Konten dari Pengguna

Membentuk Citra Diri Melalui Harmoni Persona, Shadow, dan Ego

Fitria Rizki Wijaya
Pranata Humas, ASN BRIN, ASNation
11 September 2024 12:29 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fitria Rizki Wijaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Citra diri seseorang sering kali terlihat sebagai sesuatu yang statis dan tak tergoyahkan. Namun, di balik setiap tindakan, perkataan, dan keputusan individu, terdapat mekanisme psikologis yang dinamis dan kompleks. Citra diri terbentuk dari perpaduan antara persona, shadow (bayangan), dan ego, yang memainkan peran signifikan dalam bagaimana seseorang memandang diri mereka sendiri dan bagaimana mereka diinterpretasikan oleh orang lain. Teori-teori psikologi memberikan wawasan mendalam tentang ketiga elemen ini, sementara teori komunikasi menjelaskan bagaimana mereka dimanifestasikan dalam interaksi sosial.
ADVERTISEMENT
Melalui artikel ini, kita akan mengeksplorasi bagaimana citra diri dibentuk oleh tiga elemen psikologis penting ini, serta bagaimana konsep-konsep ini berperan dalam ilmu komunikasi. Dengan demikian, kita akan melihat bagaimana citra diri yang terlihat oleh orang lain sering kali merupakan hasil dari proses komunikasi yang dipengaruhi oleh interaksi antara persona, shadow, dan ego.
Persona, Shadow, dan Ego
Dalam psikologi, konsep persona, shadow, dan ego berasal dari teori psikoanalisis Carl Gustav Jung, seorang psikolog terkenal yang menyempurnakan beberapa elemen dari teori Sigmund Freud. Mari kita lihat peran masing-masing elemen ini.
Persona, dalam bahasa Latin berarti "topeng", adalah citra diri yang ditampilkan seseorang kepada dunia luar. Persona berfungsi sebagai alat untuk menavigasi tuntutan sosial, memastikan individu sesuai dengan harapan sosial yang berlaku dalam konteks atau lingkungan tertentu.
ADVERTISEMENT
Persona dapat dianalogikan sebagai 'topeng' yang dikenakan seseorang untuk menyesuaikan diri dalam berbagai peran. Misalnya, dalam lingkungan profesional, seseorang mungkin mengadopsi persona yang serius, terstruktur, dan profesional. Namun, di rumah atau di sekitar teman dekat, persona ini mungkin bergeser ke sifat yang lebih santai dan spontan. Jung menjelaskan bahwa persona tidak sepenuhnya merefleksikan diri sejati seseorang, melainkan hanya sebuah aspek dari apa yang dirasakan individu harus ditampilkan kepada dunia untuk mendapatkan penerimaan sosial.
Dalam konteks komunikasi, persona ini adalah citra diri yang dikomunikasikan kepada orang lain. Menurut teori Identity Management dalam ilmu komunikasi, setiap individu secara aktif mengelola citra yang ingin mereka tampilkan di hadapan orang lain melalui bahasa, tindakan, dan interaksi sosial. Persona menjadi salah satu alat penting dalam proses ini.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan persona yang merupakan wajah yang ditampilkan, shadow atau bayangan adalah aspek diri yang ditekan dan disembunyikan dari kesadaran dan orang lain. Shadow terdiri dari pikiran, keinginan, atau kecenderungan yang tidak sesuai dengan norma sosial atau moral individu, dan sering kali bersifat negatif.
Namun, shadow tidak selalu membawa konotasi buruk. Ini adalah bagian yang tersembunyi dari identitas, yang mungkin berisi keinginan-keinginan atau aspek diri yang tidak diterima secara sosial, tetapi penting untuk keutuhan jiwa. Bagi Jung, menghadapi shadow adalah bagian penting dari proses individuasi, atau proses menjadi diri sejati yang utuh. Tanpa pengakuan akan shadow, seseorang mungkin mengalami konflik batin yang menyebabkan ketegangan psikologis.
Dalam komunikasi, shadow sering kali muncul dalam bentuk slip atau kesalahan berbicara (Freudian slip), atau dalam interaksi yang tidak disengaja, di mana aspek-aspek tersembunyi dari diri kita terungkap kepada orang lain. Shadow juga dapat muncul melalui ekspresi nonverbal, seperti bahasa tubuh atau ekspresi wajah yang bertentangan dengan pesan verbal yang ingin kita sampaikan.
ADVERTISEMENT
Ego adalah pusat dari kesadaran diri seseorang, yang mengatur antara kebutuhan internal (shadow) dan tuntutan eksternal (persona). Dalam teori Freud, ego adalah bagian dari diri yang berfungsi untuk menyeimbangkan id (keinginan naluriah) dan superego (norma moral). Dalam teori Jung, ego adalah titik kesadaran yang menyadari persona dan shadow, serta berusaha menciptakan harmoni di antara keduanya.
Ego tidak hanya berperan sebagai mediator, tetapi juga sebagai pusat identitas diri. Ini adalah elemen yang memungkinkan seseorang merasakan siapa mereka sebenarnya, terlepas dari peran yang mereka mainkan dalam masyarakat. Ego membentuk fondasi bagi stabilitas mental dan emosional seseorang, memungkinkan mereka untuk menavigasi dunia dengan perasaan diri yang koheren.
Dari sudut pandang komunikasi, ego terlibat dalam pembentukan pesan yang akan disampaikan kepada orang lain, dan juga bagaimana individu merespon pesan yang mereka terima. Ego yang sehat memungkinkan seseorang untuk berkomunikasi dengan tegas namun tetap menghormati perspektif orang lain, sementara ego yang tidak stabil dapat menyebabkan komunikasi yang bersifat defensif atau agresif.
Persona, Shadow dan Ego, Foto: IG/@agustd
Bagaimana Persona, Shadow, dan Ego Memengaruhi Interaksi
ADVERTISEMENT
Teori-teori dalam ilmu komunikasi menjelaskan bagaimana konsep-konsep psikologis ini memengaruhi interaksi interpersonal dan cara individu membentuk citra diri melalui komunikasi. Ada beberapa teori yang relevan dalam hal ini.
Teori Identity Negotiation berfokus pada bagaimana individu terus-menerus bernegosiasi tentang siapa mereka dalam interaksi sosial. Setiap orang membawa identitas yang berbeda-beda ke dalam komunikasi, yang dapat mencakup persona (identitas sosial yang diinginkan) dan aspek-aspek ego (identitas pribadi). Dalam interaksi sosial, individu akan menampilkan persona mereka sambil menjaga agar shadow tidak tampak.
Namun, dalam proses ini, konflik bisa muncul jika individu lain melihat ketidaksesuaian antara persona yang ditampilkan dan aspek-aspek shadow yang mungkin tidak sepenuhnya tersembunyi. Dalam situasi seperti ini, komunikasi dapat menjadi medan pertempuran antara bagaimana seseorang ingin dilihat dan bagaimana mereka sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Teori lain yaitu Teori Face-Negotiation yang dikemukakan oleh Stella Ting-Toomey menyoroti pentingnya wajah atau muka dalam interaksi sosial, terutama di konteks budaya kolektif. "Wajah" dalam teori ini hampir sama dengan persona dalam psikologi. Individu berusaha untuk mempertahankan wajah atau citra diri yang diinginkan dalam interaksi dengan orang lain.
Ketika shadow atau aspek ego yang tersembunyi secara tidak sengaja muncul, individu mungkin merasa kehilangan muka. Teori ini menjelaskan bahwa komunikasi tidak hanya bertujuan untuk menyampaikan pesan, tetapi juga untuk mempertahankan atau memulihkan wajah ketika citra diri terancam.
Sedangkan dalam konsep Impression Management atau pengelolaan kesan dalam komunikasi juga berperan penting dalam membentuk citra diri. Dalam interaksi sehari-hari, individu berusaha mengontrol bagaimana mereka dilihat oleh orang lain. Persona, dalam hal ini, menjadi alat utama untuk menampilkan citra diri yang diinginkan, sementara ego bertindak sebagai pengendali untuk memastikan shadow tetap tersembunyi.
ADVERTISEMENT
Impression Management tidak hanya terjadi dalam komunikasi tatap muka, tetapi juga dalam komunikasi digital. Di era media sosial, misalnya, persona yang kita tampilkan di dunia maya sering kali sangat terkurasi dan berbeda dari diri kita yang sebenarnya. Hal ini mempertegas peran komunikasi dalam membentuk citra diri yang sering kali dipengaruhi oleh bagaimana kita ingin dilihat daripada siapa kita sebenarnya.
Membangun Keseimbangan yang Menjadi Tantangan Modern dalam Era Digital
Di era modern, khususnya dalam konteks media sosial, tantangan untuk menjaga keseimbangan antara persona, shadow, dan ego semakin kompleks. Media sosial memberi ruang bagi individu untuk membangun persona yang sangat dikurasi, yang sering kali tidak merefleksikan shadow atau konflik internal yang mungkin mereka alami. Ini menciptakan kesenjangan antara citra diri yang ditampilkan kepada dunia dan realitas diri individu.
ADVERTISEMENT
Misalnya, seseorang mungkin menampilkan diri yang bahagia, sukses, dan sempurna di Instagram atau platform media sosial lainnya, tetapi dalam kehidupan nyata mereka mungkin bergumul dengan kecemasan, rasa tidak percaya diri, atau konflik batin yang terkait dengan shadow mereka. Hal ini bisa memicu disonansi psikologis dan emosional, yang dalam jangka panjang dapat merusak kesejahteraan mental.
Dari perspektif komunikasi, penting bagi individu untuk menyadari bahwa persona yang mereka tampilkan tidak selalu mencerminkan identitas sejati mereka, dan bahwa interaksi yang terlalu fokus pada persona dapat menghalangi hubungan yang autentik dengan orang lain.
Harmoni antara Persona, Shadow, dan Ego sebagai Kunci Citra Diri yang Sehat
Membentuk citra diri bukanlah tugas yang mudah, terutama di dunia yang menuntut kita untuk selalu tampil sempurna. Persona, shadow, dan ego adalah elemen-elemen penting yang bekerja bersama dalam proses pembentukan identitas kita. Dalam proses ini, tantangannya adalah bagaimana kita bisa tetap otentik tanpa mengorbankan kebutuhan sosial untuk menyesuaikan diri.
ADVERTISEMENT
Ketika kita berhasil mencapai harmoni antara persona, shadow, dan ego, kita tidak hanya mampu membentuk citra diri yang sehat, tetapi juga mampu berkomunikasi dengan orang lain secara lebih jujur dan autentik. Pada akhirnya, citra diri yang kuat dan positif adalah yang mampu menghadapi dunia luar tanpa kehilangan kontak dengan diri sejati di dalam.
Citra diri sejati bukanlah yang selalu tampak sempurna di mata orang lain, tetapi yang mampu menerima dan menyeimbangkan segala aspeknya, baik yang terang maupun yang tersembunyi.