Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
12 Ramadhan 1446 HRabu, 12 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Kebijakan America First Trade Policy: Kemajuan atau Kemunduran AS?
11 Maret 2025 9:09 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari FISIPOL THINKERS CLUB UKI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Keberhasilan peran Amerika Serikat (AS) dalam Perang Dunia I, Perang Dunia II, bahkan pasca Perang Dunia II membuat AS telah lama dipandang sebagai pemimpin global (Doyle, 2023). Namun persepsi ini mulai berubah setelah kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS periode 2024 - 2028. Sepanjang kampanyenya, Trump dengan jelas menyatakan bahwa dalam pemerintahannya, ia
ADVERTISEMENT
akan mengubah kebijakan luar negeri AS, dengan menekankan prioritas pada warga negara Amerika melalui kebijakan America First Policy (The White House, 2025). Meskipun kebijakan ini menjanjikan untuk memperkuat negara, kebijakan tersebut justru menyebabkan peningkatan perpecahan politik, hubungan yang tegang dengan sekutu-sekutu lama, dan tantangan ekonomi yang signifikan. Sehingga, Upaya Donald Trump untuk memperkuat posisi global Amerika melalui pendekatan America First Policy justru memperburuk masalah domestik dan membuat Amerika Serikat semakin terisolasi di panggung internasional dalam jangka panjang.
America First Trade Policy yang diusulkan Donald Trump merupakan langkah yang harus dipertimbangkan lagi untuk ekonomi domestiknya AS. Salah satu sektor yang harus di pertimbangkan kembali adalah rencana penerapan tarif pada barang impor untuk melindungi industri domestik. Pada 2018, pemerintahan Trump memberlakukan tarif 25% untuk impor baja dan 10% untuk impor aluminium dengan hanya mengecualikan beberapa negara saja termasuk Mexico dan Canada sebagai pemasok baja utama AS. Meskipun bertujuan untuk memperkuat manufaktur AS, tarif ini justru meningkatkan biaya bagi konsumen dan bisnis Amerika. Menurut Peterson Institute for International Economics, tarif ini mengakibatkan kerugian sekitar $11,5 miliar per tahun bagi konsumen dan bisnis di AS. Meskipun tarif ini bertujuan untuk menciptakan lapangan pekerjaan di sektor baja, faktanya, pekerjaan di sektor baja justru turun sebesar 4,2% antara Januari 2018 hingga Oktober 2022. Penelitian Federal Reserve pada tahun 2019 juga menunjukkan hilangnya 75.000 pekerjaan manufaktur akibat tarif ini (Levitz, 2025). Menariknya, pada bulan February Trump menarik kembali rencana tersebut selama 30 hari untuk bernegosiasi bersama Canada dan Mexico karena mereka mengetahui bahwa tindakan tersebut akan berpotensi untuk perang dagang yang merugikan negaranya dalam jangka waktu panjang.
ADVERTISEMENT
Dari hal tersebut, beberapa negara bahkan Organisasi Internasional telah merespon atas perubahan radikal dalam kebijakan perdagangan AS. Salah satunya adalah European Union (EU). EU telah berjanji untuk memberikan respons yang “tegas dan proporsional” terhadap tarif 25% yang dikenakan pada baja dan aluminium, serta siap untuk membalas jika ada tarif tambahan. Negara-negara anggota Uni Eropa telah menyetujui tarif hingga 50% terhadap impor AS senilai €4,8 miliar dan dapat dengan cepat menyelesaikan pemungutan suara untuk memberlakukannya. Produk yang menjadi sasaran termasuk bourbon whisky, sepeda motor Harley-Davidson, kapal motor, serta beberapa jenis baja dan aluminium (Quiviger, 2025).
Selain kebijakan tarif, Uni Eropa juga memiliki kekuatan regulasi, terutama terhadap perusahaan teknologi besar, yang menjadi perhatian utama bagi Washington. Perusahaan seperti X dan Meta sudah berada dalam pengawasan Uni Eropa terkait regulasi konten dan kebijakan berbagi data dengan pihak berwenang. Selain itu, sebagai eksportir jasa terbesar di dunia, AS dapat menghadapi pembalasan lebih lanjut dari EU di sektor lain. Brussels berpotensi memberlakukan pembatasan tambahan terhadap perusahaan konsultasi dan keuangan AS, meningkatkan pajak digital terhadap platform AS, atau mencabut hak kekayaan intelektual tertentu, yang semakin memperburuk ketegangan ekonomi antara kedua pihak (Quiviger, 2025).
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan, kebijakan America First Policy lebih tepatnya pada America First Trade Policy yang diterapkan Donald Trump justru membawa tantangan besar bagi Amerika Serikat, baik di tingkat domestik maupun internasional. Meskipun bertujuan untuk memperkuat ekonomi nasional dan industri dalam negeri, kebijakan ini memicu ketegangan dengan sekutu-sekutu lama, meningkatkan biaya bagi konsumen dan bisnis, serta memunculkan potensi perang dagang yang merugikan. Respons tegas dari Uni Eropa dan negara-negara lain menunjukkan bahwa langkah-langkah proteksionis AS tidak hanya berdampak pada hubungan diplomatik tetapi juga memperburuk posisi Amerika dalam ekonomi global. Dengan semakin banyaknya negara yang menentang kebijakan ini, AS berisiko mengalami isolasi yang lebih dalam, berlawanan dengan tujuan awal kebijakan tersebut.
Ditulis oleh:
ADVERTISEMENT
Farrel A. Arkent, Brenda Euodia, Patuan Halomoan, Cindy P. Caroline
Referensi:
Doyle, C. (2023). Will America continue to act as the world’s policeman? Arab News. https://www.arabnews.com/node/2280676
Levitz, E. (2025). This Trump policy didn’t work in his first term. He’s trying again. Vox. https://www.vox.com/politics/399187/why-trumps-proposed-metal-tariffs-are-such-a-strange-idea?utm_source=chatgpt.com
Quiviger, W. (2025). EU consumers don’t trust US goods: a look into Trump’s trade deficit claims. The Conversation. https://theconversation.com/eu-consumers-dont-trust-us-goods-a-look-into-trumps-trade-deficit-claims-249315
The White House. (2025). President Trump’s America First Priorities. The White House. https://www.whitehouse.gov/briefings-statements/2025/01/president-trumps-america-first-priorities/