Konten dari Pengguna

Buah Kabau: Buah Unik dari Sumatera yang Mulai Jarang Ditemukan

Firsta Ninda Rosadi
Dosen Universitas Andalas
19 September 2024 14:09 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Firsta Ninda Rosadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Buah Kabau (sumber: shutterstock.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Buah Kabau (sumber: shutterstock.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Buah kabau (Archidendron bubalinum), juga dikenal sebagai jengkol hutan, jering antan atau jolang-jaling, merupakan tanaman tropis yang banyak ditemukan di daerah Sumatera, Indonesia. Buah kabau memiliki bentuk bulat memanjang dan berwarna hijau seperti kacang polong. Dalam satu polong, biasanya terdapat 8-12 biji kabau yang tersusun rapi.
ADVERTISEMENT
Tanaman kabau memiliki nilai ekonomis dan kultural yang signifikan, terutama di Sumatera Barat dan Sumatera Selatan. Buah kabau telah lama digunakan oleh masyarakat setempat sebagai lalapan dan bahan masakan tradisional. Tanaman kabau tumbuh liar di hutan-hutan tropis, terutama di daerah dataran rendah hingga ketinggian sekitar 800 meter di atas permukaan laut.
Buah kabau mengandung berbagai nutrisi penting yang bermanfaat bagi tubuh. Berikut adalah beberapa kandungan nutrisi yang terdapat dalam buah kabau:
Ilustrasi Buah Kabau yang Siap Diolah atau Dikonsumsi (sumber: shutterstock.com)
Meskipun baunya sering dianggap mengganggu, kabau memiliki sejumlah manfaat kesehatan yang patut diperhitungkan. Beberapa manfaat kesehatan dari kabau antara lain:
ADVERTISEMENT
Selain itu, buah kabau juga sering digunakan sebagai lalapan atau bahan tambahan dalam berbagai masakan. Buah mudanya biasanya dijadikan lalapan yang membangkitkan selera makan, sementara buah yang sudah tua diolah menjadi berbagai sambal, seperti sambal goreng balado dengan ikan salai atau teri.
ADVERTISEMENT
Walaupun popularitasnya tidak seperti petai dan jengkol, kabau tetap menjadi bagian penting dari kuliner masyarakat Sumatra. Sayangnya, seiring berjalannya waktu dan perubahan pola konsumsi, penggunaan kabau sedikit mengalami penurunan, terutama di luar daerah asalnya.