Konten dari Pengguna

Pemutihan Pajak Daerah: Solusi atau Ancaman bagi Kepatuhan Wajib Pajak?

Firmansyah Cahya Areta
Mahasiswa PKN STAN
13 Februari 2025 10:59 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Firmansyah Cahya Areta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pemutihan pajak. Sumber: freepik
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pemutihan pajak. Sumber: freepik
ADVERTISEMENT
Pemutihan pajak daerah sering kali menjadi kebijakan yang menarik perhatian, baik bagi wajib pajak maupun pemerintah daerah. Kebijakan ini biasanya diumumkan dengan iming-iming penghapusan denda dan sanksi administratif bagi wajib pajak yang menunggak. Sekilas, ini terdengar seperti angin segar bagi masyarakat yang ingin melunasi tunggakan pajaknya tanpa terbebani denda. Namun, di balik manfaat jangka pendeknya, ada pertanyaan besar: apakah pemutihan pajak benar-benar solusi atau justru menjadi ancaman bagi kepatuhan pajak jangka panjang?
ADVERTISEMENT
Pemutihan pajak daerah adalah kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah daerah dengan tujuan menghapus denda dan sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran pajak. Bahkan, terkadang juga menghapuskan pokok pajak yang masih tertunggak. Kebijakan ini umumnya diberlakukan untuk pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), dan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2). Dasar hukum diberlakukannya pemutihan pajak daerah adalah peraturan kepala daerah setempat, contohnya Pergub DKI Jakarta No. 16 Tahun 2024 yang mengatur Pemutihan Pajak PBB P2 dan Kepgub Jawa Timur No. 100.3.3.1/359/KPTS/013/2024 tentang Pemutihan Pajak PKB dan BBNKB.
Pemutihan pajak biasanya dilakukan dalam periode tertentu, misalnya menjelang akhir tahun atau saat ada perayaan hari besar tertentu, seperti Hari Kemerdekaan Republik Indonesia atau HUT Daerah yang bersangkutan. Latar belakang diterapkannya pemutihan pajak daerah umumnya berakar pada upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan penerimaan pajak dan mendorong wajib pajak yang menunggak untuk memenuhi kewajibannya. Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan untuk membantu meringankan beban masyarakat, terutama dalam situasi ekonomi yang sulit.
ADVERTISEMENT
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pemutihan pajak bertujuan utama untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah. Melalui pembebasan atau pengurangan denda, pemerintah daerah berharap dapat mendorong wajib pajak yang selama ini menunggak untuk melunasi kewajibannya. Selain itu, tujuan pemutihan pajak daerah adalah untuk memperbaiki database wajib pajak. Melalui program pemutihan berupa pembebasan BBNKB atas penyerahan kedua dst, diharapkan wajib pajak melakukan pemutakhiran data kendaraan bermotor melalui balik nama kendaraan miliknya. Hal ini penting untuk memastikan data kendaraan tetap akurat dan terkini sehingga memudahkan pengelolaan pajak di masa mendatang. Pemerintah daerah juga dapat mengidentifikasi kendaraan yang masih aktif.
Namun, apakah program ini benar-benar efektif dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak? Ini dia pertanyaan krusialnya.
ADVERTISEMENT
Meski pemutihan pajak bertujuan untuk meningkatkan penerimaan, efektivitasnya dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak masih menjadi perdebatan. Dalam perspektif Theory of Compliance and Deterrence, kepatuhan pajak dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni Compliance (Kepatuhan Sukarela) dan Deterrence (Ancaman Hukuman). Faktor compliance menjelaskan bahwa wajib pajak akan membayar pajak jika merasa sistemnya adil dan bermanfaat. Sementara, faktor deterrence menjelaskan bahwa wajib pajak membayar pajak karena adanya ancaman sanksi jika tidak patuh.
Pemutihan pajak yang dilakukan terlalu sering justru dapat merusak efek deterrence. Jika wajib pajak berpikir bahwa akan ada pemutihan lagi di masa depan, mereka cenderung menunda pembayaran pajak dan hanya membayar saat ada pemutihan. Alih-alih mendorong kepatuhan rutin, ini justru bisa menciptakan budaya menunggu program pemutihan sebelum membayar pajak. Dengan kata lain, seolah-olah memberi reward pada wajib pajak yang tidak patuh. Ini berisiko menurunkan kepatuhan pajak dalam jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pemutihan pajak juga menimbulkan persoalan keadilan. Dalam Theory of Justice Perception, dijelaskan mengenai bagaimana individu atau kelompok menilai suatu kebijakan atau keputusan berdasarkan aspek keadilan. Dalam konteks perpajakan, teori ini berfokus pada bagaimana wajib pajak memandang sistem pajak sebagai sesuatu yang adil atau tidak, yang kemudian memengaruhi kepatuhan mereka dalam membayar pajak. Pada teori ini, keadilan dibagi menjadi 3 aspek, yakni keadilan distributif, keadilan prosedural, dan keadilan retributif.
Program pemutihan pajak yang tidak didesain dengan baik, mungkin saja akan bertentangan dengan Theory of Justice Perception. Program tersebut berpotensi menyalahi aturan terkait 3 aspek keadilan yang sudah disebutkan sebelumnya.
Menurut keadilan distributif, wajib pajak yang selalu patuh bisa merasa dirugikan karena mereka membayar tepat waktu, sementara mereka yang menunggak justru mendapatkan penghapusan denda. Menurut keadilan prosedural, jika pemutihan dilakukan tanpa kriteria yang jelas atau tanpa komunikasi yang baik, masyarakat dapat merasa bahwa kebijakan pajak tidak diterapkan secara adil. Menurut keadilan retributif, jika tidak ada sanksi yang tegas bagi wajib pajak yang terus menunggak, mereka yang sudah patuh bisa kehilangan motivasi untuk tetap membayar pajak tepat waktu.
ADVERTISEMENT
Dampak pemutihan pajak terhadap kepatuhan jangka panjang wajib pajak perlu diperhatikan dengan seksama. Meskipun dalam jangka pendek kebijakan ini dapat meningkatkan penerimaan pajak, ada risiko bahwa wajib pajak akan menunda pembayaran pajak mereka dengan harapan akan ada program pemutihan di masa depan. Hal ini dapat menciptakan siklus ketergantungan pada program pemutihan dan tentunya mengurangi kepatuhan sukarela dalam jangka panjang.
Lantas, bagaimana desain pemutihan pajak daerah yang efektif?
Agar kebijakan pemutihan pajak tetap memberikan manfaat tanpa mengorbankan kepatuhan jangka panjang, ada beberapa strategi yang dapat dirancang oleh pemerintah daerah dalam mendesain program pemutihan pajak.
Pertama, Frekuensi yang Terbatas: Pemutihan pajak tidak boleh dilakukan terlalu sering agar tidak menciptakan kebiasaan menunda pembayaran pajak. Kedua, Kriteria yang Jelas: Pemutihan harus ditargetkan pada kelompok tertentu, seperti mereka yang terdampak bencana atau pandemi, bukan diberikan secara umum tanpa pembatasan. Ketiga, Kombinasi dengan Insentif Pajak: Memberikan insentif bagi wajib pajak yang membayar tepat waktu, seperti diskon pembayaran awal atau kemudahan administrasi. Keempat, Peningkatan Penegakan Hukum: Setelah pemutihan, harus ada tindakan tegas terhadap wajib pajak yang tetap tidak patuh, seperti pemblokiran STNK atau sanksi administratif lainnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, program pemutihan pajak akan lebih efektif jika dilakukan dalam situasi khusus, misalnya pasca pandemi COVID-19, bencana alam, atau krisis ekonomi, di mana banyak wajib pajak mengalami kesulitan finansial yang nyata. Wajib pajak dalam kondisi tersebut membutuhkan keringanan dari pemerintah daerah. Dengan begitu, program pemutihan pajak dapat hadir sebagai jawaban atas keresahan masyarakat tersebut.
Namun demikian, pemutihan pajak seharusnya bukan jadi andalan utama bagi pemerintah daerah dalam meningkatkan penerimaan pajak. Ada langkah-langkah fundamental yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kemandirian fiskal daerah dari sisi pendapatan asli daerah (PAD) melalui sumber penerimaan pajak daerah ini.
Pertama, Edukasi Pajak. Pemerintah daerah harus secara konsisten memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya membayar pajak dan bagaimana pajak digunakan untuk pembangunan daerah. Program edukasi ini dapat dilakukan melalui berbagai media, termasuk media sosial, untuk menjangkau berbagai lapisan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kedua, Kemudahan Layanan. Penyederhanaan prosedur pembayaran pajak dan peningkatan aksesibilitas layanan perpajakan sangat penting. Ini dapat mencakup pengembangan sistem pembayaran online, aplikasi mobile untuk informasi dan pelaporan pajak, serta peningkatan jumlah dan kualitas layanan di kantor-kantor pelayanan pajak.
Ketiga, Pengawasan dan Penegakan Hukum. Setelah kegiatan persuasif dilaksanakan, perlu dilakukan tindakan yang tegas. Hal ini meliputi penguatan sistem pengawasan dan penegakan hukum terhadap wajib pajak yang tidak patuh. Pemerintah daerah pelu meningkatkan kapasitas untuk mendeteksi pelanggaran pajak dan menerapkan sanksi yang konsisten bagi pelanggar.
Dalam implementasinya, pemerintah daerah harus mempertimbangkan keseimbangan antara insentif jangka pendek yang diberikan melalui program pemutihan dengan upaya membangun kepatuhan jangka panjang. Misalnya, program pemutihan dapat dikombinasikan dengan kampanye edukasi yang intensif tentang pentingnya membayar pajak tepat waktu dan konsekuensi dari ketidakpatuhan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pemerintah daerah juga perlu mempertimbangkan pengembangan sistem reward bagi wajib pajak yang patuh. Ini bisa berupa pengurangan tarif pajak, prioritas dalam layanan publik tertentu, atau penghargaan lainnya. Sistem reward ini dapat membantu memitigasi persepsi ketidakadilan yang mungkin timbul dari program pemutihan dan memberikan insentif positif bagi kepatuhan pajak.
Evaluasi berkala terhadap efektivitas program pemutihan juga penting dilakukan. Ini termasuk analisis terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak sebelum, selama, dan setelah program pemutihan, serta dampaknya terhadap penerimaan pajak jangka panjang. Hasil evaluasi ini dapat digunakan untuk menyempurnakan kebijakan pemutihan di masa depan dan mengembangkan strategi alternatif untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Jadi, apakah pemutihan pajak daerah itu termasuk solusi atau justru ancaman terhadap kepatuhan pajak? Jawabannya tergantung pada bagaimana program tersebut didesain dan diimplementasikan.
ADVERTISEMENT
Pemutihan pajak daerah dapat menjadi solusi jangka pendek untuk meningkatkan penerimaan pajak dan membantu wajib pajak yang mengalami kesulitan. Namun, jika tidak diimplementasikan dengan hati-hati, kebijakan ini bisa menjadi ancaman bagi kepatuhan wajib pajak jangka panjang.
Pemerintah daerah perlu mendesain program pemutihan pajak dengan cermat, mempertimbangkan dampak jangka panjangnya, dan mengintegrasikannya dengan strategi komprehensif untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan kemandirian fiskal daerah. Dengan pendekatan yang seimbang dan terencana, pemutihan pajak dapat menjadi alat yang efektif dalam manajemen perpajakan daerah tanpa mengorbankan prinsip keadilan dan kepatuhan jangka panjang.