Konten dari Pengguna

Komunikasi Efektif dalam Sistem Kerja Hybrid dan Multikota: Tantangan dan Solusi

Fitria Rizki Wijaya
Pranata Humas, ASN BRIN, ASNation
10 September 2024 10:46 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fitria Rizki Wijaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perkembangan teknologi dan perubahan dinamika tempat kerja di era digital telah membawa pergeseran besar dalam cara instansi mengatur operasionalnya. Salah satu perubahan yang paling signifikan adalah penerapan sistem kerja hybrid, yang mengombinasikan kerja dari rumah (work from home/WFH) dan kerja dari kantor (work from office/WFO). Dalam model ini, karyawan tidak hanya bekerja secara remote, tetapi juga sering kali tersebar di berbagai kota atau bahkan negara. Tantangan utama yang muncul dalam situasi ini adalah bagaimana menjaga komunikasi yang efektif antar karyawan dan tim, meskipun mereka tidak selalu berada di ruang fisik yang sama.
ADVERTISEMENT
Artikel ini akan membahas konsep komunikasi efektif dalam konteks kerja hybrid dan multikota, serta mengkaji teori-teori komunikasi yang relevan dalam menghadapi tantangan ini. Selain itu, artikel ini juga akan menyoroti praktik terbaik yang diusulkan oleh para pakar komunikasi untuk memastikan kolaborasi tetap berjalan lancar, meskipun dalam kondisi kerja yang tersebar.
Tantangan Komunikasi dalam Sistem Kerja Hybrid
Sistem kerja hybrid telah menjadi norma baru bagi banyak instansi setelah pandemi COVID-19 mempercepat adopsi kerja jarak jauh. Dalam model ini, beberapa karyawan bekerja di kantor, sementara yang lain mungkin bekerja dari rumah atau lokasi lain di kota atau negara yang berbeda. Model ini memberikan fleksibilitas, namun juga membawa tantangan komunikasi yang unik.
Beberapa tantangan utama dalam komunikasi kerja hybrid anatara lain Kurangnya interaksi tatap muka sehingga kehilangan isyarat non-verbal, seperti ekspresi wajah dan bahasa tubuh, dapat menghambat pemahaman. Adanya perbedaan zona waktu. Tim yang tersebar di berbagai kota atau negara sering menghadapi masalah koordinasi waktu. Belum lagi teknologi yang belum maksimal. Meski ada alat komunikasi digital, ketergantungan pada teknologi dapat menimbulkan masalah ketika ada gangguan teknis. Ditambah lagi dengan peningkatan risiko miskomunikasi. Tanpa komunikasi langsung, pesan bisa lebih mudah disalahartikan.
ADVERTISEMENT
Teori-Teori Komunikasi yang Relevan dalam Kerja Hybrid
Untuk memahami bagaimana komunikasi dapat tetap efektif dalam sistem kerja hybrid, penting untuk merujuk pada beberapa teori komunikasi yang relevan. Teori Media Richness (Daft & Lengel, 1986) mengusulkan bahwa media komunikasi berbeda dalam "kekayaan" mereka, yaitu kemampuan media untuk mengirimkan isyarat sosial, memfasilitasi umpan balik langsung, dan menyampaikan emosi serta nuansa. Media yang lebih kaya, seperti pertemuan tatap muka atau video call, lebih efektif dalam menyampaikan pesan yang kompleks dan nuansa emosional. Sebaliknya, media yang lebih miskin, seperti email atau pesan teks, lebih cocok untuk pesan yang lebih sederhana dan jelas.
Dalam konteks kerja hybrid, penting untuk memilih media yang tepat berdasarkan kompleksitas pesan. Misalnya, diskusi yang penting mungkin lebih baik dilakukan melalui video conference daripada email, sementara informasi atau pemberitahuan (nota dinas) bisa dilakukan melalui chat atau email.
ADVERTISEMENT
Teori lainnya yang bisa kita terapkan adalah Teori Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication). Komunikasi antarpribadi mengacu pada pertukaran pesan antara individu. Dalam konteks kerja hybrid, aspek interpersonal menjadi lebih menantang karena kurangnya kehadiran fisik. Albert Mehrabian (1971) mengemukakan bahwa 93% dari komunikasi tatap muka terdiri dari isyarat non-verbal seperti bahasa tubuh dan intonasi suara. Dalam sistem kerja jarak jauh, elemen ini hilang atau berkurang, sehingga meningkatkan risiko miskomunikasi. Untuk mengatasi ini, instansi dapat memfasilitasi penggunaan video call untuk rapat penting, yang memungkinkan karyawan untuk tetap menangkap isyarat non-verbal dan memastikan pesan disampaikan dengan jelas.
Satu lagi teori yang dapat mendukung komunikasi Efektif dalam Sistem Kerja Hybrid dan Multi-Kota yaitu Teori Komunikasi Berbasis Teknologi (Computer-Mediated Communication). Teori ini berfokus pada bagaimana teknologi mengubah cara kita berkomunikasi. Dalam kerja hybrid, teknologi seperti Zoom, dan Google Meet menjadi alat utama komunikasi. Teori ini menekankan pentingnya "netiket" atau etika komunikasi dalam platform online, seperti kejelasan pesan, menjaga nada positif, dan memastikan partisipasi semua anggota tim.
ADVERTISEMENT
Praktik Terbaik dalam Membangun Komunikasi Efektif di Lingkungan Kerja Hybrid
Berdasarkan teori-teori komunikasi di atas, berikut adalah beberapa praktik terbaik yang dapat diadopsi oleh instansi untuk meningkatkan komunikasi dalam sistem kerja hybrid dan multi-kota: pertama, pemanfaatan teknologi komunikasi yang tepat. Memilih platform komunikasi yang sesuai dengan kebutuhan tim sangat penting. Setiap platform memiliki kelebihan dan kekurangan, tergantung pada konteks penggunaannya. Video Conference digunakan untuk rapat yang membutuhkan diskusi intensif, presentasi, atau pengambilan keputusan bersama, video conference seperti Zoom atau Google Meet sangat cocok karena memungkinkan interaksi real-time dan visual. Aplikasi chat untuk percakapan singkat atau kolaborasi cepat antar tim, aplikasi seperti whatsApps bisa menjadi solusi efektif. Namun, pastikan pesan singkat tidak mengorbankan kejelasan. Email tetap relevan untuk komunikasi yang membutuhkan dokumentasi formal atau ketika pesan perlu disampaikan kepada banyak orang sekaligus.
ADVERTISEMENT
Kedua, penjadwalan yang fleksibel dan koordinasi waktu. Tim yang bekerja dari berbagai kota dan zona waktu sering menghadapi kesulitan dalam penjadwalan rapat. Salah satu solusi adalah menggunakan alat penjadwalan seperti Google Calendar atau World Time Buddy yang membantu memudahkan koordinasi waktu. Selain itu, budaya instansi yang fleksibel dalam penjadwalan, seperti menoleransi perbedaan waktu dan memberikan alternatif asinkron, sangat penting.
Ketiga, menghindari informasi berlebihan (overload). Komunikasi yang berlebihan dapat menyebabkan kebingungan. Sebagaimana dikemukakan oleh Richard Lanham dalam konsep "Attention Economy," terlalu banyak informasi dapat menguras fokus karyawan. Oleh karena itu, penting untuk menyaring informasi yang relevan dan menyampaikan pesan dengan cara yang sederhana, terstruktur, dan langsung ke inti masalah.
Keempat, mengembangkan keterampilan komunikasi tertulis. Karena sebagian besar komunikasi dalam kerja hybrid bersifat tertulis, karyawan perlu mengembangkan keterampilan komunikasi tertulis yang baik. Pesan harus jelas, padat, dan mudah dipahami. Salah satu teknik yang dapat digunakan adalah metode penulisan "Pyramid Principle" yang diajarkan oleh Barbara Minto, di mana pesan dimulai dengan kesimpulan utama, diikuti dengan penjelasan detail.
ADVERTISEMENT
Kelima, membangun budaya transparansi dan kepercayaan. Komunikasi efektif dalam kerja hybrid membutuhkan tingkat transparansi dan kepercayaan yang tinggi. Karyawan perlu merasa bahwa mereka dapat berkomunikasi secara terbuka tanpa takut salah paham atau dihakimi. Pemimpin instansi harus mendorong lingkungan di mana semua anggota tim merasa didengarkan dan dihargai, serta memberikan umpan balik yang konstruktif.
Keenam, mengadakan pertemuan tatap muka secara berkala. Meskipun teknologi memungkinkan kerja jarak jauh yang efisien, interaksi tatap muka tetap memiliki nilai penting. Jika memungkinkan, instansi dapat mengatur pertemuan tatap muka secara berkala, misalnya setiap semester atau minimal setahun sekali, untuk memperkuat hubungan interpersonal dan mengatasi kebekuan komunikasi digital.
Contoh Implementasi Komunikasi Efektif di Perusahaan Multikota
Beberapa perusahaan global telah berhasil menerapkan komunikasi yang efektif dalam lingkungan kerja hybrid. Contohnya, Microsoft menerapkan budaya komunikasi berbasis teknologi di mana karyawan diberikan kebebasan untuk memilih alat komunikasi yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka. Selain itu, Microsoft juga memiliki kebijakan “focus time” yang mengizinkan karyawan untuk mengalokasikan waktu tanpa gangguan komunikasi, memungkinkan mereka untuk bekerja lebih produktif.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, perusahaan seperti Shopify mempromosikan transparansi dan kolaborasi melalui penggunaan alat seperti GitHub untuk dokumentasi teknis dan Slack untuk komunikasi sehari-hari. Perusahaan juga memberikan pelatihan komunikasi kepada karyawannya agar mereka dapat berkomunikasi dengan lebih efektif dalam lingkungan yang terdistribusi.
Penutup
Kerja hybrid dan multi-kota telah mengubah lanskap komunikasi di tempat kerja. Meskipun menghadirkan tantangan, dengan pemahaman yang tepat tentang teori komunikasi dan penerapan strategi yang efektif, instansi dapat menjaga komunikasi tetap berjalan dengan baik. Dengan memanfaatkan teknologi yang tepat, meningkatkan keterampilan komunikasi, dan membangun budaya transparansi, tim yang tersebar dapat bekerja sama secara efisien dan harmonis.
Komunikasi yang efektif adalah kunci keberhasilan dalam dunia kerja modern yang semakin terhubung, dan memahami serta mengadopsi praktik terbaik dalam komunikasi adalah langkah penting untuk mencapai tujuan bersama.
ADVERTISEMENT