Konten dari Pengguna

Menggugah Kepedulian dan Peran Aktif Masyarakat dalam Program Penanaman Pohon

Fitria Rizki Wijaya
Pranata Humas, ASN BRIN, ASNation
29 Juni 2023 18:00 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fitria Rizki Wijaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Presiden Joko Widodo (kiri) membantu Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen untuk melakukan penanaman pohon mangrove di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai pada hari kedua KTT G20 Indonesia di Denpasar, Bali, Rabu (16/11/2022). Foto: Akbar Nugroho Gumay/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo (kiri) membantu Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen untuk melakukan penanaman pohon mangrove di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai pada hari kedua KTT G20 Indonesia di Denpasar, Bali, Rabu (16/11/2022). Foto: Akbar Nugroho Gumay/Antara Foto
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia masih belum terlepas dari masalah lahan kritis sebagai isu utama lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menargetkan untuk merehabilitasi 1,1 juta ha lahan kritis antara 2016–2020 (PDI KLHK, 2021). Jika pemerintah melakukan upaya ini secara terus-menerus, dibutuhkan waktu 70 tahun untuk memulihkan seluruh lahan terdegradasi di Indonesia yaitu 14 juta hektare.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, diperlukan suatu terobosan untuk mempercepat pemulihan lahan kritis, salah satunya adalah peran aktif masyarakat dalam pemulihan lahan. sebagai isu utama lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menargetkan untuk merehabilitasi 1,1 juta ha lahan kritis antara 2016–2020 (PDI KLHK, 2021).
Jika pemerintah melakukan upaya ini secara terus-menerus, dibutuhkan waktu 70 tahun untuk memulihkan seluruh lahan terdegradasi di Indonesia yaitu 14 juta hektare. Oleh karena itu, diperlukan suatu terobosan untuk mempercepat pemulihan lahan kritis, salah satunya adalah peran aktif masyarakat dalam pemulihan lahan.

Upaya Menggugah Kepedulian dalam Program Penanaman Pohon

Perusahaan swasta dapat berkontribusi melalui program tanggung jawab sosial atau yang lebih dikenal dengan Program CSR. Program atau kegiatan CSR merupakan kegiatan yang ikut menanggulangi permasalahan sosial dan lingkungan yang diintegrasikan sejak awal ke dalam strategi bisnis perusahaan. Kegiatan CSR yang menjadi bagian dari strategi bisnis tersebut memudahkan unit internal perusahaan untuk mengimplementasikan Rencana Aksi CSR.
ADVERTISEMENT
Kegiatan CSR yang sudah menjadi bagian strategi bisnis perusahaan akan mudah dalam hal pertanggung jawaban keuangan, menjadi lebih jelas dan transparan untuk memastikan keberlanjutan. Implementasi menanam pohon berkelanjutan ini melibatkan upaya pemeliharaan, pendanaan dan keterlibatan masyarakat sekitar untuk bertanggung jawab sehingga upaya penanaman pohon di lahan terdegradasi tidak sia-sia tetapi dapat berdampak positif baik bagi perusahaan maupun masyarakat.
Memasukkan penanaman pohon ke dalam strategi bisnis perusahaan ini mempunyai peluang yang baik dengan potensi keuntungan yang tinggi bagi perusahaan untuk terlibat dalam program penanaman pohon berbasis masyarakat. Sebagai contohnya yang telah dilakukan oleh perusahaan pembangkit listrik batubara di Jawa Timur dengan penduduk di Desa Selobanteng.
Sebelumnya, sebagian besar wilayah di Desa Selobanteng merupakan lahan kosong yang digunakan untuk pertanian lahan kering. Namun, pengelolaan lahan seperti itu tidak memberikan sumber penghidupan yang memadai bagi para petani karena daerah tersebut memiliki ketersediaan air yang terbatas dan kualitas tanah yang buruk karena kondisi alam daerah tersebut, sehingga produktivitas tanaman pertanian rendah.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2009, kemitraan dalam program penanaman pohon dimulai dan diatur antara perusahaan pembangkit listrik tenaga batubara dan penduduk desa (selanjutnya disebut program penanaman pohon Community and Private Partnership (CPP) Selobanteng). Sebelum program CPP, sosialisasi dilakukan oleh perusahaan untuk meningkatkan kesadaran dan menangkap komitmen masyarakat untuk merehabilitasi lahan kritis serta meningkatkan mata pencaharian mereka. Di bawah pengaturan kemitraan, perusahaan menyediakan bibit pohon sekitar 10.000 sampai 20.000 bibit tanaman dalam setahun dan kompos di lokasi penanaman.
Masyarakat menerima bibit untuk ditanam dan dipelihara di lahan mereka. Jumlah bibit dan kompos yang diterima masing-masing petani bervariasi sesuai dengan luas lahan dan kemauan petani yang tertuang dalam proposal yang disampaikan kepada ketua kelompok tani. Dari sudut pandang perusahaan, pengaturan tersebut memerlukan biaya yang rendah karena tidak menanggung biaya penanaman dan pemeliharaan seperti yang terjadi pada beberapa program rehabilitasi lahan (Nawir et al., 2007).
ADVERTISEMENT
Sejak 2010 hingga 2018, sebanyak 196.500 bibit pohon telah ditanam tersebar di lahan petani. Karena keputusan penanaman ada pada petani, maka terdapat variabilitas yang tinggi dalam pola tanam, jarak tanam, kerapatan dan lokasi. Dalam beberapa kasus, ada pola tanam yang teratur pada sebidang tanah dengan jarak dan kerapatan tertentu.
Tetapi dalam kasus lain, bibit ditanam secara tidak teratur, seringkali di sepanjang perimeter pemukiman, sawah, kebun, dan jalan serta jalan setapak. Bibit yang ditanam sebagian besar terdiri dari 105.000 bibit jati diikuti oleh 85.000 bibit gmelina, 6.000 bibit kopi robusta, dan 500 bibit pohon buah-buahan seperti sukun, nangka, mangga, dan lain-lain.
Pertimbangan pemilihan jenis pohon didasarkan pada nilai ekonomi dan preferensi masyarakat melalui survei dan wawancara sebelumnya. Selain itu, beberapa kegiatan peningkatan kapasitas petani untuk mendukung program CPP dilakukan termasuk teknik perbanyakan tanaman dan pengomposan. Selain perusahaan program penanaman pohon CPP melibatkan juga pemerintah daerah melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
ADVERTISEMENT

Hasil Penelitian Program Penanaman Pohon Kemitraan

Tim Peneliti BRIN yang terdiri dari Peneliti Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya dan Kehutanan, Peneliti Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi, Pranata Komputer Pusat Data dan Informasi bekerja sama dengan Badan Informasi Geospasial menganalisis program penanaman pohon CPP di Desa Selobanteng, Situbondo. Temuan penelitiannya antara lain pada 5 tahun pertama ada peningkatan tutupan vegetasi karena pohon yang ditanam masih dalam masa pertumbuhan dan belum siap dipanen. Pada 5 tahun kedua sampai 7 tahun program ada penambahan tutupan vegetasi.
Pada tahun 2016 hingga 2019 dilakukan pemanenan awal pohon yang kebanyakan gmelina oleh petani didorong oleh kebutuhan ekonomi sehingga menjadi penyebab utama berkurangnya tutupan vegetasi. Pohon muda yang dipanen dapat dijual untuk meningkatkan pendapatan (Rahmawati dkk, 2021). Setiap pohon yang dipanen dengan diameter lebih besar dari 10 cm dapat digunakan untuk kayu konstruksi sedangkan yang lebih kecil cocok untuk kayu bakar.
ADVERTISEMENT
Program penanaman pohon CPP di Desa Selobanteng rata-rata menghasilkan 1.106 ton penyerapan karbon dari penanaman jati dan 2.746 ton dari gmelina, sehingga total 3.852 ton penyimpanan karbon. Total karbon yang diserap oleh penanaman jati kurang dari setengah penanaman gmelina meskipun jumlah total bibit jati yang ditanam lebih tinggi. Laju pertumbuhan yang lebih lambat dan persentase kelangsungan hidup yang lebih rendah yaitu hanya 51% juga mempengaruhi total karbon yang diserap oleh tegakan jati
Program penanaman pohon dengan skema CPP sangat menjanjikan dalam percepatan rehabilitasi lahan kritis. “Penelitian yang dilakukan Tim BRIN ini memberikan bukti empiris bahwa ketika aspek sosial dipertimbangkan, misalnya dengan melibatkan aspirasi dan partisipasi masyarakat dan sektor swasta, peluang keberhasilan rehabilitasi lahan dapat ditingkatkan,” terang Sugeng Budiharta, anggota tim Peneliti BRIN
ADVERTISEMENT
“Dengan menggunakan studi kasus program CPP penanaman pohon di Selobanteng, Situbondo, Jawa Timur, kami mengungkapkan bahwa skema ini efektif dalam meningkatkan tutupan hutan dan penyerapan karbon,” terang Lia Hapsari, Ketua Tim Penelitian. Meskipun demikian, perbaikan dalam sistem pengelolaan lahan dengan menerapkan penanaman pohon yang dikombinasikan dengan beberapa spesies tanaman untuk membentuk agroforestri kompleks, bukan tegakan monokultur, direkomendasikan untuk memberikan manfaat tambahan hasil keanekaragaman hayati, dan iklim mikro. “Studi kami menunjukkan adopsi yang lebih luas dari skema serupa di seluruh Indonesia,” tutup Lia.