupakan garda terdepan, mereka semua akan berkumpul di dalam satu ruangan bernama development room. Di ruangan tersebut adalah cikal bakal suatu film akan tumbuh.
ADVERTISEMENT
Salman mengatakan dalam development room, seorang produser juga harus memikirkan beberapa hal dalam proses menulis skenario. Antara lain:
1. Pertimbangan seni dan bisnis. Seperti barang produksi lainnya, film merupakan seni audio visual yang memiliki unsur bisnis yang sangat kuat. Sehingga pertimbangan seni dan bisnis perlu dipikirkan di awal proses produksi, agar dalam tahap marketing dapat tepat sasaran.
2. Menentukan tema, premis, karakter dan plot. Seorang produser harus peka terhadap isu yang sedang marak dibicarakan di masyarakat, hal ini bertujuan untuk membangun cerita yang dekat dengan realitas masyarakat. Selain itu, poin ini sangat diperlukan untuk menentukan target pasar suatu film dan mempermudah produser dalam membentuk film akan dikemas seperti apa.
ADVERTISEMENT
3. Memikirkan talenta-talenta yang cocok dalam mengeksekusi suatu film. Salman Aristo mengatakan bahwa dalam memilih pemain, yang paling terpenting adalah kemampuan yang dimiliki, bukan ketenaran yang dimiliki pemain.
Salman mengatakan, bahwa seorang produser pada tahap ini harus memastikan skenario dapat dijalankan secara matang, kesalahan-kesalahan yang harus diperbaiki sebaiknya dilakukan pada tahap development. Hal ini diupayakan agar mengurangi kesalahan ketika sudah melakukan eksekusi di lapangan, karena biaya yang dikeluarkan akan jauh lebih mahal.
Development Hell? Big no!
Salman menambahkan, ketika seorang produser tidak bisa mengontrol sebuah development room, maka ruangan tersebut akan berubah menjadi development hell. Dimana kondisi suatu ruangan kerja yang tidak sehat dan hanya mengakibatkan tim yang bekerja merasa tertekan. Seorang produser harus mampu menjadi partner yang baik di dalam tim. Tugas seorang produser di development room adalah memberikan komentar yang bersifat pemikiran, bukan opini. Seorang produser harus mampu menjadi seorang pemimpin dan memiliki tim manajemen yang baik.
ADVERTISEMENT
Selain memberikan komentar, tugas produser juga menentukan timeline. Menurut Salman, timeline disini tidak hanya memberikan deadline pekerjaan, tetapi menetapkan capaian kerja agar proses produksi film dapat terlihat jelas dan rapi. Kemudian seorang produser juga harus menjadi kompas berkarya, dimana seorang produser harus mampu memastikan suatu film tetap pada alur cerita yang telah disepakati.
Produser juga memiliki tanggung jawab untuk menciptakan proses development yang sehat dan menjadi problem solver dari suatu masalah, akan lebih bagus lagi ketika seorang produser dapat mengajak tim untuk menjadi seorang problem solver, sehingga pemecahan masalah tidak hanya dari satu sudut pandang, tetapi berbagai sudut pandang.
Salman mengutarakan, walaupun seorang produser memiliki visi paling besar dalam produksi suatu film, kerja sama tim adalah kunci paling utama untuk membangun film menjadi karya yang baik. Maka dari itu, mengenal karakteristik rekan kerja sangat diperlukan, hal ini penting untuk mengetahui bagaimana cara rekan kita bekerja. Membangun kepercayaan dengan rekan kerja seperti memenuhi haknya sebagai pekerja dan tidak pernah mencurangi, merupakan tindakan yang juga harus dilakukan demi menciptakan suasana tim yang sehat.
ADVERTISEMENT
“Film itu ibarat bayi, it takes a village to raise a kid” imbuhnya.